Jumat, 22 April 2016

Melupakan Ajaran Weda, Memperpendek Umur

HAKIKAT isi Weda adalah kebenaran yang kekal abadi atau Sanatana Dharma. Kebenaran Weda adalah sesuatu yang menuntun umat manusia semakin dekat dengan kehendak Tuhan. Bentuk tuntutan menuju jalan Tuhan itu bermacam-macam. Tuhan menciptakan banyak jalan karena keberadaan umat manusia itu penuh dengan keanekaragaman. Manusia sangat beraneka ragam, baik kadar intelektualnya, kadar emosinya maupun kadar spiritualnya. Karena itu tidak mungkin manusia diajak menempuh hanya satu jalan. Lebih-lebih menyangkut masyarakat keyakinan sebagai aspek hidup manusia yang terdalam. Keberanekaragaman umat manusia ini disebabkan oleh keberadaan ruang dan waktu yang terus berputar. Manusia lahir dan hidup diruang dan waktu yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan manusia hidup di lingkungan yang berbeda-beda. Berbeda lingkungan alamnya, lingkungan sosialnya maupun lingkungan rokaninya. Hal itulah menyebabkan terciptanya jalan yang sangat beraneka ragam menuju jalan Tuhan. 

Banyaknya jalan menuju jalan Tuhan itu sudah diajarkan dalam kitab suci Weda. Tidakkah tepat kalau ada pihak yang mengklaim bahwa bentuk tuntunan ke jalan Tuhan yang diyakininyalah yang paling benar dan yang lainnya salah. Demikian jugalah kitab suci Weda yang memuat kebenaran yang kekal dan abadi diwujudkan dalam berbagai jalan dan tradisi. Umat boleh bebas memilih jalan yang mana pun yang dipilih asalkan itu jalan menuju jalan Tuhan. Mencela orang lain yang memilih jalan berbeda dengan diri itu sama dengan mencela jalan Weda. Jangankan mencela Weda melupakan Weda saja sudah dinyatakan sebagai jalan yang sesat. 

Dalam kitab Manawa Dharmasastra V.4 dinyatakan bahwa Sang Hyang Mrtyu (Dewa Kematian) berhak memperpendek umur para Brahmana kalau melupakan Weda (anabhyaasena wedanam). Demikian juga kalau menyeleweng dari tradisi Weda (aacaarasya), teledor melakukan tugas-tugas, memakan makanan yang terlarang. Semua perbuatan itu akan dapat memperpendek umur para Brahmana. 

Bhagawad Gita IV.11 sudah menetapkan petunjuk bahwa jalan yang manapun yang ditempuh oleh umat manusia sepanjang jalan itu jalan menuju Tuhan, Tuhan pun akan menerima lewat jalan itu juga. Tuhan berada di mana-mana termasuk di semua jalan Weda yang ditempuh oleh umat manusia menuju-Nya. 

Orang yang mencela jalan yang berbeda dengan jalan yang ditempuhnya disebabkan oleh kesombongan dan membangga - banggakan jalan yang ditempuhnya dengan menganggap remeh jalan yang dipilih oleh orang lain. Sombong dan membanggakan diri disebutkan sebagai sifat dari Asura atau raksasa dalam Bhagawad Gita XVI.4. Karena itu marilah kita hormati perbedaan cara menempuh jalan menuju jalan Tuhan. Lebih-lebih pada zaman yang disebut oleh para ilmuwan sebagai zaman post modern. Ciri utama dari zaman post modern ini adalah keadaan yang serba pluralistis di berbagai kehidupan. Kita akan stres berat kalau tidak bersikap loyal dan toleran pada perbedaan cara yang ditempuh oleh sesama manusia dalam melakukan kehidupan ini. Apalagi dalam memilih cara beragama yang memang sudah dijamin oleh norma hukum dan norma Agama itu sendiri. Karena banyak pihak yang menginginkan agar cara yang dipilihnyalah juga dipilih oleh semua orang. Sedangkan pada kenyataannya hal itu tidak mungkin terjadi. Apalagi pada era post modern ini. Hal tersebutlah yang akan menimbulkan stress yang dapat memerpendek umur. 

Marilah kita bahagia hidup dalam keaneka ragaman budaya. Yang penting harus dijaga keanekaragaman tersebut membawa pada kemajuan hidup lahir dan batin berdasarkan kebenaran kitab suci sabda Tuhan. 

Sikap inilah yang mungkin dianut oleh leluhur umat Hindu dimasa lampau di Jawa dan Bali di masa lampau. Dari sikap yang bijaksana seperti itulah melahirkan budaya Hindu di Jawa dan Bali menjadi budaya Hindu yang adi luhung seperti yang kita warisi dewasa ini. Sikap loyal dan toleran itu menyebabkan Ramayana dan Mahabharata yang asalnya dari India diterima di Jawa. Demikian juga saat Bali diperintah oleh Raja Udayana bersama dengan permaisurinya, susastra Jawa Kuna masuk ke Bali. Seperti karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang sudah berbahasa Jawa Kuna dan karya sastra Jawa kuno lainnya. Demikian juga pengaruh dari Cina, Mesir, Eropa, dan lain-lain memperkuat dinamika budaya Hindu di Bali. Yang penting tattwa atau kebenaran Hindu menurut Weda teraplikasikan dalam kehidupan masyarakat luas. 

Namun proses keterbukaan dalam menjaga dinamika budaya Hindu di Bali sepertinya mendapat tantangan dari pihak-pihak yang tidak ingin melanjutkannya. Syukurlah sikap demikian itu banyak mendapat tantangan dari pihak-pihak yang menginginkan dinamika budaya Hindu tetap ajek menjadi wadah pengamalan tattwa agama Hindu dalam kehidupan sesuai dengan kebutuhan zaman. 

  
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net