Rabu, 19 Agustus 2015

Dharmadhatu Tanpa Rintangan - Batin Memuat Trisahasramahasahasralokadhatu

Ceramah Sadhana Dzogchen ke 159 oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu pada Puja Bakti Bersama Sadhana Yidam Ksitigarbha Bodhisattva, Sabtu 1 Agustus 2015 di Seattle Ling Shen Ching Tze Temple

Sembah puja pada Para Guru Silsilah, sembah puja pada Bhiksu Liaoming, sembah puja pada Guru Sakya Dezhung, sembah puja pada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja pada Guru Thubten Dhargye, sembah puja pada Triratna mandala, sembah puja pada yidam puja bakti bersama hari ini : Namo Ksitigarbha Bodhisattva, Sasanapati Alam Arwah.

Hari ini sangat istimewa, Gurudara menghadiri perjamuan pernikahan dari putra Bpk. Lai, kemudian Gurudara segera kemari untuk berpartisipasi dalam puja bakti, tidak sempat berganti jubah lama, sehingga dia masih mengenakan pakaian pesta. Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat Sedharma, dan umat Sedharma yang menyaksikan melalui internet. Tamu agung yang hadir hari ini antara lain : Sdri. Judy, Istri dari Dubes Daniel T.C. Liao Sekretaris Jenderal Coordinating Committee for North American Affairs.  Akuntan True Buddha Foundation : Sdri. Teresa. Produser acara Gei Ni Dian Shang Xin Deng di CTI Taiwan : Sdri. Xu Ya-qi.  Asisten dari Ibu Lu Xiu-lian Wakil Presiden Taiwan ( terdahulu ). Kepala Humas International Federation of Business & Professional Women Cabang Fenghuang : Sdri. Que Hui-ling. Para saudari Sedharma Tim Tari Pujana Yang-guang Taiwan. Sdri. Sedharma dari TransAsia Airways. Selamat malam semuanya ! Apa kabar semuanya ! ( Bahasa Mandarin ) Apa kabar ! Apa kabar semuanya ( Bahasa Kanton ) Thank you for coming and see you soon tomorrow afternoon.

◎  Hari ini kita melaksanakan puja bakti bersama yidam Ksitigarbha Bodhisattva, barusan kita menyebut Ksitigarbha Bodhisattva sebagai Sasanapati ( Pimpinan Ajaran ) di alam arwah, sesungguhnya Beliau tidak hanya merupakan Sasanapati di alam arwah, dalam sutra ada tertulis, sebelum Sakyamuni Buddha Parinirvana, Beliau memercayakan Ksitigarbha Bodhisattva sebagai Perwakilan Sasanapati dunia saha di masa tanpa Buddha. Dalam istilah masa kini, Ksitigarbha Bodhisattva merupakan Sasanapati mewakili Sakyamuni Buddha. Saat Sasanapati tidak ada, maka perwakilan Sasanapati adalah Ksitigarbha Bodhisattva. Banyak umat Buddha telah mempelajari, yang memiliki kebijaksanaan tertinggi adalah Manjusri Bodhisattva, mengapa tidak menjadi perwakilan Sasanapati ? Ada juga yang mengatakan, Avalokitesvara Bodhisattva memiliki abhjina dan maitri-karuna paling besar, namun mengapa tidak menjadi perwakilan Sasanapati ? Sebab dalam Buddhisme ortodoks, para bhiksu menjadi yang terutama, para bhiksu menangani segala hal Dharma, sedangkan para umat perumah-tangga menjadi pelindung dan pendukung Buddha Dharma. Di antara Asta-maha-bodhisattva, yang tampil dalam rupa bhiksu adalah Ksitigarbha Bodhisattva, oleh karena itulah dipercayakan kepada Ksitigarbha Bodhisattva, menjadi perwakilan Sasanapati di dunia saha, inilah makna dari peristiwa tersebut.

