Senin, 17 Agustus 2015

Mencari Pemimpin yang Berbudi Luhur

Indriyaanaam jaye yoga.
Samaatistheddivanicam
Jitendriyoh hi saknoti.
Vage staapayitum prajah.
(Manawa Dharmasastra VII.44) 

Maksudnya:
Siang dan malam pemimpin itu hendaknya berusaha mengendalikan indrianya sekuat tenaganya. Sebab, pemimpin yang telah mampu menundukkan indrianya sendiri dapat mempengaruhi rakyatnya untuk patuh. 

MENCARI pemimpin yang pintar berilmu pada zaman banyaknya lembaga pendidikan formal menghasilkan orang pintar dewasa ini tidaklah sulit. Mencari pemimpin yang memiliki kemampuan mengendalikan indrianya yang sulit dewasa ini. Pemimpin yang memiliki kesadaran budi mengendalikan pikirannya dan pikirannya yang kuat adalah pikiran yang mampu mengendalikan indrianya. Kalau kesadaran budi itu menguatkan pikiran maka indria pun akan dapat dikendalikan oleh pikiran yang kuat itu. Keadaan diri yang seperti itulah dapat menjadi media untuk mengejawantahkan kesucian Atma dalam diri. 

Hal tersebut tersirat dalam Bhagawad Gita III.42. Panca Maya Kosa atau lima hal yang menyelubungi kesucian Atman akan dapat ditembus oleh kesucian Atman apabila keadaan diri seseorang seperti yang diajarkan dalam Sloga Bhagawad Gita di atas. 

Oleh karena itu, seorang pemimpin sebelum berikhtiar mengendalikan orang lain hendaknya ia terlebih dahulu setiap hari berusaha untuk terus-menerus berjuang mengendalikan indrianya. Kautilya Arthasastra menyatakan sebagai berikut: Asvendriyascaturanto'pl raja sadyo vinasyatl. Artinya, pemimpin yang tidak menguasai indria-indrianya, walaupun pemimpin itu kuat dan sakti, ia akan segera binasa. 

Pemimpin itu bukanlah seorang penguasa, tetapi seorang pelayan untuk mengkoordinasikan berbagai aspirasi mereka yang dipimpin. Secara psikologis pemimpin itu memang dilingkari oleh berbagai godaan. Karena ia dipentingkan, pemimpin itu cenderung menganggap dirinya menjadi orang penting yang harus mendapatkan sesuatu yang lebih dari mereka yang lainnya. Tanpa pandai mengontrol diri karena merasa diri dipentingkan itu dapat menjerumuskan diri menjadi orang yang sombong. Lebih-lebih pemimpin itu tujuannya mau menjadi pemimpin untuk mendapatkan ketenaran, fasilitas dan mendapatkan berbagai kesempatan untuk kepentingan dirinya yang sempit. 

Pemimpin karena dikehendaki oleh masyarakat akan berbeda dengan pemimpin yang membentuk tim sukses untuk menyukseskan dirinya mendapatkan jabatan pemimpin. Apa lagi tim sukses itu memiliki berbagai kepentingan untuk dirinya. Karena merasa berhutang budi kepada tim sukses, maka kepentingan para tim sukses itulah yang akan lebih diutamakan daripada kepentingan rakyat. 

Apalagi, tim sukses itu dengan susah payah sebelumnya menggalang dukungan buatan dari arus bawah. Seorang pemimpin yang muncul karena cara-cara yang tidak benar itu akan sulit mengembangkan kepemimpinan yang berbudi. Kalau pemimpin itu murni muncul dari bawah maka masyarakat akan memunculkan pemimpin yang berbudi. 

Masyarakat memunculkannya karena telah merasakan sentuhan budi pekertinya yang baik setiap hari. Ciri pemimpin yang berbudi itu adalah pemimpin yang selalu lebih mementingkan pengabdian kepada rakyat yang lemah dan menderita untuk diajak membangun kesejahteraan hidup yang adil dan benar. Dewasa ini banyak pemimpin yang lebih mementingkan hidup bersenang-senang dengan menggunakan fasilitas publik. Mobil mewah, rumah mewah, ruang kerja yang luas dan mewah, biayai perjalanan yang berlimpah. Biaya siluman dari kiri, kanan, muka, belakang. 

Keadaan yang demikian masih banyak menggeluti pemimpin dewasa ini. Tampilan pemimpin yang demikian itu masih banyak kita saksikan, karena belum berhasilnya sistem sosial politik merekrut pemimpin yang berbudi. Agama belum berhasil dijadikan media untuk membangun kesadaran budi untuk mengekspresikan kesucian Atman dalam perilaku. Hal ini terjadi karena kehidupan beragama masih diselimuti oleh penyakit formalistis. 

Kegiatan beragama terlalu banyak dilakukan berdasarkan rekayasa instansional. Beragama adalah merupakan hak asasi yang paling fundamental. Akibat terlalu banyak intervensi instansi formal umat sepertinya tidak memiliki kebebasan untuk menjalankan hak asasinya yang paling fundamental itu. Padahal dalam ajaran agama banyak disediakan jalan untuk dipilih. 

Kurang tepatnya sistem beragama yang diterapkan, maka kegiatan beragama belum banyak menghasilkan pemimpin yang berbudi. Lebih-lebih karena mereka menduduki jabatan penting. Sepertinya mereka orang yang paling benar mengamalkan ajaran agama. 

* I Ketut Gobyah 

 sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net