Jumat, 26 Juni 2015

Buku : Parasara Dharmasastra


IDR 43200.00

SIZEPRICE (IDR)
14 x 21 cm43200.00
Quantity 
PRODUCT DETAILS
Penulis : I Wayan Maswinara
tebal : 210 hal
Deskripsi :
Parasara Dharmasastra ini merupakan salah satu dari 20 dharmasastra yang diberlakukan pada Kali Yuga sekarang ini. Dharmasastra secara umum memuat aturan-aturan kebajikan bagi catur varna dalam sistem sosial masyarakat Hindu. Dharmasastra adalah yuga-dharma, yang artinya tiap-tiap juga memiliki aturan-aturan kebajikan tersendiri sesuai dengan sifat dari yuga itu. Manu Dharmasastra diberlakukan bagi Satya yuga, Gautama Dharmasastra diberlakukan bagi Treta yuga, Sanka dan Likhita Dharmasastra bagi Dvapara Yuga dan Parasara Dharmasastra diperuntukkan pada jaman Kali sekarang ini.
Pelaksanaan penebusan dosa (avidya) melalui tapas, merupakan kebajikan pada masa Satya Yuga, pengalaman pengetahuan sang Diri (jnana) merupakan jalan untuk mengatasi avidya pada masa Treta Yuga, pelaksanaan upacara kurban (yajna) pada masa Dvapara Yuga dan melaksanakan amal sedekah (danam) pada masa Kali Yuga.
Inti ajaran Parasara Dharmasastra menekankan pada pemberian sedekah (danam) untuk penebusan dosa (avidya), yang hendaknya diartikan sebagai simbul pemutusan keterikatan akan ‘kemilikan’, yang merupakan salah satu penghalang di jalan pencapaian kebebasan. Pemberian yang semata-mata merupakan dana bagi penebusan dosa (avidya) tidak akan ada artinya bagi yang bersangkutan apabila keterikatan akan ‘kemilikan’ belum mampu ia putuskan sehingga masih membelenggunya yang menyebabkan avidya (dosa) itu akan tetap melekat pada dirinya.
Dharmasastra yang dibahas di sini diperuntukkan bagi 4 golongan sosial masyarakat bukan dalam arti keturunan, tetapi dalam arti jabatan (profesi) yang menuntut syarat-syarat mental yang harus dimiliki oleh masing-masing golongan. Demikian misalnya dari golongan brahmana, yang merupakan golongan yang sudah mencapai tahap jnana, yang sudah mampu melepaskan keterikatan dan selalu dalam keadaan seimbang; golongan ksatriya, adalah mereka yang bekerja dibidang pemerintahan, di mana semangat pengabdian bagi masyarakat luas mewarnai sikap mental mereka ; golongan vaisya adalah mereka yang jabatannya menunjang dan mempersiapkan ‘kemakmuran material’, sehingga sikap mental mereka dikuasai perhitungan ‘untung rugi material'; sedangkan golongan sudra, adalah mereka yang jabatannya memberikan ‘pelayanan material’, sehingga sikap mental mereka menonjolkan ‘kekuatan fisik’.
Itulah sebabnya larangan bagi golongan sudra yang tidak diperkenankan untuk membaca  Veda sebagai proses belajar Veda diberlakukan, karena disini diperlukan ‘ketenangan dan kestabilan pikiran’ yang jarang dimiliki oleh golongan sudra, akibat pengaruh dari lingkungan kerjanya.
Masing-masing varna yang ditentukan oleh pekerjaan apa yang boleh dilakukan, mempunyai tujuan agar sikap mental setiap orang pada masing-masing varna tidak merosot, karena sikap tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari, misalnya golongan brahmana hanya diperkenankan menekuni bidang pertanian dan memperlakukan serta memperkerjakan sapi secara manusiawi, sebagai perwujudan dari ajaran “tat tvam asi”.
Keadaan tidak suci seseorang yang dikaitkan dengan kelahiran dan kematian, hendaknya diartikan secara umum, tetapi bagi mereka yang telah mampu melepaskan  keterkaitan dan memandang kelahiran serta kematian sebagai konsekwensi dari pelaksanaan karma dengan keterikatan pada kehidupan terdahulu, dengan sendirinya menjadi tidak berlaku.
Di dalam Dharmasastra ini juga dijumpai larangan berhubungan atau bercampur dengan golongan yang lebih rendah, ditinjau dari perjalanan spiritual, yang berarti bahwa kita diwajibkan untuk bergaul dengan sesama golongan, yang menunjukkan sikap mental yang menyuburkan perkembangan spiritual.
Dosa yang timbul karena melakukan pembunuhan terhadap binatang, merupakan suatu petunjuk bahwa seseorang belum menghayati ajaran ‘tat tvam asi’, di mana manusia dan binatang berasal dari sumber yang sama. Penebusan dosa dengan melakukan puasa, dimaksudkan bahwa dalam keadaan puasa seseorang akan mampu mengendalikan nafsu serta merenungkan bahwa dirinya dan binatang merupakan hakekat yang satu; tetapi apabila situasi ini tidak mampu merubah pikirannya, maka penebusan dosa dengan puasa maupun pemberian dana tidak akan mampu melenyapkan avidya seseorang.
Dosa yang timbul karena menggauli wanita yang bukan haknya, menunjukkan bahwa seseorang tidak mampu mengendalikan kama (nafsu), sehingga ia akan mengalami kemunduran dalam perkembangan spiritual dan penebusan dosa semata dengan melaksanakan upacara penebusan dosa, tidak mencapai sasaran, apabila nafsunya sendiri tak mampu untuk dikendalikan.
Layangan menyantap makanan terlarang bertujuan agar seseorang selalu menyantap yang bahan-bahannya bersifat sattvam, yang berasal dari tempat yang sattvam, dipersiapkan dengan pikirang sattvam dan diperoleh dengan jalan yang jujur (sattvam); karena makanan sattvam akan membentuk pikiran yang sattvam pula.
Demikian beberapa catatan yang ingin kami sampaikan kepada para pembaca, sehingga Parasara Dharmasastra yang sesuai diberlakukan pada dewasa ini, akan mampu meningkatkan kesadaran spiritual kita, akan dirasakan sebagai suatu dogma yang tidak sejalan dengan penalaran kita.
Semoga kita semua memperoleh berkah spiritual dari ajaran Dharmasastra ini.
Om Santih, Santih, Santih
*[Harga belum termasuk ongkos kirim. Ongkos kirim minimal dihitung berdasarkan berat barang 1 kg, kami sarankan Anda memesan beberapa barang untuk menekan ongkos kirim]
sumber : http://www.iloveblue.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net