Di kalangan masyarakat ada mitos yang berkembang tentang “air peleburan dosa”. Apakah air pelebur dosa itu? Dari segi kata “pelebur” itu, dapat diterjemahkan dengan “mengembalikan” atau “menghilangkan” dosa. Namun seperti yang kita ketahui bersama, bahwa dosa itu tidak dapat dihilangkan, karena setiap hasil perbuatan yang kita lakukan pasti akan mendapatkan hasilnya, entah itu hasil yang baik ataupun yang buruk.
Seperti yang dijelaskan dalam kitab Sarasamuscaya XX. 358 “ sesungguhnya kehidupan manusia di dunia adalah sebagai ahli waris dari karmanya. Artinya, hasil baik atau buruknya perbuatan pasti akan diterima, pada hakekatnya kita terikat oleh baik buruknya perbuatan kita. Pendeknya terdahululah kehidupan di dunia ini. Tegasnya ialah bahwa kita semua dikuasai oleh perbuatan kita yang terdahulu.” Dan juga sloka 359 “Purwakarma atau perbuatan yang lalu itu mau tak mau pasti akan dipetik setiap pahalanya oleh yang membuat atau melakukan karma itu. Dan karmaphala itu tidak bingung dalam menentukan dimana ia harus menuju dan tinggal, yaitu pada pembuatnya dahulu. Seperti halnya anak sapi, tidak akan bingung ia dalam mencari induknya untuk menyusui walaupun ratusan sapi yang di hadapinya yang semuanya sedang menyusui anak-anaknya. Walaupun bagaimana bercampur aduknya sekalian induk-induk sapi itu, namun tanpa ragu-ragu anak-anaknya akan mengenali juga induknya sendiri.” Sesungguhnya dosa itu tidak akan pernah lepas dari kita, sama seperti banyangan yang akan selalu mengikuti kemana pun kita pergi. Selama matahari itu bersinar maka bayangan itu akan selalu ada, namun bila matahari tidak tampak, maka bayangan tersebut akan tidak kelihatan secara jelas, namun tetap menempel pada kita. Bila kita pikirkan, apakah benar setelah mendapat percikan air pelebur dosa, dosa kita akan dilebur atau hilang dan bisa mencapai Moksa secara langsung? Sama seperti dalam cerita Lubdaka yang hanya dengan begadang semalaman akan bisa manghapus dosanya dan akan mencapai sorga. Namun makna sesungguhnya dari cerita tersebut adalah ketika kita menjalani malam Siwaratri itu, kita disuruh merenungkan segala perbuatan yang telah kita lakukan selama ini apakah sudah benar atau salah? Dalam Manawa Dharmasastra IV. 170 dijelaskan “ tidak akan ada orang yang hidup tidak penuh dosa, orang yang mengumpulkan kekayaan dengan jalan yang tidak halal, orang yang selalu gembira jika dapat menyakiti orang lain tidak akan bisa sampai merasakan kebahagiaan dalam hidup di dunia.” Dari sloka tersebut bisa kita maknai bahwa, orang yang hidup di dunia ini adalah orang yang berdosa, namun dengan lahir di dunia sebagai seorang manusia adalah sebuah anugrah, karena akan bisa menebus segala dosa yang pernah kita lakukan pada kehidupan yang terdahulu dengan cara berbuat sesuai kaidah-kaidah dharma. Air memang berfungsi sebagai pembersih namun tidak sebagai pembersih dosa, tetapi lebih sebagai pembersih tubuh kita dari segala kekotoran. Air mempunyai sifat menyejukkan, maka dari itu, sehabis melukat pikiran kita akan terasa tenang. Seperti kegiatan melukat yang dilakukan oleh orang-orang Bali. Melukat itu lebih menekankan pada aspek etika, karena sehabis kita melukat pasti dalam pikirannya bahwa “bahwa saya sudah tidak berdosa, dan tidak boleh berbuat dosa lagi”, memang pemikiran seperti itu pasti ada saja, yang terpenting dalam melukat itu adalah sebagai sarana pembersihan untuk menghilangkan hambatan yang ada dalam diri dan di luar diri kita. Tidaklah mungkin seorang yang ingin meningkatkan spiritualnya ada halangan yang akan merusak konsentrasinya di dalam meningkatkan kegiatan spiritualnya. Di lain pihak, ada juga seorang anak kecil yang lahirnya bertepatan dengan tumpek wayang setiap akan otonannya disuruh melukat dengan tirta wayang yang bertujuan agar segala malapetaka menjauh dan sikapnya agar menjadi baik. Namun yang terjadi, anak tersebut tetap saja nakal dan terkadang membuat orang tuanya payah untuk mengikuti segala keinginannya. Dari kejadian itu bisa kita cermati bahwa, selain dengan kita melakukan pelukatan pola pendidikan yang diterapkan dalam keluarga kepada anak haruslah ada juga, karena di jaman ini, jika anak-anak tidak dididik dengan baik, maka anak tersebut tidak akan mempunyai moral yang baik. Bukannya melukat itu tidak ada artinya, namun harus dibarengi dengan didikan yang baik, oleh karena itu perlu ada keseimbangan antara spiritual dengan pendidikan yang diterapkan kepada anak. Maka dari itu, dosa itu sesungguhnya tidak akan bisa kita hilangkan. Justru akan selalu ada untuk membayangi kita, bahkan seorang Yudhistira yang dikatakan sebagai seorang Dharmawangsa pun dalam kehidupannya pernah berbuat dosa. Apalagi kita yang hidup di zaman Kali, di mana adharma lebih merajalela dari dharma, maka tidak akan mungkin tidak pernah berbuat dosa, namun yang membedakan hanya kadar dosa yang diperbuat. Jika Anda sudah bahwa berbuat dosa itu memang tidak dianjurkan, maka jauhkanlah diri Anda dengan kegiatan yang bisa membuat Anda melakukan dosa dan sebaliknya. Mantapkanlah diri untuk berbuat sesuai dengan ajaran susastra agama. Oleh karena itu, jika kita sudah sadar bahwa lahir ke dunia ini adalah kegiatan untuk menebus segala perbuatan dosa, maka banyak-banyaklah menjalankan ajaran dharma itu agar kelak kita bisa mencapai moksa sesuai dengan tujuan kita sebagai umat Hindu. |
Source : I Made Tisnu Wijaya | Majalah Raditya sumber : http://okanila.brinkster.net/ |
Toko Buku Hindu dan Buku Spiritual Online...Kami menjual buku-buku Hindu dan Spiritual lainnya secara online terbitan penerbit Media Hindu, Paramitha, BaliPost, dan lain-lain. Kami bisa melakukan pengiriman ke seluruh Indonesia.
Kamis, 19 Maret 2015
Apakah Air Akan Melebur Dosa Kita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar