Jumat, 23 Oktober 2015

Toleransi dengan Langkah Nyata

Vyanjate divo antesv aktuun.
Viso na yuktaa asaso yatante.
Sam te gaavas tama aa vartayanti.
Jyotir yacchanti saviteva baahuu. (Rgveda. VII.79.2).

Maksudnya: Fajar pagi menebar terangnya pada cakrawala mereka selalu bekerja bersama-sama bagaikan orang-orang yang taat pada kepercayaannya masing-masing wahai sang fajar semoga sinar-sinarmu menyingkirkan kegelapan. Mereka menebar terang bagaikan lengan-lengan matahari.

PADA zaman modern sekarang ini sudah makin ada orang yang menyatakan dirinya tidak menganut suatu agama. Meskipun mereka menyatakan diri tidak beragama, tetapi tetap percaya pada keberadaan dan kemahakuasaan Tuhan. Mereka mempercayai keberadaan dan kemahakuasaan Tuhan itu tidak melalui suatu agama tertentu. Mereka ada yang menyatakan dirinya aman dan damai serta merasa tidak punya musuh. Kalau mereka mempercayai keberadaan dan kemahakuasaan Tuhan lewat suatu agama tertentu mereka merasa punya musuh. Alasan mereka karena sampai saat ini masih banyak permusuhan bahkan sampai menimbulkan kerusuhan karena perbedaan agama yang dianut. Ada yang merasa punya musuh terutama dari umat beragama yang berbeda. Kenyataan seperti itu muncul di beberapa negara maju.

Ajaran agama, oleh sementara pemimpinnya masih ada yang dimanipulasi untuk kepentingan sempit sang pemimpin. Hal itu menjadikan agama sebagai beban hidup yang memberatkan umat penganutnya. Padahal, tujuan Tuhan menurunkan agama ke dunia material ini adalah untuk menuntun hidup umat manusia agar hidupnya menjadi makin damai dan sejahtera lahir batin. Keluhan seperti ini seyogianya dijadikan bahan pelajaran bagi kehidupan beragama di Indonesia. Perbedaan di antara penganut agama yang berbeda maupun perbedaan di intern penganut agama seharusnya tidak dijadikan media permusuhan. Cara beragama yang lebih mementingkan sikap ekslusivisme itu umumnya akan menjadi sumber permusuhan.

Beragama yang lebih mementingkan eksistensi simbol-simbol agama masing-masing dapat memicu permusuhan. Apalagi dalam mengeksistensikan simbol-simbol keagamaan masing-masing dengan memandang rendah simbol-simbol sakral agama orang lain. Hal ini menyebabkan kehidupan beragama akan lebih banyak mendatangkan malapetaka daripada kedamaian dan kesejahteraan.

Untuk saling memahami ada baiknya ditempuh cara-cara menumbuhkan toleransi yang lebih nyata. Seperti di beberapa daerah di Jawa ada panitia pembangunan tempat ibadah terdiri atas semua penganut agama. Ada panitia pembangunan pura panitianya ada yang beragama Islam, Kristen, Buddha dan tentunya juga ada yang beragama Hindu. Sebaliknya ada pembangunan masjid panitianya terdiri atas berbagai penganut agama yang berbeda-beda.

Demikian juga dalam upacara perayaan Manca Walikrama umat Hindu di Senduro, Lumajang, Jawa Timur, banyak juga umat non-Hindu yang membantu secara langsung untuk menyukseskan upacara tersebut. Bantuan itu tentunya dalam hal-hal yang memungkinkan yang tidak bertentangan dengan kepercayaan masing-masing. Mereka bekerja sama untuk menyukseskan kepercayaan umat yang sedang melangsungkan upacara tersebut. Kepercayaan masing-masing penganut agama yang berbeda-beda itu ibarat sinar matahari yang menyinari seluruh umat manusia. Dari sinar itu masing-masing melihat dengan jelas satu sama lainnya. Dari perbedaan itulah kita saling membantu untuk saling menyukseskan penyelenggaraan upacara kepercayaan sesama. Hal-hal seperti ini yang semestinya makin banyak dilakukan oleh umat beragama. Karena dengan toleransi yang nyata itu kita buktikan kepada dunia bahwa di Indonesia perbedaan agama yang dianut oleh warga negaranya justru membuat mereka semakin erat bersaudara. Dari persaudaraan yang sejati itulah kita buktikan perbedaan kehidupan agama tidak menjadi beban yang mengancam perdamaian dan kehidupan sejahtera umatnya. Kalau kita masih beragama dengan cara-cara eksklusif justru agama yang suci itu citranya menjadi buruk karena kesalahan umat penganutnya. Cara beragama seperti itu justru akan membawa dosa kepada sesama manusia dan juga kepada agama dan Tuhan yang menciptakannya. Karena tujuan Tuhan menciptakan agama bukan untuk menyusahkan hidup manusia.

Mereka yang mengaplikasikan agama secara salah akan menanggung dosa tersebut. Dengan toleransi yang nyata itulah kita amankan citra agama sebagai anugerah Tuhan. Perbedaan kepercayaan karena perbedaan agama yang dianut tidak membuat perdamaian dalam kehidupan beragama menjadi terancam. Justru perbedaan kepercayaan itu membuat kita saling berpacu untuk berbuat yang sebaik-baiknya membangun perdamaian dan kesejahteraan.

* Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net