Senin, 14 September 2015

Beragama dengan Mentradisikan Supremasi Spiritual

Indriyaani paraany aahur
Indriyebhyah paraam manah.
Manasas tu paraa budhir.
Yo buddheh paratas tu sah.
(Bhagavad Gita.III.42) 

Maksudnya:
Sempurnakanlah indriamu, tetapi hendaknya lebih sempurna pikiranmu. Lebih sempurna dari pikiran adalah budhi. Yang paling suci adalah Atman


SLOKA suci Bhagavad Gita ini memberikan umat manusia tuntunan yang sangat praktis untuk mencapai hidup yang idealis. Dalam sloka tersebut dinyatakan, dalam hidup ini yang harus dikerjakan adalah merawat indria agar ia dapat berfungsi dengan sempurna sebagai alat untuk menjalani hidup. Tetapi diingatkan kesempurnaan indria itu harus berada di bawah kesempurnaan pikiran. 

Membangun indria itu justru agar ia disiapkan untuk patuh pada pikiran. Sebab, Manawa Dharmasastra menyatakan bahwa Manah itu adalah rajanya Indria. Jadinya indria tidak boleh dikembangkan sampai mengalahkan pikiran. Namun, kesempurnaan pikiran jangan sampai melampaui kesadaran Budhi. Yang paling suci dalam diri manusia adalah Atman. Atman itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan Brahman Tuhan Yang Mahaesa. 

Upanisad menyatakan: Brahman Atman aikyam. Agar kesucian Atman dapat diimplementasikan dalam hidup maka semua selubung Atman itu harus diupayakan sebagai alat untuk mengekspresikan kesucian Atman dalam kehidupan sehari-hari. Kalau masih saja dalam kehidupan beragama lebih mengembangkan tradisi menajamkan gejolak indria itu jelas tidak sesuai dengan makna sloka Bhagavad Gita tersebut di atas. Tradisi beragama yang menonjolkan pesta-pora berhuru-hara dan menggelar berbagai kegiatan judi itu akan membangkitkan indria sampai menguasai pikiran dan mengaburkan kesadaran Budhi. 

Kondisi diri seperti itu tidak mungkin dapat mengekspresikan kesucian Atman dalam hidup. Kehidupan beragama semestinya mengupayakan munculnya proses tradisi yang mengutamakan supremasi menguatkan spiritual menguasai kesadaran Budhi, kecerdasan pikiran dan kepekaan indria. 

Melakukan meditasi melalui makemit seperti yang membudaya di Lombok semalam suntuk misalnya, hal itu akan dapat menguatkan supremasi kekuatan spiritual pada diri. Melakukan perjalanan suci atau bertirtha yatra ke tempat-tempat suci. Upawasa, mona brata, berjapa dan yang sejenisnya. Kalau hal itu dapat ditradisikan dalam kehidupan beragama maka supremasi nilai-nilai spiritual akan menguasai kehidupan beragama. Hal ini akan dapat mengekspresikan perilaku mulia sebagai hasil dari proses tradisi beragama seperti itu. 

Dalam tradisi beragama memang harus ada proses untuk penguatan indria dan pikiran. Namun, proses penguatan itu dalam rangka menyiapkan indria dan pikiran membantu kesadaran Budhi mewujudkan kesucian Atman dalam kehidupan sehari-hari. Kalau tradisi beragama memberikan ruang dan peluang pada supremasi kadar spiritual maka kadar intelektual dan kadar emosional pun akan dapat diarahkan menjadi media pengejawantahan kesucian Atman. 

Sloka Bhagavad Gita tersebut di atas hendaknya dapat dijadikan landasan acuan dalam membangun tradisi beragama Hindu yang secara nyata dapat membawa umatnya hidup sejahtra secara individual maupun sosial. 

Dewasa ini ada asram mengajak umatnya untuk memilih makanan yang Satvika. Makanan yang Satvika menurut Bhagavad Gita XVII.8 adalah makanan yang dapat meninggikan hidup, tenaga, kekuatan rohani, kesehatan, kebahagiaan, dan suka cita. Dalam setiap persembahyangan bersama umat disuguhkan makanan yang Satvika setelah dijadikan bahan persembahan atau bebantenan. 

Demikian juga saat ini makin banyak berkembang restoran vegetarian. Swami Satya Narayana menyatakan untuk melatih indria agar sehat dan patuh pada arah pikiran diawali dengan melatih lidah untuk merasakan makanan yang Satvika dan mengucapkan kata-kata yang tidak mengandung kejahatan, kebohongan, fitnah, dan kata-kata kasar. Kalau indria lidah dapat dikendalikan maka indria yang lainnya akan lebih mudah. 

Tradisi yang wajib juga dikembangkan adalah untuk meningkatkan kualitas intelektual melalui program dharma tula yang teratur mengenai persoalan-persoalan mengelola hidup menurut pandangan agama Hindu. Jaba tengah atau jaba sisi dari areal pura sangat baik dijadikan tempat melakukan dharma tula seperti ini. Dharma tula ini untuk melatih pikiran agar selalu berada digaris Satya. 

Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan pikiran disucikan dengan Satya. Sedangkan penguatan Budhi Nurani dangan Jnyana. Mengembangkan kesucian Atman dengan tapa brata. Tahapan-tahapan melatih unsur-unsur diri inilah yang dikembangkan menjadi tradisi beragama Hindu. Dengan demikian kegiatan beragama Hindu akan dapat secara nyata memberikan kontribusi menciptakan umat yang sehat secara fisik, tenang secara rohani dan cerdas dalam berpikir. 

I Ketut Gobyah 

  sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net