Minggu, 08 November 2015

Perjuangkan dengan Kesucian

Sam gacchadhvam sam vadadhvam
Sam vo manaamsi jaanataam.
Devaa bhaagam yatha puurve
Samjaanaanaa upaasate.
(Regveda X 191.2)

Maksudnya, wahai umat manusia hendaknya kalian berpikir bersama-sama, berbicara bersama-sama dan berlaksana bersama-sama pula. Seperti halnya para pendahulumu bersama-sama membagi tugas. Begitulah hendaknya engkau memakai hakmu.


Membangun Bali yang ajeg harus menegakkan kebenaran dan kesucian dengan cara-cara yang benar dan suci pula. Itu sesuai dengan ciri khas budaya Hindu. Tujuan yang baik dan benar bisa tidak tercapai, jika cara yang digunakan tidak benar dan suci.

Jika hanya berpikir yang benar dan suci, tanpa berbicara dan berbuat yang benar dan suci, tidak mungkin Bali itu ajeg. Dalam arti, tidak akan muncul sejahtera lahir batin dalam kehidupan bersama. Sebab, dalam memperjuangkan kebenaran dan kesucian sebagai landasan membangun Bali harus dilakukan dengan cara-cara yang benar dan suci juga. Upaya itu harus terus-menerus dilakukan untuk menyamakan pikiran, kata-kata dan pelaksanaannya dalam kehidupan bersama.

Mantra Regveda di atas telah menyatakan sabda Tuhan agar kita dari generasi ke generasi terus berusaha dengan pikiran, kata-kata dan pelaksanaan dalam melakukan swadharma masing-masing.

Perjuangan menegakkan kebenaran itu harus dengan cara-cara yang benar. Jangan setiap ada masalah yang dianggap salah, terus disuarakan dengan hujatan, umpatan, dan sumpah-serapah. Apalagi karena merasa memiliki massa banyak terus melakukan demonstrasi yang melanggar aturan.

Ciri ajeg Bali adalah melakukan perbaikan dalam segala hal dengan cara-cara yang tidak melanggar etika moral yang sudah diwariskan oleh leluhur kita dalam bentuk budaya Hindu. Banyak masalah Bali yang sesungguhnya tidak begitu sulit diselesaikan, karena tidak diatasi dengan cara-cara yang benar akhirnya menjadi sulit. Bahkan, justru menimbulkan masalah baru.

Orang tentu saja boleh setuju atau tidak setuju dengan berbagai hal. Tetapi sikap itu jangan disampaikan dengan cara-cara yang membakar emosi massa, apalagi melanggar moral etika. Karena itu, pemegang kebijakan harus benar-benar bijak dalam meluncurkan setiap program pembangunan. Setiap kebijakan haruslah juga disertai dengan analisis mengenai dampak sosial (amdas). Tujuannya agar kebijakan itu tidak menimbulkan ketidakadilan, ada kelompok yang terpinggirkan, heterogenitas yang terlalu tajam, menghilangkan ciri khas budaya dan penyakit sosial lainnya.

Melakukan analisis mengenai dampak sosial ini memang membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang lebih besar. Tetapi dari situ diharapkan tidak menimbulkan gejolak di belakang hari. Niat baik, tujuan baik dari kalangan atas dalam setiap kebijakan pembangunan belumlah cukup. Niat baik dan tujuan baik itu hendaknya disosialisasikan sedemikian rupa agar hal itu secara nyata menjadi kehendak bersama dalam masyarakat luas. Meskipun baik dan benar menurut pandangan pemerintah kalau belum menjadi kehendak rakyat, jangan dipaksakan. Dalam alam demokrasi ada istilah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kalau kenyataannya belum dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sebaiknya ditunda pelaksanaannya. Demikian juga masyarkat luas jangan mudah kena sulutan emosi gaya suryak siu. Setiap ada gagasan dari pemerintah maupun nonpemerintah hendaknya dianalisis dengan cara-cara yang tidak melanggar moral etika yang kita anut.

Jangan selalu diawali dengan berbagai kecurigaan yang didasari oleh prasangka-prasangka tanpa dasar kuat. Kalau orang berniat dan bertujuan baik dan benar kita tuduh sebaliknya, akan muncul dendam yang berkepanjangan. Sesungguhnya apa saja bisa dibicarakan melalui dialog dengan berbagai pihak dengan cara-cara yang santun. Kalau setiap ada gagasan atau program yang muncul terus diumpat, dituduh yang tidak-tidak, tentunya mereka yang berilmu, cerdas dan kreatif akan malas memunculkan kreativitasnya.

Pada hakikatnya manusia itu adalah makhluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan setiap persoalan melalui musyawarah atau dialog-dialog yang rasional. Menyampaikan suatu protes lewat demonstrasi, misalnya, memang tidak dilarang di wilayah Republik Indonesia ini. Tetapi ada aturan mainnya. Kalau demonstrasi itu dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, apalagi disertai dengan orasi yang ilmiah dan argumentatif, tentunya akan sangat baik. Ingat demonstrasi itu tidak sama dengan amuk massa. Amuk massa itu adalah perilaku yang melanggar hukum.

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net