Sabtu, 07 November 2015

Membenahi Fanatisme Beragama

Sahrdayam saammanasyam.
Avidvesam krnomi vah
Anyo anyam abhi haryata.
Vatsam jaatam ivaaghnyaa.
(Atharvaveda III.30.1)

Maksudnya:
Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat-sidat ketulusan, keikhlasan, mentalitas (kekuatan jiwa) yang sama dan perasaan bersahabat bukan untuk bermusuhan. Seperti halnya induk sapi mencintai anaknya yang baru lahir. Begitulah Anda seharusnya mencintai sahabat-sahabatmu.


Sesungguhnya Tuhan menciptakan umat manusia adalah bersaudara untuk saling bersahabat sebagaimana disabdakan oleh Tuhan dalam Mantra Veda di atas. Umat manusia diciptakan bukan untuk saling bermusuhan satu dengan yang lainnya. Kehidupan beragama adalah media untuk membangun sifat-sifat bersaudara dan bersahabat tersebut.

Kalau kenyataannya agama dijadikan media bermusuhan itu bukan kesalahan agama, apalagi Tuhan Yang Maha Esa sumber kebenaran yang mutlak. Kesalahan terletak pada cara manusia memperlakukan agama. Sikap fanatik pada agama yang dianut seharusnya diarahkan pada arah yang positif ke dalam diri. Sikap keagamaan yang berlebihan dalam Kamus Populer disebut ''fanatiek''. Sikap yang berlebihan itu dapat saja berakibat baik dan buruk.

Kalau sikap fanatik itu dengan hanya menganggap agama yang baik dan benar, sedangkan agama yang dianut oleh orang lain adalah agama yang jelek dan salah. Sikap fanatik beragama itu diarahkan ke dalam diri maka hal itu akan berakibat positif. Fanatik yang diarahkan ke dalam diri akan menjadi penganut agama yang sangat serius mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Misalnya agama yang dianut mengajarkan tidak boleh menyakiti hati orang lain. Kalau ia fanatik akan ajaran agamanya maka ia akan berusaha secara maksimal untuk tidak menyakiti hati orang lain. Agama yang dianutnya mengajarkan tidak boleh korupsi. Bagi yang fanatik akan agama yang dianutnya itu ia akan sangat fanatik untuk tidak korupsi dan sangat berani untuk menggerakkan antikorupsi sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku.

Kalau agamanya mengajarkan hormatilah keyakinan orang lain. Maka secara konsekuen ia tidak akan menghina keyakinan orang lain. Demikian juga bagi penganut agama Hindu yang fanatik tidak akan menggunakan tempat suci seperti pura untuk menjadi arena berjudi serta penyiksaan binatang, mabuk-mabukan dan sejenisnya.

Ajaran suci Veda mengajarkan untuk tidak berjudi, tidak mabuk-mabukan dan tidak menyiksa binatang untuk kesenangan hawa nafsu belakang. Kalau semua umat beragama mengembangkan fanatik beragama ke dalam dirinya maka hal itu akan berakibat sangat positif. Kehidupan beragama akan memberi kontribusi yang positif pada moral bangsa. Fanatik beragama janganlah pada penonjolan secara eksklusif simbol-simbol keagamaan. Simbol-smbol keagamaan yang dianutlah yang paling benar dan paling baik, simbol keagamaan orang lain adalah keliru, salah dan tidak pantas.

Fanatik secara keliru pada simbol-simbol keagamaan seperti itu kita akan terus-menerus beragama pada kulit-kulitnya saja. Simbol-simbol keagamaan adalah media sakral untuk menanamkan nilai-nilai spiritualitas agama untuk mewujudkan dalam perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Yang harus difanatikkan adalah mewujudkan nilai spiritualitas agama yang ada dalam simbol tersebut dalam kehidupan aktual dan kontekstual membenahi kehidupan bersama.

Kehidupan bersama zaman modern ini sudah semakin heterogen. Cara beragama dalam masyarakat yang bercorak homogen harus semakin disesuaikan dengan cara beragama yang bercorak heterogen. Artinya, keadaan homogen dan heterogen jangan dipertentangkan. Justru corak yang homogen dengan yang heterogen harus disinergikan untuk saling mengisi. Dengan demikian, kedua corak sosial itu akan menjadi media kehidupan yang positif bagi umat manusia.

Keadaan yang homogen dan heterogen yang disikapi secara ekstrem justru akan membawa akibat negatif bagi kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Secara individu manusia memiliki hubungan yang vertikal pada Tuhan yang diyakininya. Secara horizontal manusia hidup bersama manusia lainnya. Umat manusia seisi kolong langit ini memiliki persamaan dan perbedaan.

Kekuatan manusia terletak pada kemampuannya untuk bekerja sama secara sinergis untuk mengatasi berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. Manusia akan lemah kalau ia tidak mendayagunakan kemampuannya untuk bekerja sama sesama umat manusia dalam mengatasi persoalan hidupnya. Fanatik beragama ke dalam dirinya itu justru akan menjadi kekuatan yang hebat untuk membangun kerja sama sesama manusia mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Kalau fanatik beragama yang sempit itu dilakukan justru menjadi penghambat yang paling serius bagi umat manusia dalam membangun kerja sama tersebut. Kehidupan beragama justru akan menjadi momok bagi umat manusia apabila perang karena alasan agama. Teroris dengan alasan agama. Diskriminasi sosial dan sejenisnya akan terjadi karena alasan agama. Fanatik sempit itu justru mengotori kesucian agama sabda Tuhan itu.

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net