Jumat, 30 Oktober 2015

Kesenjangan Struktural pada Masyarakat Bali

Na sa svo dakso varuna, dhrutih saa.
Suraa manyur vibhiidako acittih.
(Rgveda/VII.86.6.)

Maksudnya:
Sang Hyang Varuna menyatakan, manusia berbuat dosa bukan karena kemauannya sendiri, tetapi karmanya yang terdahulu yang menyebabkan berbuat begitu. Sebab-sebab dosa adalah: minuman keras, berbuat yang membahayakan dan ketidaktahuan.


Belakangan ini ada yang menyatakan bahwa berbagai aspek kehidupan di Bali sudah dalam keadaan terpuruk. Nampaknya wacana seperti itu terlalu berlebihan. Karena wacana itu dapat membuat berbagai upaya yang dilakukan oleh banyak pihak tidak dihargai sebagaimana mestinya.

Rakyat kecil yang sudah terbiasa hidup sederhana mungkin paling banyak jasanya dalam menghadapi berbagai krisis nasional yang bersumber dari kesenjangan global ini. Kesenjangan itu bersumber dari kesenjangan global. Dari tahun 1991 dan juga tahun 1998 badan pembangunan dunia UNDP telah memberikan data berbagai kesenjangan tersebut. Kesenjangan itu melanda semua negara. Beberapa negara tidak begitu berlama-lama mengatasi kesenjangan itu karena hanya sebagai kesenjangan ekonomi. Di Indonesia mengapa krisis ini berlanjut karena bukan hanya krisis ekonomi tetapi krisis moral dan mental.

Bali sebagai bagian dari Indonesia dan dunia tentunya tidak mungkin menghindar dari dampak krisis tersebut. Apalagi kehidupan di Bali sebagian terbesar hidupnya tergantung pada geliat pariwisata yang bersifat internasional.

Kesenjangan di Bali bukanlah kesenjangan kultural. Artinya, kesenjangan itu bukan karena budaya orang Bali sebagai penyebab kesenjangan tersebut.

Kesenjangan di Bali karena kesenjangan struktural. Sikap orang timur termasuk orang Bali umumnya sangat vertical oriented. Artinya, hanya mengikuti kehendak dari atas. Sikap ini menyebabkan munculnya sikap sosial yang umumnya mengikuti arus dari atas saja. Budaya ikut arus inilah yang menyebabkan berbagai kebijakan dari atas kurang dikritisi dari bawah.

Kesenjangan komunikasi atas bawah ini sebagai salah satu indikasi sumber kesenjangan di Bali. Berbagai data penelitian menunjukkan bahwa profit Bali dalam bidang ekonomi sangat luar biasa, tetapi yang kembali dinikmati warga Bali sangatlah kecil. Sebanyak 12% lebih hotel di Bali mendapatkan 80% tamu yang berkualitas. Tetapi, semua hotel tersebut pemiliknya berada dan berasal dari luar Bali.

Untuk memperkecil jurang kesenjangan di Bali harus ada kebijakan struktural yang berani untuk mengubah berbagai kebijakan yang membahayakan berbagai aspek kehidupan di Bali.

Kutipan Mantra Rgveda tersebut di atas menyatakan adanya empat perbuatan yang menimbulkan dosa. Empat perbuatan itu adalah mabuk, melakukan perbuatan yang membahayakan, judian dan kebodohan. Mabuk itu tidak semata-mata karena minum alkohol saja. Menggunakan kekuasaan untuk menyenangkan diri sendiri dan golongan serta para penjilat itu juga mabuk. Pengeritik untuk meluruskan keadaan selalu dijauhi dan dipinggirkan serta dibungkam dengan berbagai cara.

Padahal, kritik sebagai wujud fungsi kontrol merupakan salah satu dari lima fungsi manajemen kebijakan publik dengan mengabaikan fungsi kontrol sungguh sangat berbahaya. Berbagai kebijakan dan bahkan yang sudah menjadi aturan hukum pun sering dikalahkan oleh kehendak yang punya kuasa. Padahal, kebijakan dan aturan hukum itu dibuat dengan bersusah payah dan melibatkan berbagai pihak.

Banyak peluang untuk membangun kolaborasi sosial yang positif, tetapi oleh beberapa elite dijadikan media provokasi untuk meninggikan gengsi dan kehormatan golongan tertentu dan merendahkan golongan yang lain. Berbagai tradisi sesat dibiarkan berjalan tanpa koreksi dari elite yang punya akses untuk itu.

Berbagai kesalahpahaman dalam menjalankan tradisi beragama dibiarkan berjalan karena adanya sementara pihak yang mendapatkan keuntungan sosial dan ekonomi dari kesalahpahaman tersebut. Berbagai investasi bisnis sering dibiarkan begitu saja bergulir meskipun dilakukan dengan menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan dan ketidakadilan ekonomi.

Inilah yang menyebabkan berbagai geliat kehidupan di Bali yang sangat produktif, tetapi ujung-ujungnya melahirkan kesenjangan karena lemahnya komitmen struktural membangun kehidupan yang adil dan sejahtra. Jadinya Bali tidak mengalami kondisi yang statis membangun dirinya. Kehidupan di Bali sangatlah dinamis dalam berbagai bidang kehidupan. Tetapi, karena lemahnya komitmen kepemimpinan di Bali menegakkan kebenaran dan keadilan hal inilah banyak menimbulkan kesenjangan dalam beberapa bidang kehidupan. Untuk megatasi itu marilah kembali kuatkan diri mendayagunakan berbagai kearifan lokal yang bermuatan nilai-nilai universal untuk dijadikan pedoman membangun Bali. Memahami kearifan lokal yang bermuatan nilai universal itu jangan dipahami dengan kebodohan. Karena kebodohan sesuai dengan Mantra Rgveda di atas juga sebagai salah satu sumber perbuatan dosa. Nilai universal yang dikandung dalam kearifan lokal sering diabaikan.

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net