Ksitigarbha Bodhisattva tampil dalam rupa bhiksu, sedangkan anggota Asta-maha-bodhisattva yang lain tidak tampil dalam rupa bhiksu, namun ini semua hanyalah penampilan lahiriah, rupa bhiksu-bhiksuni maupun rupa perumah-tangga semuanya hanyalah penampilan lahiriah. Ada umat awam yang sesungguhnya adalah seorang yang benar-benar telah meninggalkan keduniawian, namun ada bhiksu-bhiksuni yang masih berkutat dalam keduniawian, antara penampilan lahiriah dan batinnya tidaklah sama. Banyak orang tampil dalam rupa bhiksu-bhiksuni, namun batinnya terus berada dalam keduniawian, kadang merisaukan keluarganya, kadang merisaukan saudara-saudaranya, merisaukan mantan istrinya, merisaukan mantan suaminya, ada juga yang merisaukan cucunya, sesungguhnya semua itu masih keduniawian. Meskipun secara lahiriah adalah bhiksu-bhiksuni, namun sesungguhnya sama sekali belum meninggalkan keduniawian. Ada bhiksu-bhiksuni yang masih bermain saham, masih terlibat dalam pekerjaan maupun perusahaan, atau entah bagaimana, semuanya tidak mencerminkan ciri-ciri kebhiksuan. Ciri-ciri kebhiksuan yang sejati yaitu telah mengosongkan empat godaan utama : Ketergantungan pada zat yang memabukkan, rupa, harta dan emosi. Seharusnya hanya berkonsentrasi dalam Dharmabhakti ( pelayanan Dharma ) dan tekun dalam bhavana. Semua yang masih sibuk berpacu dalam keduniawian bukanlah bhiksu-bhiksuni sejati. Hanya mereka yang menekuni bhavana ke dalam diri dan tekun dalam Dharmabhakti, barulah merupakan bhiksu-bhiksuni sejati. Sangat banyak umat awam yang justru lebih tekun dalam bhavana dibandingkan dengan bhiksu-bhiksuni, meskipun masih berambut, namun batinnya telah di luar keduniawian, tidak terlampau melekati segala persoalan duniawi. Upasaka-upasika agung semacam ini berarti adalah seseorang yang telah meninggalkan keduniawian, meskipun tubuhnya berada di lingkungan awam, namun batinnya telah memiliki kualitas kebhiksuan. Ada orang yang meskipun tampil dalam rupa bhiksu-bhiksuni, namun batinnya masih menggeluti berbagai macam kerisauan dalam trisahasramahasahasralokadhatu ( tiga ribu maha ribu sistem dunia ), yang demikian sesungguhnya merupakan orang duniawi dan bukanlah bhiksu-bhiksuni. Seorang bhiksu-bhiksuni sejati batinnya telah melampaui duniawi, melatih ke dalam batin sendiri, tekun dalam Dharmabhakti, inilah bhiksu-bhiksuni sejati. Meskipun secara lahiriah adalah bhiksu-bhiksuni, namun masih mondar-mandir dalam persoalan duniawi dan berbisnis, sesungguhnya semua yang demikian adalah umat awam, dan bukan bhiksu-bhiksuni. 
Tingkatan bhavana Ksitigarbha Bodhisattva sangat tinggi, di Tiongkok ada empat gunung yang disucikan, Gunung Putuo untuk Avalokitesvara Bodhisattva, Gunung Jiuhua untuk Ksitigarbha Bodhisattva, Gunung Qingliang atau Gunung Wutai untuk Manjusri Bodhisattva dan Gunung Emei untuk Samantabhadra Bodhisattva, di antaranya yang tampil dalam rupa bhiksu adalah Ksitigarbha Bodhisattva. Kita menekuni Sadhana Ksitigarbha Bodhisattva, Beliau bukan hanya merupakan Sasanapati Alam Arwah, sebab ada Ksitigarbha Enam Alam, di dalam tiap alam terdapat Ksitigarbha Bodhisattva, Ia sangat agung dan sangat mulia. 

◎ Melanjutkan pengulasan Atiyoga Tantrayana :
“Saya memahami dengan jelas, hakikatnya adalah Apratihata Dharmadhatu ( Seluruh Alam Tanpa Rintangan ) yang tak terperikan. Akhirnya saya memahami, pencapaian Kebuddhaan dalam kehidupan saat ini juga yang telah dicapai oleh Para Buddha, hanya dapat dipahami antara Buddha dengan Buddha, bahkan Bodhisattva dan Suciwan Arahat belum tentu dapat memahaminya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, Atiyoga Tantrayana ditransmisikan oleh Buddha kepada Buddha, berbeda dengan penjelasan yang lain, hanya orang yang berkapasitas suci dan agung dapat memahami Sadhana Dzogchen, sedangkan orang pada umumnya hanya dapat menekuni metode sutrayana. Ternyata ‘Inilah’ makna ‘Tak Terkatakan’ dari Sakyamuni Buddha.”

