Selasa, 17 November 2015

''Aketeng Tileh''

Brahmane brahmanam
ksatraya rajanyam
marudbhyo vaisyam
tapa se sudram (Yajurveda XXX, 5) 

Maksudnya: Tuhan Yang Mahakuasa telah menciptakan para brahmana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Para kesatria untuk pemeliharaan dan perlindungan. Para vaisya untuk kemakmuran dan para sudra untuk pekerjaan jasmaniah. 


Membangun kehidupan bersama yang dinamis sinergis dan sejahtera merupakan harapan setiap orang yang hidup di dunia ini. Untuk itu, semua anggota masyarakat harus mengembangkan potensi dirinya yang terpendam dibawa dari lahir.

Potensi itu berupa bibit-bibit bakat dan sifat sebagai wasana karma masa lalu yang disebut guna. Pengembangan potensi diri setiap anggota masyarakat itu harus lewat proses pendidikan dan pelatihan.

Kita mengenal tiga jalur pendidikan yaitu formal, nonformal dan informal. Bibit-bibit sifat dan bakat yang dibawa lahir oleh setiap orang, berbeda satu dengan yang lainnya. Proses pendidikan seyogianya mengembangkan bibit-bibit sifat dan bakat tersebut sampai menjadi SDM yang terampil bahkan ahli atau profesional.

Dalam mantra yang dikutip di atas disebutkan bahwa Tuhan menciptakan empat jenis profesi untuk bersinergi membangun kehidupan bersama yang dinamis, bekerja sama saling memperkuat antara satu profesi dengan profesi yang lainnya. Menurut mantra tersebut kehidupan bersama itu memerlukan empat profesi yaitu brahmana, ksatrinya, vaisya dan sudra. Ini artinya proses pendidikan melalui tiga jalur itu seyogianya mampu menyiapkan SDM terampil yang siap memasuki lapangan kerja kelas bawah sampai kelas atas.

Pendidikan itu harus mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang rohaniwan. Mereka inilah yang digolongkan brahmana.

Jadi kebrahmanaan seseorang itu bukan ditentukan oleh wangsanya tetapi oleh profesinya sebagai ilmuwan dan kerohanian. Mereka yang memiliki sifat dan bakat di bidang kepemimpinan disebut para ksatria. Mereka inilah yang mengkoordinasikan sistem hidup bersama sehingga tercipta stabilitas sosial politik yang dinamis.

Sementara mereka yang memiliki sifat dan bakat di bidang ekonomi seperti pertanian (ksrsi), peternakan (goraksya) dan perdagangan yang disebut (vanijyam) yang disebut vaisya. Mereka inilah yang berekstensi membangun sistem kesejahteraan ekonomi dalam kehidupan bersama itu.

Seorang yang berprofesi vaisya harus paham betul bagaimana menciptakan lapangan kerja agar bisa menampung semua jenis tenaga terampil dan tenaga profesi.

Dalam kaitannya membangun Bali yang ajeg semua pihak harus peduli untuk mendidik SDM yang tidak hanya siap untuk menjadi priyayi. SDM yang memang karena kurang siap menjadi tenaga ahli harus menyiapkan diri dengan keterampilan.

Dalam Canakya Nitisastra disebutkan dalam mencari ilmu pengetahuan, mencari makan, dan uang, seseorang tidak boleh mengenal rasa malu. Tentunya, dalam mencari semua itu mesti tidak boleh melanggar norma hukum dan moral agama.

Karena kuatnya sikap priyayi menggeluti masyarakat maka banyak orang mencari jalan pintas mengejar titel kesarjanaan. Bahkan, ada dengan jalur yang melanggar prosedur formal yang berlaku.

Bali akan kehilangan banyak peluang kalau tidak bisa menyiapkan SDM yang siap dalam segala lini pekerjaan -- dari pekerjaan yang memerlukan keahlian sampai yang hanya membutuhkan keterampilan fisik. Di Bali peluang kerja dari kelas atas sampai kelas bawah tersedia dalam proses pembangunan ini. Kalau semua lini kesempatan kerja itu tidak bisa direbut secara kesatria maka heterogenitas masyarakat Bali akan makin tajam. Heterogenitas yang terlalu tajam itu sungguh sangat membahayakan Bali ke depan. Merebut lapangan kerja secara kesatria artinya kita rebut lapangan kerja itu dengan meningkatkan kualitas SDM dalam semua jalur. Bukan merebut lapangan kerja melalui fasilitas kekuasaan yang tidak fair. Karena itu, semangat madana punia masyarakat Bali harus diperluas tidak hanya untuk penyelenggaraan upacara keagamaan. Dana punia itu hendaknya juga menyentuh aspek pendidikan untuk mendidik dan melatih umat agar menjadi SDM yang terampil dan profesional. Bagi Bali yang paling utama adalah membangun sikap SDM Bali yang tidak perlu merasa jatuh gengsi kalau bekerja di sektor pertanian dan buruh yang lebih banyak menggunakan kekuatan fisik. Sebab, banyak pihak yang dapat hidup tangguh secara ekonomi dalam perkerjaan yang sering dianggap remeh itu. Meskipun kecil, secara ekonomi mereka cukup tangguh. Inilah yang dalam bahasa Balinya disebut aketeng tileh oleh para tetua orang Bali di masa lampau. Meskipun mereka kecil namun utuh tidak punya utang dan beban hidup yang terlalu memberatkan.

Kehidupan yang terlalu menekankan gebyar dan hura-hura menjadi halangan yang cukup berat dalam membangun SDM. Filosofi leluhur orang Bali yang disebut cenik lantang sudah semakin ditinggalkan oleh generasi penerus orang Bali. Filosofi hidup tersebut sesungguhnya membuat orang selalu berhitung tentang masa depan yang lebih kuat menghadapi dinamika kehidupan. Nilai yang terkandung dalam filosofi cenik lantang itu adalah bergaya hidup yang sederhana tidak mengejar status priyayi dalam kerja. Yang dicari dalam kerja itu adalah makna dari suatu kerja dan kehidupan. 

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net