ISTILAH keluarga berasal dari kata ''kula'' dan ''warga''. Kula dalam bahasa Sansekerta artinya mengabdi dan warga artinya terjalin. Kulawarga adalah ikatan pengabdian yang terjalin harmonis. Menurut Pandhari Nath Prabhu dalam bukunya ''Social Hindu Organization'' ada tiga sistem yang membentuk keluarga Hindu yaitu: Sapinda Gotra dan Pravara.
Sapinda adalah bentuk keluarga yang didasarkan pada kesamaan darah keturunan yang jelas. Artinya hubungan keluarga seseorang dalam sistem Sapinda harus dapat dilacak dengan jelas dan pasti hubungan darah keturunannya. Bentuk hubungan tersebut harus jelas dan pasti, apakah seseorang itu sebagai anak, sepupu, mindon, cucu, kumpi, kelab atau lainnya. Dengan sistem ini sangat terbatas dapat diketahui hubungan darah keturunan secara jelas dan pasti dalam hubungan yang lebih luas. Pelacakannya paling-paling sampai batas lapis ketiga atau keempat. Jarang orang mampu melacak secara pasti sampai ke jenjang yang lebih tinggi dari hubungan tersebut. Misalnya seseorang paling banter dapat melacak sampai tingkat ayah-ibu, kakek-nenek dan kumpi dengan pasti. Melacak yang lebih atas dari itu sangat sulit. Misalnya, sangat sulit melacak sampai kelab, kelampiung, canggah, wareng sampai dengan keletek.
Gotra adalah bentuk keluarga berdasarkan hubungan ketokohan seseorang. Dari tokoh inilah seterusnya membentuk suatu warga. Terbentuknya Gotra ini berlangsung secara alami tahap demi tahap. Mereka yang merasa memiliki hubungan kekerabatan, baik karena merasa ikut diperjuangkan nasibnya oleh tokoh bersangkutan atau memang karena ada hubungan darah meskipun sebatas hubungan pradhana atau purusa yang sudah sangat jauh, karena ketokohan itu mereka merasa dekat dan satu warga. Sistem Gotra ini sangat menonjol di Bali. Seperti Wangsa Brahmana Siwa, Wangsa Brahmana Budha, Warga Pasek Sanak Sapta Resi, Warga Bujangga Waisnawa, Warga Maha Semaya Pande, warga para Arya seperti Arya Kuta Waringin, Arya Sentong, Arya Kepakisan dan lain-lain.
Semua paguyuban warga tersebut dapat dilacak dengan jelas tokoh pembentuk kewargaannya. Tokoh pembentuk warga itu disebut Wamsa Karta. Misalnya Wangsa Brahmana Siwa meyakini Mpu Danghyang Dwijendra sebagai pembentuk wangsa (warga). Mpu Danghyang Astapaka (Mpu Katrangan) sebagai pembentuk Wangsa Brahmana Budha. Warga Pasek Sanak Sapta Resi meyakini Mpu Gnijaya sebagai pembentuk Warga Pasek. Demikian seterusnya.
Sesungguhnya dilihat dari hubungan Sapinda sebagai Gotra yang berbeda itu ada yeng memiliki hubungan satu Sapinda. Misalnya Wangsa Brahmana Siwa tidak memiliki hubungan keluarga berdasarkan Gotra dengan Warga Pasek Sanak Sapta Resi. Tetapi kalau dilihat dari silsilahnya Wangsa Brahmana Siwa memiliki hubungan Sapinda dengan Warga Pasek Sanak Sapta Resi. Karena leluhur Mpu Danghyang Dwijendra sebagai pembentuk Wangsa Brahmana Siwa adalah keturunan Mpu Beradah. Sedangkan Mpu Beradah bersaudara dengan Mpu Gni Jaya leluhur Warga Pasek Sanak Sapta Resi.
Dilihat dari sudut Sapinda Wangsa Brahmana Siwa satu keluarga dengan Warga Pasek Sanak Sapta Resi. Demikian juga beberapa warga lainnya ada yang berbeda Gotra tetapi satu Sapinda.
Umumnya kelompok warga atau soroh di Bali banyak yang berasal dari Sang Panca Tirtha. Yang dimaksud dengan Sang Panca Tirtha itu adalah lima pandita bersaudara yang pernah bereksistensi meletakkan nilai-nilai Hindu di Bali. Kelima pandita itu adalah Mpu Gnijaya, Mpu Kuturan, Mpu Beradah, Mpu Gana, Mpu Semeru. Terbentuknya keluarga Hindu berdasarkan Gotra ini karena adanya dorongan untuk melestarikan nilai-nilai luhur yang dilakukan oleh seorang tokoh sehingga ia sampai menonjol sebagai tokoh dalam masyarakat Hindu.
Pravara adalah bentuk keluarga Hindu yang didasarkan pada kesamaan nama Tuhan yang dipuja. Kata pravara dalam bahasa Sansekerta artinya yang paling diutamakan. Dalam pergaulan sehari-hari sering kita mendengar istilah Warga Waisnawa Paksa, Warga Siwa Paksa, Budha Paksa atau para Sakta dan sebagainya.
Hal itu menggambarkan bentuk keluarga berdasarkan sistem Pravara. Dalam kitab Reg Veda sudah sangat jelas dinyatakan bahwa Tuhan itu Esa namun sebutannya banyak, yang diberikan oleh para Vipra atau orang suci. Bentuk keluarga berdasarkan kesamaan nama Tuhan yang dipuja inilah oleh para ilmuwan empiris disebut Sekte. Sedangkan dalam istilah Hindunya disebut Sampradaya Parampara.
Dalam Lontar sering kita baca ada resi yang bersaudara secara Sapinda namun berbeda Paksanya sehingga tidak disebut sebagai satu keluarga dalam pengertian Pravara. Zaman dulu berbeda Pravara tidak pernah dipersoalkan. Karena itu di Bali tidak ada sejarah yang menyatakan bahwa ada permusuhan antarsekte Hindu. Yang ada justru kerja sama dengan tidak mempertentangkan perbedaan asal sistem keluarga.
sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/9/2/o1.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar