Kamis, 29 Oktober 2015

Koalisi Meredam Dendam

Paisunvam saahasam draham
Irsyaasuryaartha dusanam.
Wagdandajam ca paarusyam
Krodhajo'pi gano'sta kah.
(Manawa Dharmasastra, VII.48).

Maksudnya:
Membual, kejam, dengki, cemburu, fitnah, merampas harta orang lain, tidak adil, menghina, dan menyerang. Itulah delapan kejahatan yang ditimbulkan oleh dendam dan kebencian.


Munculnya koalisi politik yang dilakukan oleh para politisi dewasa ini sesungguhnya suatu momentum yang dapat didayagunakan untuk tujuan positif di luar aspek yang bernuansa politik. Apa pun tujuan dan alasan para politisi itu berkoalisi dalam konteks ini dapat diabaikan. Apakah mereka berkoalisi untuk memperjuangkan visi dan misi suci untuk menegakkan demokrasi atau berkoalisi untuk bagi-bagi kursi dan komisi, biarlah hal itu menjadi urusan para politisi. Masyarakat terutama umat Hindu di Bali dapat memanfaatkan suasana koalisi itu sebagai suatu kondisi untuk meredam berbagai dendam masa lalu. Apakah itu dendam pribadi, dendam soroh, dendam adat, dendam politik, dendam golongan dan lain sebagainya.

Krodha dalam ajaran Hindu itu lebih tepat diartikan dendam dan benci. Krodha itu kurang tepat kalau diartikan marah. Karena tidak semua marah didorong oleh rasa dendam dan benci. Ada marah yang penuh dengan petuah bagaikan naskah yang membuat hati menjadi cerah dan sebagai berkah dalam kehidupan.

Marah yang demikian itu pasti bukan karena dendam dan benci. Marah seperti itu muncul karena rasa kasih sayang kepada yang dimarahi. Yang dilarang oleh agama adalah marah karena dendam dan benci. Bahkan, banyak orang yang dendam dan benci tidak mengekspresikan dendam dan bencinya itu dengan marah. Ia lakukan dengan cara-cara licik sehingga tidak nampak dendam dan bencinya.

Para politisi berkoalisi untuk tujuan mengembangkan dinamika proses politik dalam rangka perjuangan memenangkan tujuan politik. Dampak sampingan dari koalisi itulah yang patut ditanggapi secara positif. Suasana koalisi ini dijadikan peluang untuk merenung secara rohani. Apa sih gunanya kita menyimpan dendam lebih dalam lagi mengapa terjadi dendam dan benci.

Renungan dengan kontemplasi rohani ini akan menimbulkan kristal spiritual yang jernih. Dengan jiwa yang jernih itu kita dapat melihat segala sesuatunya menjadi lebih terang dan jelas. Dengan demikian hati nurani pun akan jernih melihat mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.

Hati nurani yang jernih itu akan selalu menyuarakan kebenaran, kesucian dan keharmonisan (Satyam, Siwam dan Sundharam). Dendam dan benci itu jelas bersumber dari Klesa atau unsur yang dapat mengotori jiwa. Kalau ekspresi dendam dan benci itu terus dibiarkan bergejolak tidak diredam oleh Satyam, Siwam dan Sundharam akan memunculkan delapan kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam sloka Manawa Dharmasastra di atas.

Koalisi politik kalau berhasil akan mendatangkan keuntungan politik, stabilitas politik dan stabilitas pemerintahan negara. Dari stabilitas politik akan memunculkan stabilitas ekonomi dan sosial. Kalau upaya meredam dendam itu berhasil akan dapat meminimalkan delapan perilaku jahat. Adanya dendam dan benci dalam masyarakat tentunya ada sesuatu yang salah. Lewat perenungan rohani itu berbagai hal yang salah akan semakin nampak dengan jelas.

Suara hati nurani yang kuat akan selalu bersuara untuk berpijak pada yang benar dan suci membangun harmoni. Karena semua pihak akan hidup dirundung keresahan kalau terus memelihara dendam dan benci. Selama Satyam dan Siwam tidak ditegakkan tidak mungkin ada Sundharam yaitu keindahan dan keharmonisan.

Salah satu prosesi yang wajib dilakukan dalam upaya membangun ''ajeg Bali'' adalah meredam dendam dan benci masa lalu. Lihat masa depan yang cerah dengan terus berpihak pada nilai-nilai dharma yang telah mengkristal di Bali berwujud kearifan lokal. Kalau kearifan lokal itu masih tersimpan dalam naskah-naskah kuno dan dalam basa-basi adat maka kearifan lokal itu bagaikan benda-benda bertuah yang tersimpan di museum.

Sejarah masa lalu ada yang meninggalkan nilai-nilai luhur dan juga ada tradisi-tradisi yang sudah usang. Nilai yang luhur seperti berbagai kearifan lokal itu patut kita pelihara dan kembangkan untuk menapaki hidup masa kini dan yang akan datang. Karena dalam kearifan lokal itu banyak mengandung nilai-nilai yang universal yang dapat diaktualkan dalam kondisi kontekstual masa kini dan yang akan datang. Namun, ada juga peninggalan masa lalu yang patut diikhlaskan untuk dilepaskan dan kembali pada jalan yang benar dan suci itu.

Untuk menggerakkan kembali pada zaman yang benar dan suci itu dibutuhkan momen-momen yang tepat. Salah satu momen itu adalah suasana sampingan dari prosesi koalisi politik tersebut. Mari hilangkan dendam dan kembali pada jalan dharma.

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net