Senin, 26 Oktober 2015

Sekolah Bernuansa Hindu

Upadhyayaan dasaacaarya
Acaryanam catam pitaa
Sahasram tu pitrinmata
Gaurawenatiricyate. (Manawa Dharmasastra II.145).

Maksudnya, seorang acarya sepuluh kali lebih terhormat daripada upadhyaya. Seorang ayah lebih terhormat daripada seorang guru. Tetapi, seorang ibu seribu kali lebih terhormat daripada seorang ayah.


LEMBAGA pendidikan seperti sekolah tidak bisa lepas dari pada guru. Guru tidak bisa lepas dari kewajibannya memberikan pendidikan dan pengajaran pada siswanya. Inti lembaga pendidikan seperti sekolah ada tiga yang paling utama yaitu program, guru dan siswa.

Menurut Nitisastra, siswa itu hendaknya diberikan dua ilmu secara garis besarnya yaitu guna widya dan tattwa adyatmika. Guna widya itu adalah ilmu yang dapat dijadikan modal mendapatkan nafkah untuk membiayai segala macam kebutuhan hidupnya secara ekonomi.

Sementara tattwa adyatmika ilmu pengetahuan kerohanian yang dapat menjadi sumber penerangan jiwa peserta didik. Guru yang mengajar guna widya disebut upadhyaya. Sedangkan guru kerohaniannya disebut acarya. Dua jenis guru itulah yang semestinya paling bertanggung jawab menanamkan guna widya dan tattwa adyatmika pada peserta didik secara terpadu.

Menurut Pandharinath Prabhu, guru harus memberikan ilmu secara jujur kepada peserta didik, memberikan penerangan jiwa dan memperhatikan pertumbuhan setiap pribadi peserta didik. Hal yang ketiga ini menyangkut metodik dan didaktik dalam pendidikan.

Dalam pendidikan Hindu memang yang lebih ditekankan adalah nuansa spiritualnya. Karena spiritual itulah sebagai pengendali kehidupan duniawi. Kalau pengendalinya kuat ibarat kereta yang dikendalikan oleh tali lis dan kusir yang baik, maka jalan kereta pun akan baik.

Karena itu, dalam Sloka Manawa Dharmasastra di atas acarya-lah yang harus lebih kuat kedudukannya daripada upadhyaya dalam lembaga pendidikan formal di sekolah dan nonformal dalam masyarakat. Sedangkan dalam lembaga pendidikan informal seperti keluarga maka ayah dan ibulah yang paling bertanggung jawab mendidik dan mengajar putra-putrinya. Dalam lembaga pendidikan informal, ibu rumah tanggalah yang lebih utama peranannya di samping ayah. Itu artinya pendidikan menurut Hindu, nuansa kerohaniannyalah yang menjadi jiwa dari pendidikan tersebut. Swami Satya Narayana menyatakan bahwa pendidikan jangan hanya menjadikan anak didik sebagai pencari nafkah semata. Anak didik hendaknya dijadikan manusia yang memiliki pemahaman untuk mengelola hidupnya dengan baik dan benar.

Adanya upaya umat Hindu mendirikan sekolah yang bernuansa Hindu tentunya sesuatu gagasan yang sangat baik. Tercetusnya gagasan tersebut ke permukaan tentunya sudah disertai dengan kajian-kajian sebagaimana mestinya. Agar gagasan tersebut menjadi milik bersama seyogianya kajian yang menyertai gagasan tersebut harus disosialisasikan seluas mungkin.

Dalam sosialisasi tersebut harus ada peluang bagi semua pihak untuk memberi masukan demi sempurnanya gagasan tersebut. Berbagai keahlian harus diikutsertakan dalam memproses terwujudnya sekolah bernuansa Hindu tersebut. Oleh karena ada kabar burung bahwa sekolah yang bernuansa Hindu itu sama saja dengan sekolah pada umumnya. Cuma saat-saat hari raya Hindu siswanya berpakaian adat.

Sekolah bernuansa Hindu harus dirumuskan secara matang. Dengan demikian, ciri-cirinya yang lebih nyata dengan mudah diaktualisasikan dalam praktik. Nuansa Hindu tersebut jangan hanya menekankan pada simbol-simbol budaya Hindu di luarnya saja. Hal itu akan menjadikan nuansa Hindunya sebatas tema tanpa makna.

Nuansa Hindunya hendaknya lebih menekankan pada aspek spiritual dalam mengendalikan dinamika intelektual dan emosionalnya peserta didik. Kadar spiritual Hindu itulah yang akan menjadi ciri utama sekolah bernuansa Hindu. Nuansa Hindu tersebut akan mampu bereksistensi secara baik dan terus-menerus apabila ada kerja sama yang serius di antara tiga pusat pendidikan. Sekolah, masyarakat dan keluarga sebagai tiga pusat pendidikan itu harus membagi habis secara seimbang kewajiban pendidikan yang bernuansa Hindu tersebut.

Jika semua dibebankan kepada sekolah, hal itu akan hanya tema tanpa makna. Apalagi menyangkut aspek moral dan mental, akan lebih baik bobotnya ditekankan pada pendidikan nonformal dan informal. Sekolah formal tekankan bobotnya pada pendidikan keterampilan dan keahlian. Dengan demikian bangsa akan memiliki SDM yang berkualitas.

* I Ketut Gobyah

  sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net