Dalam beberapa kali Dharmadesana saya telah mengulas apratihata, apratihata adalah tanpa rintangan. Apa yang tanpa rintangan ? Dahulu, Arya Subhuti merupakan yang utama dalam pemahaman sunya, saat Sakyamuni Buddha tiba di surga untuk membabarkan Ksitigarbha Sutra kepada Ibundanya, Ratu Mahamaya, Sakyamuni Buddha meninggalkan bumi dalam waktu yang lama. Suatu hari Ia turun kembali dari surga, sangat banyak orang yang menyambut Sakyamuni Buddha.  Saat itu Arya Subhuti sedang menekuni bhavana di dalam gua, batin-Nya tergerak, Ia berpikir : “Saya juga harus menyambut Sakyamuni Buddha.” Kemudian Ia berpikir : “Batinku telah menyambut.” Namun tubuh jasmani-Nya tidak menyambut, masih menekuni bhavana dalam gua. Dia telah membangkitkan niat untuk menyambut Sakyamuni Buddha, namun tubuh jasmani-Nya tidak bergerak, hanya batin yang bergerak. Bhiksuni Utpalavarna juga melihat Sakyamuni Buddha turun, maka ia bergegas pergi untuk menyambut Sakyamuni Buddha, dia mengatakan kepada Sang Buddha : “Saya yang pertama menyambut Anda.” Sakyamuni Buddha menjawab : “Bukan Anda yang pertama menyambut-Ku, yang pertama menyambut-Ku adalah Arya Subhuti.” Apakah Anda memahaminya ? Batin Subhuti telah bergerak, Ia ingin pergi menyambut Sakyamuni Buddha, Sang Buddha telah mengetahuinya, tubuh jasmani Subhuti tidak bergerak, namun Subhuti menjadi yang pertama menyambut Sakyamuni Buddha. Tubuh jasmani pergi menyambut, namun batin tidak bergerak, berarti hanya menyambut secara lahiriah saja, menurut Sakyamuni Buddha itu bukanlah penyambutan. Penyambutan yang sejati berasal dari batin, yang terutama adalah batin yang tergerak, penembusan batin dengan batin. Oleh karena itu, makna dari : “Yang Utama Dalam Pemahaman Sunya” adalah apratihata, tiada rintangan apa pun. Saya telah beberapa kali mengulas apratihata, segalanya apratihata. 

Saya ceritakan sebuah lelucon ! Seorang dokter dan seorang insinyur sama-sama jatuh cinta kepada seorang gadis, setiap hari Si Dokter mengirimkan buket mawar, sedangkan Si Insinyur mengirimkan sebuah apel. Hari demi hari telah berlalu, ada sebuah pertanyaan mengganjal di hati Si Gadis, akhirnya ia tak tahan lagi untuk bertanya kepada Si Insinyur : “Mengirimkan bunga mawar kepada seorang wanita adalah tanda cinta, tapi apa artinya mengirimkan apel ?” Si Insinyur menjawab : “Setiap hari makan satu butir apel, Anda akan sehat, supaya Anda dapat terhindar dari dokter.” Akhirnya ia menikah dengan pria yang mengirimkan apel. Makna dari lelucon ini adalah yang bisa dimakan lebih penting daripada yang hanya bisa dilihat, hanya melihat tidaklah dapat memuaskan rasa lapar dan dahaga, yang dapat dimakan barulah dapat mengatasi rasa lapar dan dahaga. Yang saya ulas hari ini adalah batin yang telah bergerak lebih penting daripada tubuh jasmani yang bergerak. Penekunan batin lebih penting daripada penekunan lahiriah, pelatihan hati lebih penting daripada perbuatan lahiriah, ini merupakan beberapa perbandingan.

Perumpamaan barusan belum tentu sangat tepat, namun kenyataannya, Anda perlu memahami perbedaan dari hati yang tersentuh yang dirasakan oleh tiap orang, hati yang tersentuh sangatlah penting. Terhadap siapakah Anda memiliki ikatan batin ? Terhadap siapakah Anda tidak punya ikatan batin ? Ini sangat penting. Saat Anda membangkitkan perasaan tersebut, dan orang lain juga mempunyai perasaan yang sama, maka keduanya dapat manunggal, demikianlah bhavana tantrayana kita, yaitu yukta. Saat Anda memiliki perasaan terhadap seseorang dan dia memiliki perasaan juga terhadap Anda, inilah unsur untuk mencapai yukta. Anda memiliki ikatan batin terhadap satu Buddha, berarti Anda cenderung dekat dengan Buddha tersebut, memiliki ikatan batin terhadap satu Bodhisattva, berarti Anda lebih dekat dengan Bodhisattva tersebut, inilah cara untuk memilih yidam. Saya sangat menghormati Bodhisattva ini, sangat memiliki ikatan batin, berarti adinata tersebut pasti adalah yidam Anda. Apratihata adalah tanpa rintangan, di dunia ini tiada rintangan apa pun, di seluruh semesta tiada rintangan apa pun. Anda menjadi manusia juga baik, menjadi Buddha juga baik, di antara keduanya tiada rintangan. Anda dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan semua Buddha, Bodhisattva dan Sepuluh Penjuru Dharmadhatu, demikian pula juga dapat menjalin hubungan dengan para insan di alam bardo, alam neraka, alam hewan, alam preta, semua sama, tiada rintangan.
◎ Tiap kali paradaksina melafal Nama Buddha, tiba di depan Ksitigarbhasala, tahukah Anda apa yang dilafalkan oleh Mahaguru ? Saya melafal : “Sembah puja pada Padmakumara, sembah puja pada Ksitigarbha Bodhisattva, sembah puja pada Veda Dharmapala, sembah puja pada Sangharamapala, sembah puja pada semua dewata, sembah puja pada semua arwah, menghaturkan penghormatan universal.” Kemudian saya membungkukkan badan melakukan penghormatan kesetaraan. Aduh ? Mengapa Mahaguru selain bersembah puja kepada Padmakumara, Ksitigarbha Bodhisattva, Sangharamapala, Veda Dharmapala dan semua dewata, juga bersembah puja kepada para arwah ? Mengapa ? Sebab menurut saya, kelak mereka semua pasti menjadi Buddha. Oleh karena itu saya sangat menghormati semua makhluk, tidak peduli manusia yang bagaimana pun, kelak mereka semua pasti mencapai Kebuddhaan. Namun beberapa orang tidaklah demikian, saya sendiri adalah apratihata, sedangkan yang lain tidaklah apratihata. Orang lain menyatakan : “Saya hanya berhubungan dengan orang itu, saya tidak sudi berhubungan dengan Anda, sebab saya merasa hati Anda tidak baik, Anda egois, Anda banyak menuntut, selalu memandang rendah saya, menganggap saya seperti udara, maka saya juga tidak akan mengacuhkan Anda.” Mahaguru tidak akan demikian. Menurut Mahaguru semua makhluk pada dasarnya memiliki Buddhata, kelak semua dapat menjadi Buddha, kepada tiap anak-anak, kepada tiap orang dewasa, kepada tiap manula, kepada ayah dan ibu, kepada pria, menghormati semuanya dengan kesetaraan, inilah apratihata. Bhavana harus mencapai tingkatan ini, saya tidak akan mengatakan : “Saya tidak sudi berhubungan dengan Anda.” Tidak akan demikian. Banyak orang berpikiran, seperti beberapa siswa yang telah pergi, “Mahaguru pasti sangat membenci saya, oleh karena itulah saya meninggalkan Mahaguru.” Anda keliru, Mahaguru menghormati setiap siswa dengan setara, meskipun Anda tetap berada di sini, atau Anda telah pergi, atau Anda sama sekali tidak kembali, semua tetap dihormati. Saya tidaklah sama dengan orang lain, tidak akan karena Anda telah pergi maka saya berkata kepada Buddha Bodhisattva : “Biar siswa yang pergi terjatuh hingga patah kakinya ; Biar dia terpeleset jatuh ke dalam selokan bau ; Biar semua usaha mereka tidak lancar ; Biar mereka sakit ; Biar mereka sial ; Biar mereka tertimpa kemalangan . .”, saya tidak akan mempunyai pemikiran seperti itu, saya justru merestuinya supaya dapat menemukan guru yang lebih baik. Di dunia ini guru bukan hanya saya seorang saja, saat Anda dapat menemukan guru yang lebih baik, sudah sepatutnya merestui Anda, itulah yang terbaik, ini disebut apratihata, tiada rintangan. Oleh karena itu hati haruslah luas tak bertepi, saat siswa yang telah pergi mendadak kembali, saya juga tidak akan memandang dengan muak, saya tidak akan mencampakkan Anda. Saya justru membuka tangan menyambut Anda, semuanya adalah Buddhata, kelak akan menjadi Buddha, inilah apratihata. 

