Sabtu, 29 Agustus 2015

Melestarikan Tempat Pemujaan

Vaapiikuupataatakaani devataayatananii ca,
Annapradaana maramah purtamityabhidhiyate.
(Sarasamuscaya.216)

Maksudnya:
Perbuatan Putra itu adalah membuat dan melindungi waduk air, tempat Pemujaan (Dewa Grha), tempat peristirahatan, tempat persembahan untuk melakukan pemujaan, persembahan makanan, tempat peristirahatan untuk para pelancong. Semuanya itu sebagai suatu amal yang mulia. 


DALAM Sarasamuscaya 215 dan 216 ada disebutkan dua jenis perbuatan kebajikan yang sangat mulia yaitu ''Ista dan Purta''. Yang dimaksud dengan Ista itu adalah melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Eka Agni dan Tri Agni dalam upacara Agni Homa atau Agni Hotra. Yang dimaksud dengan Sang Hyang Eka Agni itu adalah api suci ilmu pengetahuan yang di dalam Bhagawad Gita disebut Jnyana Agni. Orang yang mampu melepaskan ikatan duniawi dengan menyalakan api ilmu pengetahuan sucinya (Jnyana Agninya) itu dapat disebut sebagai Pandita. Sang Tri Agni itu dalam Sarasamuscaya adalah Sang Hyang Ahawanya Agni yaitu api suci untuk menyucikan makanan. Ini artinya carilah makanan dengan cara-cara yang suci. Grha Patya Agni adalah api perkawinan untuk membangun rumah tangga yang mulia dan Citta Agni adalah api suci yang mengantarkan Sang Hyang Atma menuju alam niskala. Itulah perbuatan mulia yang disebut Ista sebagai Yadnya yang bernilai rohani. 

Sementara yang disebut Purta adalah perbuatan membangun dan melindungi waduk sumber air, tempat pemujaan yang disebut Dewa Grha, tempat peristirahatan umum, tempat umat mempersembahkan sarana pemujaan, balai perhentian para pelancong (wisatawan), bangunan untuk pasar. Semua perbuatan yang disebut Purta itu adalah perbuatan yang sangat mulia. 

Yang sangat patut kita perhatikan adalah dalam menghadapi gejolak zaman adalah perbuatan melindungi tempat pemujaan. Umat Hindu di Bali memiliki dua jenis tempat pemujaan. Pertama tempat pemujaan untuk memuja Tuhan dengan segala manifestasinya disebut Dewa Pratista. 

Kedua tempat pemujaan roh suci leluhur yang disebut Atma Pratista. Kedua tempat pemujaan itu membutuhkan areal khusus baik dalam areal pekarangan rumah maupun dalam areal pemukiman umat. Menghadapi dinamika kehidupan masyarakat industri akan makin banyak muncul tantangan hidup yang makin kompleks. 

Salah satu tantangan hidup itu adalah makin luasnya areal tanah yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat industri. Kalau kita kurang hati-hati menangani hal ini dapat saja areal untuk mendirikan tempat pemujaan makin terdesak. Bahkan, areal tempat pemujaan seperti Sanggah atau Merajan yang sudah ada bisa dikorbankan demi memenuhi gaya hidup masyarakat industri. Kehidupan masyarakat industri akan menjadi sangat positif apabila kita dapat menumbuhkan gaya hidup yang seimbang antara memperhatikan kehidupan duniawi dan kehidupan rohani. 

Sayang dalam membangun keseimbangan hidup itu umumnya baru sebatas wacana. Bahkan, cenderung menjadi hiasan bibir belaka. Aktivitas hidup yang bertemakan rohani pun dalam kenyataannya lebih menonjolkan aspek duniawinya. Kalau keseimbangan itu tidak menjadi sikap hidup yang sesungguhnya maka perlindungan terhadap areal tempat suci akan makin mengkhawatirkan. Lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat industri yang sudah berada pada era post modern. 

Kehidupan yang sangat pluralistis pada era post modern ini persaingan hidup akan menjadi pertandingan hidup yang makin lesu. Mengapa mereka sangat jarang memfungsikan tempat sucinya sebagai media untuk melakukan proses purifikasi atau pemurnian diri. Kalau tempat pemujaan itu benar-benar difungsikan dengan baik, mereka akan merasakan betapa besar manfaat tempat suci itu untuk membangun ketenangan jiwa. 

Ketenangan jiwa itu adalah aspek yang paling penting dalam kehidupan di dunia ini. Dari jiwa yang tenang itu akan muncul berbagai gagasan positif menanggulangi masalah kehidupan yang makin kompleks ini. Dengan demikian tempat pemujaan itu akan dianggap bernilai tinggi dalam hidupnya. Melindungi tempat pemujaan, apa lagi tempat pemujaan itu warisan dari leluhur adalah sesuatu yang sangat mulia. Adalah menjadi suatu kewajiban suci bagi setiap orang untuk melindungi warisan leluhurnya yang bernilai suci itu. Akan menjadi suatu perilaku dosa bagi mereka yang tidak melindungi nilai-nilai suci yang diwariskan oleh leluhurnya. 

Mengabaikan tempat suci warisan leluhur, apalagi sampai warisan itu hilang, sungguh suatu kelalaian yang sangat fatal. Karena itu, berhati-hatilah menentukan gaya hidup. Hindari gaya hidup yang berlebihan dalam mengikuti gejolak zaman modern yang makin hedonistis. Kembali kepada jati diri, yakni mengendalikan diri dan hawa nafsu yang bisa menyesatkan. Jika bisa kurangi gaya hidup modern, sehingga tanah atau ruang suci tidak dikorbankan hanya untuk kepentingan sesaat. 

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net