Selasa, 25 Agustus 2015

Memuja Dewa Sangkara di Pucak Mangu

Rayim raksanti jiirayo vanaani.
Indraya dyaava osadhir
Utapaah rayim raksanti.
(Rgveda III.51.1) 

Maksudnya:
Hutan-hutan belantara dan sungai-sungai adalah sumber hidup dan penghidupan. Bagi negara, langit, taman-tamanan dan sungai-sungai semuanya itu sumber penghasilan (negara dan rakyat). 


MAKANAN utama dari umat manusia adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hewan pun makanannya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Hewan yang memakan daging pun tidak bisa hidup kalau tidak ada hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan yang dimangsanya. Karena itu dalam kitab Bhagawad Gita III.14 dinyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makanan. Makanan berasal dari hujan. Hujan muncul dari Yadnya dan yadnya muncul dari Karma. 

Dalam sloka ini ada yang harus saling berkarma sebagai Yadnya untuk saling memelihara secara timbal-balik melakukan Cakra Yadnya. Tumbuh-tumbuhan berkarma menjadi bahan makanan memelihara makhluk hidup termasuk umat manusia. Manusia haruslah berkarma memelihara tumbuh-tumbuhan agar selalu lestari adanya. Alam atau Bhuwana Agung memelihara makhluk hidup dengan menjatuhkan hujan. 

Dari hujan itulah terpeliharanya tumbuh-tumbuhan. Hujan pun akan jatuh sesuai dengan musimnya kalau keadaan alam ini tidak dirusak oleh manusia. Kalau manusia membabat hutan dengan semena-mena, terus membuang asap kotor ke udara melalui asap pabrik, mobil dan alat-alat teknologi lainnya maka iklim pun dapat berubah akibat pemanasan global terus meningkat. 

Terjadinya perubahan dan pemanasan global secara terus-menerus, akibatnya hujan pun menjadi tidak teratur jatuhnya. Kadang-kadang kemarau berkepanjangan. Tumbuh-tumbuhan saat musim kemarau akan kering. Dalam keadaan hutan kering maka sangat mudah terbakar. Hujan deras yang turun tidak teratur bisa berakibat kurang baik terhadap lingkungan. Akan terjadi banjir di mana-mana. Lingkungan dan tempat hidup manusia pun terancam. 

Karena itu, sesuai pula dengan Mantra Rgveda yang dikutip di atas, bahwa hutan belantara atau hutan lindung dan sungai-sungai merupakan sumber penghidupan negara dan rakyatnya. Kalau rakyat makmur karena terpeliharanya hutan dan sungai atau sumber-sumber mata air lainnya maka negara pun makmur. Karena itu dalam memelihara tumbuh-tumbuhan, di samping manusia harus menghindari hidup serakah agar jangan sampai membabat hutan, juga selalu mohon kepada Tuhan agar tumbuh-tumbuhan sumber hidupnya tetap terlindungi oleh kemahakuasaan Tuhan. 

Dalam tradisi beragama Hindu di Bali ada tiga kegiatan beragama Hindu yang bermakna untuk selalu memelihara tumbuh-tumbuhan yaitu dengan upacara agama yaitu merayakan Tumpek Wariga sebagai hari yang khusus untuk memuja Batara Sangkara sebagai manifestasi Tuhan sebagai Dewa tumbuh-tumbuhan. Pada hari Tumpek Wariga umat Hindu khusus mengadakan pemujaan kepada Tuhan memohon lestarinya tumbuh-tumbuhan. 

Di Bali ada Pura Kahyangan Jagat yang khusus memuja Tuhan sebagai Dewa Sangkara. Pura Kahyangan Jagat itu adalah Pura Pucak Mangu yang berada di ujung utara Kabupaten Badung, Kecamatan Petang. Pura ini memiliki dua Pura Penataran yaitu di Pura Ulun Danu Beratan Kecamatan Baturiti Tabanan dan juga di Penataran Pucak Mangu yang terletak di Plaga Kecamatan Petang. Di Pura ini Gst. Agung Putu pendiri Kerajaan Mengwi pernah melakukan Dewi Sraya. 

Setelah melakukan Dewi Sraya, beliau mendapatkan berbagai kejayaan dalam hidup beliau, sampai beliau mendirikan Kerajaan Mengwi. Raja-raja Mengwi selanjutnya semuanya berasal dari keturunan beliau. Pura Pucak Mangu memiliki dua fungsi yaitu sebagai pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Catur Loka Pala dan sebagai pura yang didirikan berdasarkan konsepsi Padma Bhuwana. Pura Catur Loka Pala itu adalah sebagai tempat memuja Tuhan untuk mendapatkan rasa aman atau perlindungan Tuhan dari empat penjuru. Pura Pucak Mangu adalah pura sebagai tempat memuja Tuhan yang melindungi Bhuwana di arah utara. 

Sedangkan dalam konsepsi Padma Bhuwana, Pura Pucak Mangu sebagai tempat memuja Dewa Sangkara yang melindungi arah barat laut. Dari pemujaan Dewa Sangkara ini diharapkan Tuhan menurunkan wara nugraha-nya melindungi tumbuh-tumbuhan. Itu artinya, umat Hindu dalam melindungi tumbuh-tumbuhan di samping memiliki hari Tumpek Wariga dan Pura Pucak Mangu juga memiliki upacara Bhuta Yadnya. 

Bhuta Yadnya menurut Agastia Parwa, Taur muang kapujan ring tuwuh. Artinya, Bhuta Yadnya itu adalah mengembalikan (alam) dan menyayangi tumbuh-tumbuhan. Dengan tiga kegiatan beragama Hindu, kita tumbuhkan kasih sayang pada tumbuh-tumbuhan. Karena dengan lestarinya tumbuh-tumbuhan, semua makhluk hidup sangat terganggu hidupnya pada tumbuhan itu. Karena itu pemujaan Dewa Sangkara dikaitkan pula dengan upaya melestarikan tumbuh-tumbuhan. 

* I Ketut Gobyah 
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net