Sebuah lelucon lagi, ada seorang Mahabhiksu mengatakan : “Tahukah Anda ? Nama Dharma yang saya berikan bagi para bhiksu tidaklah sembarangan, semuanya melambangkan harapan terhadap Anda semua.” Semua bhiksu menganggukkan kepala dan merenung, hanya satu yang terdiam, maka Mahabhiksu menanyainya : “Ada masalah apa ? Yuan-ji, apakah Anda tidak setuju dengan ucapan guru ?” Nama untuk bhiksu tersebut adalah Yuan-ji ( Parinirvana ). Saya beritahu Anda, Yuanji adalah Nama Dharma yang paling baik, tergantung bagaimana Anda memandangnya, Nirvana yang sangat sempurna, bukankah ini berarti Anda adalah Buddha ! Bukankah Parinirvana adalah Buddha ? Parinirvana bukan berarti mati ! Nirvana yang paripurna, itulah yang dikatakan oleh Sang Mahabhiksu, menganugerahkan Nama Dharma : “Yuanji.”

Di antara para bhiksu kita, ada satu yang saya anugerahi Nama Dharma : “Lian-en”. Ia berasal dari Taiwan Lei Tsang Temple, datang kemari untuk mengikuti kelas pendalaman bagi bhiksu-bhiksuni baru. Jangan mengira Nama Dharma yang saya anugerahkan sangat aneh, segala sesuatu baik , inilah apratihata. Orang bertanya : “Bagaimana kesehatanmu akhir-akhir ini ?” , jawab : “En!”, “Bolehkah kamu membantu saya ?” , jawab : “En !” Semuanya dijawab : “En !” En dari aksara ‘kou’ dan ‘en’, artinya “Okay.”, artinya semuanya serba “Okay.”, semuanya baik, inilah yang terbaik, inilah Nama Dharma apratihata. Apa pun boleh, apa pun tiada masalah, apa pun baik adanya. Orang mengatakan : “Baik tidak ?” , jawab : “En !”, “Akhir-akhir ini Anda pergi ke mana ?”, jawab : “En !”, yang penting semuanya baik. “Bagaimana kesan Anda di sini ?” jawab : “En !”, semuanya baik ! Lihatlah, inilah paripurna, inilah apratihata, tiada yang merintangi Anda. 

◎ Nomor kendaraan Benz saya terdahulu adalah 546 ( wu si liu ), orang mengatakan homofon dengan kata : “Matilah saya.” ( wo si liao ). Saya mengatakan : “Tidak ! Menurut saya justru homofon dengan ‘Tiada persoalan’” ( wu shi liao ), homofon dengan “Tiada persoalan” bukannya “Matilah saya”, tiada lagi persoalan apa pun, tiada persoalan apa pun adalah apratihata, sekalipun benar-benar “Matilah saya.”, ini juga apratihata, matilah saya, berarti hanya saya seorang yang mati, tidak mencelakai orang lain, ini juga apratihata, yang telah berlalu biarlah berlalu, saat ini juga akan berlalu, walaupun kelak 546 ( meninggal dunia ), semuanya tiada rintangan,  tetap apratihata, tiada suatu apa pun yang bukan merupakan apratihata. Sayalah yang menemukan Filosofi Apratihata.

Saya pernah menceritakan sebuah lelucon, ada seorang tua yang keras kepala, saat anaknya mengatakan Timur, maka orang tua itu akan mengarah ke Barat, jika Anda memintanya membeli semangka, maka dia akan membeli labu, demikianlah dia sangat keras kepala. Oleh karena itu saat dia meninggal dunia, anaknya meminta bhiksu menuliskan : “Terlahir di Vaiduryaloka di Timur.” Bhiksu itu bertanya : “Mengapa demikian ? Semua orang ingin terlahir di Sukhavatiloka di Barat, mengapa Anda bersikeras ingin beliau terlahir di Vaiduryaloka di Timur ?” Dia menjawab : “Anda tidak tahu orang tua ini sangat keras kepala, Anda memintanya terlahir di Barat, maka dia akan pergi ke Timur, Anda memintanya terlahir di Timur, maka dia pasti terlahir di Sukhavatiloka Barat.” Ini hanyalah lelucon ! Sesungguhnya Vaiduryaloka Timur, Sukhavatiloka Barat, Avatamsakaloka dan sepuluh penjuru Buddha-ksetra saling terhubung, dalam Amitabha Sutra dikatakan, saat menekuni bhavana di Sukhavatiloka, membawa semua pujana kemudian mengarungi dan membawanya ke sepuluh penjuru lokadhatu untuk dihaturkan kepada semua Buddha Bodhisattva, oleh karena itu bisa mengunjungi semua Buddhaloka di sepuluh penjuru. 
Avatamsakaloka memuat semua loka di dalamnya, semua Buddha-ksetra berada di dalam Avatamsakaloka, ini disebut apratihata, sepuluh penjuru tanpa rintangan. Dalam Buddhisme ada sebuah terminologi : “Vertikal menembus tiga masa, horizontal memenuhi sepuluh penjuru.” Maknanya adalah, sebelah atas, bawah, tengah, juga tiga masa, masa lampau, saat ini dan yang akan datang, semuanya saling tembus ; Horizontal memenuhi sepuluh penjuru, yaitu Timur, Barat, Selatan dan Utara, ditambah dengan empat penjuru yang lain, menjadi delapan penjuru, kemudian ditambahkan atas dan bawah menjadi sepuluh penjuru. Horizontal memenuhi sepuluh penjuru, saling tembus. Vertikal menembus tiga masa, horizontal memenuhi sepuluh penjuru, inilah Dharmadhatu apratihata. Melalui pengulasan ini, Anda dapat memahaminya dengan jelas. 

Ceritakan sebuah lelucon, Si Istri bertanya : “Mengapa pria suka dada besar ?” Si Suami menjawab : “Supaya bayi dapat meminum susu yang sehat, ini adalah tanggung jawab seorang ayah.” Si Istri bertanya : “Mengapa pria menyukai wanita cantik ?” Si Suami menjawab : “Demi memperbaiki keturunan, ini adalah kewajiban seorang cucu.” Si Istri bertanya lagi : “Mengapa pria menyukai yang langsing ?” Si Suami menjawab : “Inilah teladan dari kisah Kong-rong yang mengambil buah kecil dan membiarkan yang besar untuk kakaknya, yang besar harus direlakan untuk orang lain, inilah kebajikan tradisi Tionghoa.” 

