Sabtu, 26 September 2015

Dosa kalau Pendidikan tanpa Karakter

Ojasca me, sahasca me, atma ca me
Tanuusca me, sarma ca me.
Varma came, yajnena kalpantam.
(Yajurveda XVIII.3) 

Maksudnya:
Semoga melalui yadnya kami memperoleh sifat-sifat utama seperti: kemuliaan, kejayaan, kekuatan rohani, kesehatan jasmani, kesejahteraan dan perlindungan Tuhan. 


Menyelenggarakan pendidikan sesungguhnya suatu yadnya yang sangat mulia. Dalam Bhagawad Gita IV.33 dinyatakan persembahan berupa ilmu pengetahuan suci (Jnyana Yadnya) dinyatakan jauh lebih utama daripada beryadnya dengan harta benda. Karena lewat pendidikanlah akan dapat melahirkan orang-orang arif bijaksana. Hidup tanpa kearifan adalah hidup menuju kehancuran. 

Hakikat penyelenggaraan pendidikan lewat sekolah adalah untuk melakukan Jnyana Yadnya membangun manusia-manusia berkarakter mulia. Penyelenggaraan pendidikan tanpa membangun karakter yang luhur sesungguhnya pendidikan itu akan menyebar dosa. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak semata-mata mengajarkan peserta didik untuk mencari nafkah. 

Pendidikan harus melahirkan manusia yang memiliki kemampuan mengelola hidupnya dengan baik dan benar. Tanpa membangun karakter yang luhur pendidikan itu akan menimbulkan dosa sosial. Demikian pandangan Mahatma Gandhi tentang hal yang dapat menimbulkan dosa sosial. 

Kalau sekolah menyelenggarakan pendidikan untuk mengajar peserta didik hanya untuk mencari nafkah, maka pendidikan itu tidak akan membawa perbaikan hidup dalam masyarakat. Menyadari hal ini para penggiat Bali yang beragama Hindu setelah kemerdekaan mendirikan sekolah sebagai wadah untuk menyelenggarakan pendidikan dengan nilai tambah moralitas Hindu dan kebudayaan Bali.
Lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal tersebut untuk di Denpasar Bali ini berdirilah Yayasan Dwijendra dengan nuansa Hindu dan Yayasan Saraswati dengan nuansa kebudayaan Bali. Umumnya di kabupaten lainnya juga berdiri berbagai lembaga pendidikan swasta untuk menanamkan nilai-nilai Budaya Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Sebelum ada sistem penyeragaman yang bertarap nasional lembaga tersebut memang cukup berhasil mengembangkan dirinya sebagai lembaga yang dibanggakan oleh masyarakat Hindu di Bali. Kebanggaan itu timbul karena lembaga pendidikan yang bernuansa Hindu dan budaya Bali mampu menciptakan gerakan untuk mendalami dan mengembangkan agama Hindu dan budaya Bali dengan cara-cara modern dalam pengertian yang sebenarnya. 

Tradisi akan kuat kalau ia dipertahankan dan dikembangkan dengan cara-cara atau metodologi modern. Istilah modern hendaknya dipahami secara normatif. Setelah kuatnya sistem penyeragaman dan berkembangnya komersialisasi pendidikan maka lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dengan ciri khusus agama Hindu dan budaya Bali ini makin redup dan kehilangan semangat juang. 

Dewasa ini kita jumpai tidak adanya lembaga pendidikan yang satu dan yang lainnya di Bali saling mendukung karakater Hindu itu. Proses pendidikan pun makin meninggalkan jati dirinya menguatkan moral dan mental serta memberikan ilmu sebagai bekal peserta didik mengarungi hidup selanjutnya. Pengembangan karakter yang luhur dan bernuansa Hindu pun di Bali makin tidak bergema. Hal itu berjalan hanya bersifat formalitas struktural. 

Dalam menghadapi kemajuan zaman yang makin pluralistis ini mungkin perlu dipikirkan gagasan baru mengenai pendidikan karakter ini. Beban pendidikan itu perlu diseimbangkan antara pendidikan formal di sekolah dengan pendidikan di luar sekolah. 

Pendidikan di sekolah akan lebih baik diberikan beban lebih memprioritaskan pengembangan keterampilan dan keahlian pada peserta didik. Sedangkan pendidikan karakter yang bernuansa agama lebih ditekankan pada proses pendidikan di luar sekolah. 

Umat Hindu di Bali sangat banyak punya lembaga tradisional dan modern yang bukan sekolah. Lembaga inilah yang perlu difungsikan lebih serius untuk memberikan bobot spiritual membangun karakter Hindu bernuansa budaya Bali. Hakikat pendidikan adalah mengembangkan Karma Wasana yang merupakan pembawaan lahir. 

Karma Wasana itu mengandung Swabhawa yaitu bibit-bibit sifat dan Guna yaitu bibit-bibit bakat. Guna lebih banyak dikembangkan lewat pendidikan formal di sekolah. Sedangkan pengembangan Swabhawa atau bibit sifat lebih banyak dilakukan melalui pendidikan di luar sekolah melalui lembaga informal dan nonformal. 

Pendidikan di sekolah dan di luar sekolah itu tentunya harus bersinergi secara tepat. Jangan dilakukan hanya karena alasan instruksi instansi atasan semata. Lembaga pendidikan yang bernuansa Hindu dan budaya Bali diberikan berkreasi mengembangkan hal tersebut tanpa di intervensi oleh kepentingan komersial dan politik. 

* I Ketut Gobyah 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net