Jumat, 13 November 2015

''Guna Sattwam'' dan ''Guna Rajas''

Samatvam rajasah proktam
Dharmam teneochati subham
Sattvam kasmat samyuktam.
Vaa tadeav svargyamaanayam.
(Wrehaspati Tattwa. 21.)  

Maksudnya: Apabila guna sattwam dan guna rajas sama kuatnya mempengaruhi pikiran (citta), itulah yang menyebabkan adanya keinginan untuk mengamalkan dharma. Berhasilah dharma karena kuatnya kedua hal mempengaruhi pikiran. Itulah yang menyebabkan (atman) masuk sorga. Sattwam ingin berbuat baik, rajas-lah yang melaksanakan.  


PURA Puseh merupakan pemujaan yang ditujukan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Wisnu. Batara Wisnu adalah manifestasi Tuhan sebagai pemelihara dan pelindung ciptaan-Nya.

Pura Puseh dan Pura Desa sebagai unsur Kahyangan Tiga umumnya dibangun dalam satu areal di pusat desa pakraman. Di samping sebagai pencipta, pemelihara dan pemralina, juga sebagai guna awatara (Tri Murti). Artinya Tuhan turun menjadi dewa untuk menuntun umat mengendalikan tri guna-nya.

Dalam Utara Mimamsa Bhagavad Purana dinyatakan bahwa Dewa Wisnu sebagai dewanya Satvika Purana untuk melindungi guna sattwam. Dewa Brahma untuk mengendalikan sifat atau guna rajas, sedangkan Dewa Siwa untuk mengendalikan guna tamas.

Untuk mencapai kehidupan yang sukses hendaknya tiga sifat yang disebut Tri Guna itu harus dibuat menjadi kuat. Karena itu dalam tradisi Hindu di Bali ada banten peras yang disebutkan dalam Lontar Yadnya Prakerti: ''Pras ngarania prasida tri guna sakti.'' Artinya, pras namanya sukses dengan kuatnya Tri Guna.

Sesuai dengan kutipan Sloka Wrehaspati Tattwa tersebut, Tri Guna itu akan kuat apabila guna sattwam dan guna rajas sama-sama kuat mempengaruhi citta atau alam pikiran.

Guna sattwam dan rajas yang sama-sama kuat itu menyebabkan orang selalu berniat baik dan berbuat baik. Kalau ketiga guna itu sama-sama kuat maka atman akan lahir ke dunia lagi. Karena itu, dibangunnya Pura Desa dan Pura Puseh dalam satu areal atau satu palemahan sebagai simbol untuk menyatukan guna sattwam dan guna rajas agar sama-sama kuat mempengaruhi citta atau alam pikiran manusia.

Dibangunnya dua pura dalam satu areal itu bukanlah suatu kebetulan saja. Karena itu, hendaknya Pura Desa dan Puseh tidak hanya dijadikan tempat pemujaan.

Pura tersebut harus dijadikan media untuk mengembangkan berbagai gagasan dan program untuk mendinamiskan upaya kreativitas dan perlindungan pada hal-hal yang positif di desa pakraman.

Lewat Pura Puseh umat dimotivasi untuk membangun niat baik dengan menguatkan sifat-sifat sattwam dan membangun program-program aksi yang praktis dan realistis yang bermanfaat bagi umat, minimal untuk krama di desa pakraman.

Dalam sastra suci Hindu banyak sekali petunjuk-petunjuk untuk melatih hidup agar guna sattwam dan guna rajas menjadi kuat mempengaruhi alam pikiran.

Dari Pura Desa dan Pura Puseh itulah dikembangkan gagasan-gagasan untuk menentukan berbagai langkah, apa yang wajib dipelihara dan dilindungi. Sesungguhnya ada warisan budaya berupa gagasan-gagasan atau ide-ide mulia yang terpendam dalam berbagai tradisi yang patut dipelihara dan dilindungi. Warisan budaya berupa pemikiran itu bisa terekam dalam bentuk tertulis, lisan atau dalam wujud simbol-simbol visual.

Demikian juga menyangkut budaya aktivitas dan hasil budaya dalam wujud material. Hal inilah yang patut dilakukan melalui berbagai pengkajian bersama di desa pakraman. Demikian juga aktivitas budaya agama yang masih relevan dengan zaman, patut dilanjutkan, dipelihara dan dilindungi.

Lewat pemujaan Batara Wisnu kita kuatkan moral dan daya tahan mental kita untuk melindungi hal-hal yang patut dilindungi dari arus zaman yang sangat deras.

Untuk melindungi sesuatu yang patut dilindungi itulah sebagai wujud nyata aktivitas kita memuja Batara Wisnu di Pura Puseh. Dengan demikian, kita bisa membedakan antara yang patut dilindungi dan yang tidak patut dilindungi. Untuk bisa membedakan itu perlu dibangun wiweka jnyana dalam diri. Wiweka jnyana itu adalah suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang patut dan yang tidak patut, yang baik dan yang tidak baik dan seterusnya. Hal itu penting agar jangan semua yang sudah mentradisi terus kita lindungi. Lagi pula tradisi itu adalah buatan manusia. Setiap buatan manusia itu pasti kena hukum rwa bhineda. Ada yang baik ada yang buruk. Dengan wiweka jnyana kita akan melindungi sesuatu yang patut dilindungi, memelihara sesuatu yang patut dipelihara.

Dewasa ini, karena kurang kuatnya guna sattwam dan guna rajas, banyak tindakan melidungi sesuatu yang sudah sepatutnya dipralina, dan mengabaikan sesuatu yang sepatutnya mendapatkan pemeliharaan dan perlindungan demi dharma.  

* Ketut Gobyah   
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net