◎ Mengapa Mahaguru menggunakan kisah humor untuk menuntun insan ? Apakah dasarnya ? Sebab kisah humor saling tembus dengan Buddha Dharma, tiada rintangan. Mengapa bhiksu lain tidak menggunakan lelucon untuk menuntun insan, itu merupakan pemikiran mereka pribadi, menurut pemikiran mereka, kisah humor tidak bisa digunakan untuk menuntun insan, menurut mereka hanya teori Buddhisme standar yang dapat digunakan untuk menuntun insan. Mahaguru berbeda, menurut Mahaguru tiada rintangan, tidak merintangi, cerita humor juga dapat digunakan untuk menuntun insan, sekalipun tidak tertawa, tetap dapat menuntun insan, tertawa juga dapat menuntun insan, semuanya bisa digunakan, tiada rintangan apa pun. Jangan mengira Mahaguru terlalu banyak melontarkan cerita humor, sesungguhnya di dalam cerita humor juga terdapat Dharma, inilah apratihata.
Lelucon ini berjudul : “Apakah Anda telah tertawa ?” Ada seorang pria yang mengendarai sampai ke sebuah loket, melihat petugas loketnya sangat cantik, pria itu terus menatapnya, petugas itu menoleh dan mengatakan : “Hati-hati tiang !” ( Kata ‘xiao-xin-gan’ / “hati-hati tiang” homofon dengan sayang kecilku ) Pria itu kegirangan dan mengatakan : “Engkau adalah sayangku yang mungil.” Petugas itu mengatakan lagi : “Hati-hati tiang !” Pria itu langsung menyahut : “Sayang mungilku !” Saat itulah, “Brak !” tiang loket jatuh mengenai mobil, mobil itu pun rusak. Petugas itu mengatakan : “Rasakan ! Diminta hati-hati ada tiang, hati-hati tiang, Anda malah tidak mendengar !” Pelafalan ‘tiang’ homofon dengan ‘hati’ , yang berbicara dalam Bahasa Inggris tidak akan paham, yang bicara dalam Bahasa Mandarin akan memahaminya. Ada seorang suami yang telah lama pergi untuk melakukan perjalanan bisnis, putrinya yang berusia empat tahun bertanya kepada Mama : “Papa dalam perjalanan bisnis, kenapa tidak melahirkan adik laki-laki atau adik perempuan, supaya ada yang menemani !” Mama mengatakan kepada putrinya : “Hal ini baru bisa terwujud setelah papa kembali.” Putrinya mengatakan : “Mengapa kita tidak memberinya kejutan saja ?” Sebenarnya ucapan anak itu tergolong apratihata, sedangkan ibunya justru mempunyai rintangan.  Siapakah yang paling apratihata ? Hati kumara, hati kanak-kanak yang paling apratihata. Oleh karena itulah Mahaguru menyukai anak-anak, sebab orang dewasa telah terintangi. Mahaguru telah menekuni Buddhisme hingga saat ini, berubah menjadi sama dengan anak-anak, tiada rintangan dalam berbicara, sebab tidak pernah bertujuan mencelakai orang, tidak pernah berniat seperti itu, hanya timbul reaksi langsung. Tingkat bhavana yang demikian disebut apratihata.

Lelucon ini mengenai anak-anak, seorang anak bertanya kepada mama : “Ma, mengapa mama mau dinikahi papa ?” Mama menjawab : “Saat itu mama buta, sehingga mau dinikahi oleh papamu !” Anak itu ganti bertanya pada papanya : “Mengapa keluarga kita sangat miskin ?” Papa mengatakan : “Uang keluarga kita semuanya sudah diberikan kepada mama untuk mengobati kebutaannya !” Lihatlah, tetap anak-anak yang lebih polos ! Orang dewasa sudah memiliki pertimbangan, mempertikaikan segala hal, lihatlah apa yang dikatakan oleh mama : “Saat itu mama buta, sehingga mau dinikahi oleh papamu !” Akhirnya papa mengatakan “Uang keluarga kita semuanya sudah diberikan kepada mama untuk mengobati kebutaannya !” Orang dewasa akan bertikai, anak-anak tidak. Ah ? Tapi anak-anak masih bisa berebut mainan, namun rebutan mainan juga hanyalah hati kanak-kanak, juga merupakan reaksi langsung. 

