Selasa, 08 September 2015

Pagerwesi, Hari Pemujaan Tuhan sebagai Guru

Imam lokam maatrbhaktya
Pitrbhaktyaa tu madhyamam.
Gurususrusaya twewam
Brahma lokam samasnute.
(Manawa Dharmasastra. II.233) 

Maksudnya:
Dengan berbakti pada ibu, ia mencapai kebahagiaan di bumi ini. Dengan berbakti pada ayah, ia menikmati kebahagiaan di dunia tengah. Tetapi dengan ketaatan pada Guru spiritual, ia mencapai Brahma Loka. 


PADA hari Budha Kliwon Sinta menurut Lontar Sunarigama dinyatakan sebagai hari Pagerwesi. Hari itu juga sebagai pemujaan pada Sang Hyang Pramesti Guru. Sang Hyang Pramesti Guru ini tiada lain adalah Tuhan dalam fungsi-Nya sebagai Guru alam semesta. Dari Tuhan itulah semua Guru diciptakan. Karena itu, semua Guru hendaknya memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Hyang Pramesti Guru atau Siwa Guru. Dalam Vana Parva 27.214 dinyatakan ada lima macam Guru yang patut disembah. Misalnya, Atman (guru pengajar). Mata Pita (ibu dan ayah). Agni sebagai Guru adalah Tuhan itu sendiri seperti Sang Hyang Pramesti Guru yang dipuja saat hari Pagerwesi. 

Atman sebagai Guru dalam tradisi Hindu di Bali di stanakan di Palinggih Batara Hyang Guru di Kamulan. Di palinggih ini distanakan Sang Hyang Atma yang telah mencapai Dewa Pitara sebagai Batara Hyang Guru. Dalam lontar Gong Wesi dan sumber-sumber lainnya palinggih Kamulan sebagai linggih Sang Hyang Atma dalam fungsinya sebagai Batara Hyang Guru. Atman ini juga Brahman yang menjadi sumber dan saksi kehidupan di bhuwana alit. 

Suara hati nurani itu sesungguhnya suara Sang Hyang Atma. Karena itu, sangat baik mendengarkan suara hati nurani sebagai guru. Guru inilah yang mengajarkan ilmu pengetahuan duniawi dan rohani. Kepada mereka juga wajib umat berbakti. Mengapa? Karena Sang Hyang Atma menjadi alatnya Tuhan untuk menyampaikan Guna Widya dan Tattwa Adyatmika. 

Mata Pita atau ibu dan ayah juga Guru Rupaka. Kepada beliau ini juga kita wajib berbakti. Apa lagi saat hari raya Pagerwesi sangat tepat kita renungkan kembali jasa-jasa lima Guru tersebut. 

Dalam kutipan Sloka Manawa Dharmasastra tersebut di atas dijelaskan bahwa dalam kehidupan kita di dunia ini, di samping memuja Tuhan hendaknya jangan pernah lupa berbakti kepada ayah dan ibu sampai pada leluhur sebagai Batara Hyang Guru. Kitab suci telah menjanjikan bahwa berbakti kepada ibu dan ayah akan berpahala kebahagiaan di Bhur dan Bhuwah Loka. 

Apalagi berbakti pada guru spiritual, kita akan dapat mencapai Swah Loka atau alam ketuhanan. Berbakti kepada Guru, bisa dilakukan saat hari raya Pagerwesi bagi umat Hindu di Bali, dan Guru Purnima bagi umat Hindu yang ada di India. Hari raya itu hanya sebagai peringatan saja. Maksudnya adalah agar umat selalu mengamalkan setiap saat apa yang diajarkan oleh lima Guru tersebut. Barang siapa yang mampu dan selalu hidup dengan berpegang pada apa yang digariskan oleh lima Guru tersebut ia pun hidupnya seperti berpagar besi. Ini artinya ia akan terlindung dari perbuatan yang Asubha Karma. 

Perlindungan yang paling utama adalah berlindung pada ilmu pengetahuan baik Guna Vidya maupun Tattwa Adyatmika. Demikian juga dalam Kekawin Nitisastra dinyatakan: Norana Mitra mangeluwihane wara guna maruhur. Artinya tidak ada sahabat yang melebihi dari bersahabat dengan ilmu pengetahuan. 

Berbakti kepada Guru itu tidak semata-mata dalam arti ritual dan menampilkan sikap etika semata kepada Guru. Lebih dari itu dalam hidup kita ini selalu dijalani dengan berpegang pada apa yang diajarkan Guru. Di samping itu, ilmu yang kita dapatkan dari lima Guru tersebut hendaknya diserap secara terpadu untuk didayagunakan dan meningkatkan kualitas hidup lahir batin. 

Mahatma Gandi menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan akan menimbulkan dosa sosial. Kalau pengembangan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari guru itu tidak digunakan untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, ilmu itu akan menimbulkan dosa sosial. 

Dewasa ini banyak pengembangan iptek justru digunakan untuk merangsang hawa nafsu. Hidup yang dikuasai oleh hawa nafsu akan menggeser umat manusia dari Dewi Sampad menuju Asuri Sampad. Dari kecenderungan kedewaan menuju kecenderungan keraksasaan. 

Hasil rekayasa iptek mendorong umat manusia makin menggeser orientasi hidupnya dari hidup untuk mencari ketenangan rohani menjadi hidup untuk mencari kesenangan indriawi. Kesenangan indria itu tidak ada batasnya. Bagaikan api disiram bensin. Makin disiram apinya akan makin membesar. Iptek seharusnya dikembangkan untuk menghasilkan berbagai hal yang mendorong umat manusia mengembangkan karakter yang mulia yang mendekatkan manusia pada karunia Tuhan. 

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net