Kamis, 08 Oktober 2015

Polilik, Media Beryadnya Menuju Ajeg Bali

Na thvaham kamaye rajyam.
Na svargam napnua rbhavam.
Kamaye duhkha thapyhaanaam.
Praninaam arrthi naasanaam.
(Mantra Prahlada).

Maksudnya: 
Saya panjatkan puja pada Tuhan, bukan memohon jabatan dalam negara. Bukan pula memohon agar mencapai sorga kelak. Atau menjelma menjadi manusia yang hebat. Hanya satu yang saya mohon pada Tuhan; berikanlah saya kekuatan dan kesempatan untuk mengabdi pada mereka yang menderita. 


SWAMI Satya Narayana menyatakan bahwa mantra ini adalah mantra yang selalu dipanjatkan oleh Prahlada setiap sembahyang atau berdoa memuja Tuhan. Prahlada adalah putra Raja Hiranyakasipu. Dalam sistem kerajaan Prahlada tentunya memiliki hak sebagai pewaris tahta kerajaan. 

Raja Hiranyakasipu adalah raja raksasa yang tidak percaya pada Maha Wisnu sebagai Tuhan. Prahlada juga tidak mewarisi sifat-sifat keraksasaan ayahnya. Prahlada sebagai seorang kesatria memiliki sifat-sifat Dewi Sampad yaitu kecenderungan sifat-sifat kedewaan. Sangat berbeda dengan Rahwana meskipun kakek dan ayahnya Brahmana tetapi sifat-sifat Rahwana justru Asuri Sampad yaitu sifat yang cenderung keraksaan. 

Prahlada sebagai putra raja dalam setiap sembahyangnya tidak pernah memanjatkan doa untuk memohon jabatan dalam kerajaannya sendiri. Prahlada juga tidak berambisi untuk mencapai sorga atau menjelma menjadi manusia yang hebat seperti kaya, pintar, tenar dan memiliki jabatan yang hebat-hebat. Yang dia mohonkan kepada Tuhan hanyalah satu yaitu dia memohon kekuatan dan kesempatan untuk mengabdi kepada mereka yang menderita. 

Salah satu wujud beryadnya adalah sembahyang memuja Tuhan. Memuja Tuhan dapat dilakukan setiap hari, dilakukan lewat hari raya maupun saat ada upacara keagamaan lainnya. Tujuan beryadnya lewat bersembahyang itu adalah untuk menguatkan jiwa dan raga secara seimbang. 

Kuat dan seimbang jiwa dan raga itu untuk mewujudkan keluhuran moral dan menguatkan daya tahan mental dalam melakukan dharma di bumi ini. Bali bagian dari bumi ini sedang membutuhkan manusia-manusia berkualitas untuk berbuat yadnya demi ajegnya Bali yang dinamis menegakkan dharma. 

Salah satu media beryadnya adalah lewat kegiatan berpolitik yang normatif. Kenyataan perpolitikan Bali dewasa ini memang masih sulit. Sulitnya karena secara nasional paradigma politik sudah bergeser dari berpolitik memperjuangkan gagasan-gagasan mulia mengabdi pada mereka yang menderita menjadi berpolitik mencari kedudukan dan memperkaya diri. 

Berpolitik sudah dijadikan ajang mata pencaharian. Berpolitik memperjuangkan diri bukan memperjuangkan gagasan-gagasan mulia. Melalui politik mencari kesempatan untuk mencarikan keluarga dan kelompok sendiri mendapatkan posisi-posisi basah di birokrasi pemerintahan. Inilah sebagian bentuk kesulitan perpolitikan yang juga terjadi di Bali. 

Khusus di Bali berpolitik masih dipandang sebagai media bermusuhan. Sebelumnya bermusuhan dalam berpolitik itu terjadi kalau beda parpol. Sekarang sudah lebih parah bermusuhan itu sudah masuk ke intern parpol. Mereka tidak bermusuhan karena berbeda ideologi atau platform parpol. Mereka bermusuhan karena berebut posisi yang bernilai ekonomis. 

Inilah fakta yang makin bergulir dalam perpolitikan Bali. Untuk mengatasi kesulitan paradigma politik seperti itu seharusnya Bali menguatkan sistem religi Hindu dengan menekankan dan menajamkan bobot spiritualitasnya dalam kehidupan beragama. Dengan cara menguatkan bobot spiritualitas itu berbagai bidang kehidupan akan lebih mengutamakan supremasi keluhuran moral dan mental. Supremasi keluhuran moral dan mental itulah yang akan mengeksistensikan berbagai bidang kehidupan. 

Demikian juga halnya dalam bidang politik harus dikembalikan bahwa politik itu media beryadnya untuk mengabdi pada mereka yang menderita. Berpolitik sebagai wahana untuk menghargai perbedaan aliran politik dan juga mengatasi berbagai perbedaan dengan cara-cara yang demokratis. Berpolitik juga media untuk merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat luas. 

Oleh karena itu, dalam menegakan ''ajeg Bali'' ke depan pilihlah pemimpin yang ''kaya''. Maksudnya kaya akan pengalaman dalam mengendalikan diri. Kaya ilmu pengetahuan terutama yang menyangkut tentang Bali. Kaya akan gagasan-gagasan yang aktual dan kontekstual dalam memajukan Bali sebagai daerah pertanian dan pariwisata budaya. Kaya akan pengalaman dalam bidang pengabdian pada mereka yang menderita. 

Selain itu, mereka perlu integratif dengan kehidupan sosial budaya Bali. Sangat menghargai kritik dan saran orang lain. Tidak mudah terpancing akan sanjungan-sanjungan, apalagi sanjungan gombal. Hindari pemimpin yang haus akan kekuasaan. Apalagi sampai melakukan penyuapan dan penekanan politik dalam mencari kedudukan. Bali juga tidak akan ajeg kalau dipimpin oleh pemimpin yang pendendam dan sering tidak menggunakan akal sehat. 

* I Ketut Gobyah 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net