“Atiyoga Tantrayana ini pada hakikatnya transmisi antara Buddha dengan Buddha, tidak sama dengan penjelasan yang lain.” Ini adalah apratihata, tingkatan yang sangat tinggi, tingkatan bhavana yang sangat tinggi adalah apratihata, apratihata juga ditransmisikan antara Buddha dengan Buddha, tidak sama dengan penjelasan yang lain. 
“Hanya orang yang berkapasitas suci dan agung dapat memahami Sadhana Dzogchen, sedangkan orang pada umumnya hanya dapat menekuni metode sutrayana. Ternyata ‘Inilah’ makna ‘Tak Terkatakan’ dari Sakyamuni Buddha.” Kata “Inilah” adalah Dharmadhatu apratihata, apakah di dunia ini ada rintangan ? Ada ! Contohnya saya pernah tiba di sebuah restoran, saya akan bertanya : “Di mana pemiliknya ?” , “Pemiliknya tahu Anda akan datang, oleh karena itu dia tidak keluar.” Saya bertanya : “Mengapa dia tidak keluar ? Apakah dia tidak mengharapkan kehadiran saya ?” , “Bukan demikian, pemilik restoran kami adalah umat Buddha, tapi dia mengikuti organisasi XX, begitu tahu Mahaguru Lu akan tiba, maka dia tidak keluar untuk menemui Anda.” Mendengarnya saya mengatakan : “Amituofo !” Dharmadhatu tanpa rintangan.
Ingatkah Anda ? Dalam festival bahari kali ini, saya dan Gurudara tiba di sebuah stan, berjumpa dengan seorang saudari Sedharma yang dahulu sangat baik, saya dan Gurudara hendak pergi ke stan itu untuk berbincang dengannya. Begitu melihat kedatangan kami berdua, dia langsung pergi dari pintu belakang, dia langsung lenyap. Tak berapa lama, kami membalikkan badan untuk pergi, melewati stan itu lagi, Eh ? Saudari Sedharma itu ada di sana ! Kebetulan berhadapan muka, saya mengatakan : “Hei ! Apa kabar !” Begitu melihat kedatangan kami, dengan kaku dia menganggukkan kepala ( Mahaguru memperagakan ) , mendadak, dia langsung lenyap dari samping. Ya Tuhan ! Dharmadhatu tanpa rintangan, pada hakikatnya merupakan semesta tanpa rintangan, apakah kami demikian menakutkan ? Gunung Zhongtai memiliki sebuah vihara cabang bernama Fobao di Seattle, di sana semua adalah bhiksuni, postur tubuhnya tinggi, parasnya sangat paripurna. Saya beranjali kepada mereka, mereka semua membalas anjali dengan senyuman. “Amituofo ! Avalokitesvara Bodhisattva !” Mereka tersenyum, hati kami sangat bahagia. Sedangkan saudari Sedharma yang barusan, wess.. langsung lenyap, tidak mau bertemu dengan kami. Kelak di Sukhavatiloka, kebetulan saya juga ada di sana, saat Anda melihat saya, kemudian Anda langsung wesss… apakah Anda hendak melarikan diri ke loka yang lain ? Mengapa jadi begini ?

◎ Maksud Mahaguru membabarkan loka apratihata adalah : Hati Anda sangat luas, mampu menampung trisahasramahasahasralokadhatu, semua insan berada dalam hati Anda, tiada orang yang merintangi Anda, tiada orang yang menghindari Anda, tiada yang dibenci, tiada musuh, inilah Dharmadhatu apratihata, semesta tanpa rintangan. Apabila bhavana Anda mencapai tingkatan demikian, barulah Anda memiliki kualifikasi menjadi Buddha !

Sebuah lelucon yang nyata, saat  Si Kecil Shang-hai melihat Nona Xiaoyue dari Chengdu, saya mengatakan Nona Xiaoyue berasal dari Chengdu, mata Si Kecil Shang-hai langsung berputar ke atas, ini juga perlu diubah. Tiada yang disukai dan tidak disukai, tiada cinta, benci, asmara, dendam, inilah Dharmadhatu Apratihata. Dharmadhatu ini sedikit mirip dengan “Dunia Kesetaraan” dari Konfusius. Yang dikatakan oleh Konfusius adalah dunia fana ini, sedangkan yang dikatakan oleh Sang Buddha adalah Dharmadhatu. “Dunia Kesetaraan” adalah sebuah ideal, namun Konfusius telah memikirkannya, memandang seluruh dunia sebagai satu keluarga, tidak mengacu pada ego, juga bukan sebuah negara, seluruh dunia adalah satu keluarga, inilah “Dunia Kesetaraan” dari pemikiran Konfusius. Sang Buddha membabarkan Dharmadhatu Apratihata, semesta tanpa rintangan, semua agama melebur menjadi satu, tiada rintangan. Pada hari itu, Yesus juga hadir menganugerahkan jamahan kepala kepada Anda semua, saya sendiri tidak menolak ajaran kristiani, bukan karena saya pernah dibaptis dalam agama Kristen, bahkan terhadap agama Katolik saya juga tidak menolak, terhadap agama Islam juga tidak menolak. Hati saya melingkupi, Dharmadhatu Apratihata, semesta tanpa rintangan, ini sangat penting, yang mampu mempraktikkannya disebut Samatajnana, ini juga merupakan Mahaparipurnajnana. 

Om Mani Padme Hum.

sumber : 
http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=29&csid=50&id=46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net