Selasa, 13 Oktober 2015

Hidup Hemat, Jati Diri Orang Bali

Dharmenaarthah samaahaaryo.
dharmalabodham tridhaa dhanam.
kartavyam dharma paramam
maanavena prayatnatah.
(Sarasamuscaya 261).

Maksudnya: Caranya berusaha memperoleh pendapatan, hendaknya berdasarkan Dharma Dhana yang diperoleh karena usaha itu hendaklah dibagi tiga, guna melaksanakan tiga tujuan hidup itu. Perhatikanlah baik-baik.

---------------------------------------

SARASAMUSCAYA Sloka 261 itu menyatakan bahwa carilah uang itu berdasarkan Dharma. Selanjutnya gunakanlah perolehan itu untuk mewujudkan tiga tujuan hidup. Sloka Sarasamuscaya 261 itu dilanjutkan dengan Sloka 262 tentang pembagian penggunaan pendapatan yang dihasilkan berdasarkan Dharma. Rezeki hasil kerja berdasarkan Dharma itu hendaknya dipergunakan untuk mewujudkan tiga tujuan hidup yaitu Dharma, Artha dan Kama. Pertama, sebagai sarana untuk mendapatkan Dharma atau saadhana rikasidhaning Dharma. Yang kedua, adalah biaya untuk mengendalikan keinginan atau maka saadhana rikasiddhaning kaama.

Ketiga, untuk mengembangkan kembali artha tersebut atau maka saaddhana rikasiddhaning artha. Inilah tiga cara untuk mengelola pendapatan agar pendapatan itu benar-benar berguna bagi hidup manusia di dunia ini. Inilah sesungguhnya pedoman bagi umat Hindu dalam mengelola kehidupannya agar ia dapat mewujudkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia ini.

Yang harus diperhatikan benar-benar adalah penggunaan arjana atau perolehan untuk kaama. Penggunaan arjana untuk kaama itu bukan berarti perolehan itu sebagai alat untuk memuaskan kaama. Arjana atau perolehan itu justru untuk mengendalikan kaama yang memang sudah secara alami sering bergejolak. Jadinya hidup ini pertama-tama harus diupayakan adalah hidup berdasarkan Dharma.

Dalam Sarasamuscaya 263 selanjutnya dinyatakan kalau artha itu didapatkan berdasarkan Dharma itu namanya untung atau laabha ngarania. Sungguh akan mendapatkan kebahagiaan orang tersebut. Kalau Adharma dasarnya artha itu disebut kasmala atau perolehan yang ternoda namanya. Karena janganlah mencari artha tidak berdasarkan Dharma. Kemudian hasil yang didapatkan dari melakukan Dharma itu adalah sebagai sarana untuk mewujudkan tiga tujuan hidup di dunia ini. Inilah filosofi sebagai jati diri hidup orang Bali Hindu.

Itulah pedoman untuk mengelola hidup yang hemat dan wajar. Hidup hemat itu bukan untuk hidup sok miskin. Kalau pengelolaan hidup seperti itu dilakukan itulah standar hidup hemat. Hidup hemat hendaknya diartikan sebagai hidup yang tidak menyalahgunakan segala perolehan untuk kepentingan Adharma. Meskipun kita beruntung mendapatkan rezeki yang melimpah kalau digunakan berdasarkan pedoman Sarasamuscaya tersebut yang hemat. Hidup hemat itu adalah hidup yang terkendali secara seimbang. Seimbang menggunakan Arjana untuk mendanai kehidupan fisik material dan juga kehidupan mental spiritual. Seimbang juga dalam merencanakan kehidupan ini dengan melihat kehidupan sebelumnya dan harapan yang akan datang. Tidak dapat sekarang habis sekarang.

Di Bali ada suatu kearipan lokal yang genius dalam wujud kalimat dalam bahasa Bali: ''hidup cenik lantang, eda gede bawak''. Ini artinya segala penggunakan fasilitas hidup selalu menghitung hari esok. Orang Bali mengatakan ''apang ada tolih mani puane''.

Di samping itu, juga menghitung yang disebut oleh orang Bali Hindu: ''pelih beneh, patut tan patut, pantes tusing pantes.'' Hidup hemat itu tidak semata-mata menghitung kesesuaian dengan keadaan diri sendiri, tetapi juga menghitung kesesuaian dengan lingkungan. Pada zaman dahulu pernah terjadi orang Bali tidak seimbang dalam hidupnya. Cenderung orientasi hidupnya pada niskala. Apa lagi akan mengupacarai leluhur seperti ngaben. Sebagian terbesar aset keluarga yang diwariskan dihabiskan membiayai upacara leluhur yang meninggal. Habis upacara tersebut banyak orang menjadi semakin miskin. Padahal, menurut keyakinan Hindu leluhur yang telah meninggal sebelum moksha akan menjelma kembali.

Kalau beliau menjelma menjadi anak cucu kita, yang utama kita berikan adalah pendidikannya. Hal seperti ini seharusnya diperhitungkan. Demikian pula dalam melakukan kehidupan beragama hendaknya seimbang antara mendalami tattwa, susila dan upacara. Sebaliknya janganlah menghitung hidup hanya hari ini, hari esok urusannya esok saja. Hidup hemat itu juga adalah hidup yang selalu mempertimbangkan konsep berpikir atita, nagata dan wartamana. Apa yang kita lakukan pada masa kini (wartamana) hendaknya juga berorientasi pada masa lampau (atita). Meski demikian, jangan sampai juga kehilangan akar budaya masa lampau. Tetapi, tetap memiliki idealisme ke depan yang disebut nagata. Hidup tanpa berlandaskan berbagai perhitungan itu adalah hidup yang boros.

* I Ketut Gobyah 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net