Kamis, 12 November 2015

Perpustakaan untuk Mengembangkan Kreativitas

Hana te sira wenang manarka wastu sakala
lawan suksma, tarka ngaraning jnyana mangguha,
nda tan salah dening mangguha, yeka bahyasiddhi ngaran.
(dikutip dari Wrehaspatitattwa, 33.)  

Maksudnya: 
Adalah orang yang berwenang untuk menafsir sesuatu yang sakala dan suksma. Tarka namanya pengetahuan untuk menafsir agar tidak keliru. Itulah yang disebut bahyasiddhi (kemampuan jasmani).  


Pemujaan Tuhan sebagai Batara Brahma di Pura Desa untuk membangun kemampuan berkreativitas melalui daya religiusitas umat. Pura Desa adalah salah satu dari Pura Kahyangan Tiga. Kahyangan Tiga adalah sebagai unsur yang paling utama pada setiap desa pakraman di Bali .

Hidup ini adalah dinamika untuk menciptakan sesuatu yang patut diciptakan (Utpati). Memelihara sesuatu yang patut dipelihara (Stithi), dan menghilangkan sesuatu yang patut sudah ditinggalkan (Pralina). Agar proses utpati, stithi dan pralina itu untuk menegakkan atau mengajegkan kebenaran, kesucian dan keharmonisan (Satyam, Siwam, Sundaram) maka umat harus selalu mohon tuntunan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Tri Murti.

Adanya Pura Desa sebagai media memuja tuhan sebagai Batara Brahma adalah untuk menuntun umat agar terus menciptakan sesuatu yang patut diciptakan untuk meningkatkan kualitas hidup ini. Batara Brahma adalah manifestasi Tuhan sebagaimana pencipta alam dan isinya. Untuk menciptakan sesuatu yang patut diciptakan membutuhkan daya kreasi yang tinggi. Salah satu cara untuk membangun daya kreativitas adalah mengembangkan minat baca.

Untuk menggugah minat baca tentunya tidak mungkin tanpa adanya sarana buku. Buku itu adalah guru yang paling sabar dan mudah. Karena kalau sengaja mendatangkan guru tentunya membutuhkan berbagai hal yang tidak begitu gampang.

Guru yang paling awal adalah adanya buku di perpustakaan. Karena itu, untuk membangun ajeg Bali tidak mungkin tanpa disertai dengan makin kuatnya daya kreativitas umat yang mendukung budaya Bali yang bernapaskan agama Hindu ini.

Tanpa tuntunan ilmu yang memadai, orang Bali akan menafsirkan ajaran agama Hindu dalam budaya beragama Hindu di Bali secara ngawur. Kalau tradisi beragama Hindu di Bali ditafsirkan seenak perut saja maka perilaku itulah yang akan menjadi perusak kebudayaan Hindu di Bali atau gagalnya upaya ajeg Bali yang sedang giat-giat dilakukan. Apalagi tradisi kebudayaan Hindu di Bali itu menyangkut aspek sakala dan niskala.

Ia tidak boleh ditafsirkan dengan cara-cara yang bodoh tanpa pengetahuan yang mendalam tentang sesuatu yang ditafsirkan. Karena itu, orang yang berwewenang menafsirkan itu harus memiliki kemampuan yang disebut Jnyana Mangguha seperti yang dinyatakan dalam keterangan bahasa Jawa Kuno dari Wrehaspati Tattwa 33 tersebut. Untuk mendapatkan kemampuan yang disebut Jnyana Mangguha itu dibutuhkan sarana buku-buku  di perpustakaan.

Karena itu, dalam kegiatan beragama Hindu di desa pakraman sangat baik kalau disertai dengan upaya membangun perpustakaan di setiap desa pakraman di Bali. Minat baca dan keberadaan perpustakaan di desa pakraman bagaikan ayam dan telor. Ada kalanya karena adanya minat baca umat yang sudah baik di desa pakraman lalu umat dengan bersemangat membangun perpustakaan desa.

Tetapi, ada juga karena adanya perpustakaan, minat baca umat itu tumbuh tahap demi tahap. Desa pakramanlah yang paling tepat menentukan. Apa pun caranya yang penting kreativitas umat yang benar dan tepat wajib terus didorong dalam memajukan kehidupan kebudayaan Hindu di desa pakraman. Kalau umat sudah memiliki pengetahuan yang luas maka umat akan memiliki daya seleksi atau wiweka terhadap tafsir agama.

Meskipun umat dijejali oleh tafsir agama yang penuh plesetan dan mengada-ada maka umat tidak akan bingung. Bahkan para penceramah agama akan lebih dituntut untuk tidak begitu gampang memplesetkan tafsir agama itu.

Karena itu, fungsikanlah Pura Desa sebagai media pemujaan Batara Brahma untuk mengembangkan kreativitas umat dalam mengimplementasikan ajaran agama dalam menata kehidupannya ini. Implementasi ajaran agama dalam kehidupan ini seyogianya dapat memajukan kehidupan jasmani dan rohani umat.

Kehidupan umat yang maju itu akan dapat membangun kebersamaan yang lebih dinamis dan produktif membawa kehidupan ini lebih sejahtera dan bahagia. Janganlah implementasi kehidupan beragama justru membuat umat menjadi makin susah mengatasi kehidupannya.

Beragama yang boros biaya, boros waktu, boros tenaga, boros sarana dan boros ruang menyebabkan muncul kesan bahwa beragama itu justru menyusahkan umat. Sistem beragama itu harus terus-menerus disesuaikan (nutana) dengan kebutuhan zaman.  

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net