Dimuat di Suara Pembaruan, Minggu/7 September 2008
Judul | : | Be The Change, Menghidupi Kebijaksanaan Gandhi |
Penulis | : | Anand Krishna |
Pengantar | : | Sudharmadi WS, Dr H Hamim Ilyas, MA. dan Prof Dr Franz Magnis Suseno SJ |
Penerbit | : | PT. Gramedia Pustaka Utama |
Terbit | : | Juli 2008 |
Tebal | : | 102 halaman |
Dalam "Be The Change" Anand Krishna mengulas 10 butir kebijaksanaan Gandhi. Materi berbobot tersebut dikumpulkan oleh Hendrik Edberd. Seorang blogger muda (28 thn) berbakat asal Swedia yang mengaku amat terpengaruh ajaran ahimsa Sang Mahatma (10 Tips from Gandhi's Words).
Menurut Romo Franz Magnis SJ yang memberi pengantar buku ini, pertama kali istilah change dipopulerkan oleh Obama. Tapi, change yang dimaksud Gandhi berbeda sekali dengan yang dikampanyekan Barack. Si Obama melihat change sebagai perubahan sistem, sedangkan sang Mahatma menekankan perubahan dalam diri manusia (hal xix-xxii).
Para bijak pun mengatakan pesan serupa. Mereka tidak menuntut perubahan sistem. Kenapa? Karena ibarat Titanic, yang penting bukan melulu teknologi navigasinya, melainkan kemampuan nakhoda di balik kemudi kapal. Misal pada masa transisi demokrasi, dari Orde Baru ke era Refomasi di negeri ini, yang berubah hanya sistem, tapi tidak terjadi pergeseran paradigma dalam diri pejabat publik. Ada gurauan di kalangan aktivis, "Kalau dulu korupsi dilakukan di belakang meja, kini mejanya pun dimakan!"
Selain itu, masih hangat dalam ingatan kolektif bangsa ini Insiden Monas berdarah 1 Juni 2008. FPI menyerbu massa AKKBB yang tengah merayakan hari lahir Pancasila ke-63. Mereka yang menjadi korban beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu, mereka semua ialah warga negara Indonesia. Tapi, ada hikmah di balik tragedi kemanusiaan di muka. Sebab anak bangsa tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Mereka membiarkan darah mengalir, tapi tidak sudi mengalirkan darah orang-orang yang menganiaya dan memukuli mereka hingga babak belur dan gegar otak.
Gandhi dan Ahimsa
Sebagai calon pengacara, Gandhi muda gemar melahap buku-buku penulis kondang, seperti Ruskin, Tolstoy, dan Thoreaou. Pada usia 23 tahun, ia telah menamatkan kuliah hukum, lantas hijrah ke Afrika Selatan. Sebelum naik kereta, temannya yang kebetulan beragama Islam bertanya, "Gandhi kamu sudah punya bacaan untuk di kereta?". "Belum", jawab Gandhi. "Bagaimana dengan Al Qur'an dalam bahasa Inggris?" tanya temannya lagi. "OK, that's fine with me, boleh saja", jawab Gandhi.
Malam itu dengan berbekal tiket kereta api dan Al Qur'an, Gandhi berangkat ke Afrika Selatan. Tapi di perjalanan dia ditendang keluar petugas stasiun, karena kulitnya hitam, sedangkan gerbong itu hanya diperuntukkan bagi penumpang berkulit putih. Gandhi bukan orang biasa, dia seorang pengacara lulusan Oxford University. Sehingga kerajaan Inggris memberi izin praktik di mana pun yang notabene hampir di separuh belahan dunia.
Saat ditendang ke luar gerbong, Al Qur'an yang turut bersama Gandhi ikut terlempar keluar dan terbuka. Tepat pada bagian yang terbuka itulah Gandhi mendapatkan inspirasi mendalam yang mempengaruhi seluruh sisa hidupnya dan konstelasi dunia. Surah An Nisa ayat 75, "Dan mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah dari laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berseru, ya Tuhan kami, keluarkanlah dari negeri yang penduduknya zalim ini dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu."
Ironisnya, ayat yang sama bila dibaca orang fanatis, dia justru menjadi teroris. Yang membedakan Gandhi dengan para penjahat berdarah dingin itu ialah kesadarannya. Gandhi ngeh (memahami sepenuhnya) untuk meraih tujuan mulia dia musti menempuh jalan cinta dan Ahimsa.
Gaya bahasa dalam buku ini sederhana, gaul dan fungky khas Anand Krishna. Be the Change layak menjadi bacaan wajib dan panduan bagi para aktivis yang tergerak untuk menjadi agen-agen perubahan pada zaman modern ini. Masih terngiang pesan Gandhi, "Ketika saya merenung dan rasa sedih menghantui, saya ingat bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia cara-cara yang berpijak pada Kebenaran dan cinta selalu menang! Para tiran dan pembunuh selalu ada dan untuk sementara waktu tampaknya tak tertaklukkan, tetapi pada akhirnya, mereka semua hancur, pikirkanlah hal ini senantiasa!"
[Tarsisius Nugroho Angkasa SPd, Alumnus Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma, Aktivis Gerakan Integrasi Nasional dan Pengasuh Taman Bacaan Masyarakat "Bende Mataram" Perum Dayu Permai P-18 Yogyakarta]sumber: http://www.akcjoglosemar.org/resensi-buku-guruji/menjadi-agen-perubahan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar