Senin, 28 September 2009

Tumpek Kandang, Misi Pelestarian Hewan

Judul : Tumpek Kandang
Penyusun : I Dewa Gede Alit Udayana
Tebal : xii + 148 halaman
Penerbit : Pustaka Bali Post

ORANG Bali tidak saja merayakan otonan (hari kelahiran) untuk manusia, tapi juga hewan dan bahkan benda mati diberi penghormatan dengan upacara. Contohnya ada upacara otonan celeng (babi), dan otonan montor, sampai otonan wayang.

Tapi itu adalah ucapan lumrah sehari-hari. Istilah resmi otonan celeng adalah Tumpek Uye atau Tumpek Kandang. Demikian pula otonan montor istilah resminya adalah Tumpek Landep.

Pada hari Tumpek Landep ini, tidak hanya montor (istilah orang Bali untuk menyebut kendaraan bermotor, baik roda dua maupun lebih), tapi juga semua benda berbahan baku besi seperti mesin jahit, keris, senapan, dan benda yang mengandung unsur logam lainnya. Akan halnya otonan wayang dilakukan pada Tumpek Wayang.

Khusus pada Tumpek Kandang, umat Hindu di Bali tidak hanya mengupacarai babi piaraan, tapi juga hewan ternak yang lain seperti sapi. Kedua binatang ini dianggap berjasa dalam hidup manusia. Babi mengorbankan dagingnya untuk dikonsumsi, terutama di Hari Raya Galungan. Demikian pula sapi, selain menyumbangkan dagingnya, juga membantu manusia bercocok tanam.

Memuja Binatang?

Sering ada pertanyaan, apakah pada Tumpek Kandang, umat Hindu melakukan persembahan kepada binatang? Lontar Sundarigama yang memberi petunjuk tentang hari-hari raya Hindu di Indonesia menyatakan: Hari Tumpek Kandang adalah upacara selamatan untuk hewan, baik hewan yang disemblih maupun hewan piaraan.

Pada hakikatnya, pada Tumpek Kandang ini umat Hindu melakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Mahaesa dalam manifestasinya sebagai Siwa yang disebut Rare Angon, penggembala semua makhluk. Dengan demikian, yang dipuja bukan binatang, tapi manifestasi Tuhan Yang Mahaesa.

Namun, penulis buku ini, I Dewa Gede Alit Udayana, masih mempertanyakan; kepada siapa sebenarnya sesaji yang dihaturkan pada Tumpek Kandang itu. Pertanyaan itu muncul karena ada dua pendapat yang berbeda.

Pendapat yang pertama, persembahan ditujukan kepada Bhatara Pasupati atau Hyang Rare Angon, sama dengan lontar Sundarigama. Namun ada pendapat kedua bahwa pada Tumpek Kandang, yang dihaturkan sesajen dan dipuja adalah Bhatara Brahma atau Sanghyang Rudra (hal. 54-55).

Begitu prinsipkah perbedan itu? Alit Udayana memberikan jawaban bahwa perbedaan itu mungkin tidak pernah menjadi persoalan atau memang tidak perlu dipersoalkan. Mengapa?

Alit Udayana menulis, apabila ada kesadaran bahwa perbedaan itu ada pada tataran manifestasi Tuhan, Ida Hyang Widhi Wasa, tidak akan menjadi persoalan atau tidak perlu dipersoalkan. Mungkin maksud Alit Udayana, baik Siwa, Rare Angon, Brahma atau Rudra, toh sama-sama manifestasi Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam ajaran Hindu, keharmonisan dengan semua makhluk dan alam semesta selalu diamanatkan. Salah satu ajaran Tri Hita Karana adalah manusia hendaknya selaras dan hidup hamonis dengan alam semesta, khususnya bumi dan dengan ciptaan-Nya yang lain, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam Hindu, semua makhluk diyakini memiliki jiwa yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, ada kesan bahwa pada upacara Tumpek Kandang ini terkandung makna yang bertentangan. Di satu pihak, binatang seakan dibenarkan untuk disemblih, baik untuk dikonsumsi maupun untuk persembahan seperti upacara caru. Namun di satu pihak, hewan atau semua makhluk lain harus disayangi.

Dalam puja Tri Sandhya misalnya dengan tegas dinyatakan "sarvaprani hitankarah" (hendaknya semua makhluk hidup sejahtera). Selain itu ada juga sesanti "advesta sarva bhutanam" yang artinya "sayangilah semua makhluk". Bahkan khusus untuk sapi, umat Hindu sangat memuliakan binatang itu, karena sapi dihormati sebagai ibu, disamping juga sebagai simbol bumi pertiwi.

Usaha Pelestarian

Terhadap permasalahan di atas, Alit Udayana mencoba memberikan jawaban. Ia menulis (hal. 95), ada kekhawatiran sejumlah orang bahwa jika beberapa jenis hewan selalu digunakan, pada suatu masa nanti, akan terjadi kepunahan. Akan tetapi Alit Udayana juga mengemukakan, bahwa kepunahan tidak akan terjadi. Karena dalam pemahaman Hindu, ketika binatang digunakan sebagai sarana upacara, pada saat yang sama ada pesan (yang tersirat dalam makna ritual yang diselenggarakan) akan ada usaha pelestarian binatang yang bersangkutan.

Menurut Alit Udayana, antara kebutuhan dan ketersediaan binatang itu adalah sebuah hubungan yang berkausalitas, saling terkait dan mempengaruhi. Retorikanya, demikian Alit Udayana menulis (hal. 97), "kalau tidak dilakukan pelestarian bagaimana kita bisa terus dapat menggunakannya?" Alit Udayana kemudian memberi contoh, bila seringkali menggunakan itik untuk upacara tertentu, karena merasa terus memerlukan, kita secara sadar memelihara dan mengembangkan unggas itu.

Dengan demikian, jika direnungkan upacara-upacara keagamaan di Bali, khususnya upacara Tumpek membawa misi pelestarian. Upacara Tumpek Kandang dilaksanakan untuk melestarikan binatang, Tumpek Bubuh mengandung mssi melestarikan tumbuh-tumbuhan, Tumpek Wayang misinya adalah melestarikan seni budaya, dan sejumlah contoh lainnya.

Akan tetapi yang rupanya tetap perlu diperhatikan adalah hakikat dari upacara itu sendiri. Upacara yang artinya mendekat (mendekat kepada Tuhan dan semua ciptaannya) semestinya benar-benar dipahami dan diberi makna sesuai dengan tujuan upacara itu sendiri.

Di India pun sesungguhnya ada upacara yang serupa dengan yang dilakukan umat Hindu di Indonesia. Misalnya upacara Ayudhapuja adalah upacara selamatan terhadap semua senjata, jadi sama dengan Tumpek Landep. Demikian pula upacara untuk tumbuh-tumbuhan yang disebut Sankarapuja. Di negeri asalnya agama Hindu itu, juga ada hari yang maknanya sama dengan Sarasvati, Sivaratri, Galungan-Kuningan dan sebagainya. Dari beraneka hari-hari raya itu tidak semua dirayakan dengan besar-besaran. Bahkan ada dilaksanakan dengan hanya brata atau upavasa (puasa) saja.

Buku ini memang perlu disimak sebagai bahan diskusi, apakah upacara mecaru itu harus memotong hewan atau tidak.


* wayan supartha
sumber: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=kategoriminggu&kid=28&id=Buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net