Minggu, 12 April 2015

Advaita - Atma Jinana


Namaskar, Atma jinanam vidur jinanam jinanani anyani yani tu. Tani jinana avabhasani sarasya naeva bodhanat (Shivopadesha)

(atmajinana adalah pengetahuan yang sejati, semua pengetahuan yang lainnya itu adalah bukan pengetahuan, tetapi hanya penumbra dari pengetahuan yang tentunya tidak akan mengantarkan pada realisasi kebenaran sejati)

bagaimana membedakan yang kekal dari yang tidak kekal? Yang nyata dari yang tak nyata? Orang bijaksanapun bingung untuk menjelaskannya. Semua alam semesta yang terbentang luas, yang kita persepsi merupakan rangkaian warna warni yang menakjubkan! Apakah semua itu? Siapakah keberadaan kekal yang merupakan sumber semuanya? Renungan seperti ini pasti sering menghantui pikiran seorang pencari kebenaran.

Dari keinginan untuk mengetahui, lalu manusia mencari dan mencari, hasil dari pencarian dan penelitian di dalam pikirannya itu disebut sebagai pengetahuan. Sehingga apakah pengetahuan itu? Apakah semua pengetahuan yang kita pelajari adalah pengetahuan yang sebenarnya? Yang akan mengantarkan kita pada kebenaran? Untuk mengentahui hal ini maka yang perlu diteliti terlebih dahulu adalah bagaimanakah pengetahuan itu didapat dan bagaimana pula proses mengetahui itu dilakukan? Disini akan kita lihat bahwa semua bentuk pengetahuan yang selama ini kita anggap sebagai pengetahuan hanya kumpulan ide-ide berdasarkan persepsi kita melalui indriya dalam lautan tanmatra. Pertanyaan segera menyusul, apakah indriya dan apakah tan matra? Berarti masih ada Yang-Di-Atas-Nya yaitu dari mana tan matra itu berasal, dan bagaimana indriya itu dapat berfungsi? Ketika pencarian ini diteruskan sampai titik akhir, dan tidak ada lagi yang Di-Atas-Itu maka dapatlah dikatakan kita telah mencapai pengetahuan yang sebenarnya. Ini disebut ‘sarat-sarat’(intisari dari esensi pengetahuan) seperti diungkapkan dalam slokha diatas ‘sarasya’ naeva bhodanat.

Sekarang mengapa pengetahuan selain ‘atmajinana’ itu dikatakan sebagai ‘penumbra (avabha’sa’)’ dari pegetahuan yang sejati? Karena obyek pengetahuan itu sendiri adalah ‘penumbra’ dari Keberadaan Yang Kekal. Yang kekal adalah ‘atma’ sedangkan semua yang berwujud dan termanifestasikan adalah ‘penumbra’(avabha’sa’) dari atman. Bagaimana hal ini dapat dimengerti?

Seperti seseorang melihat ular dari seutas tali. Karena tidak tahu bahwa itu seutas tali, akibat ketidaktahuan ini orang merasa takut (pada ular) namun ketika pengetahuan bahwa itu adalah seutas tali, ketakutan pada ular itupun sirna (karena sebenarnya tidak ada ular):

atmajnanajjagad bhati atmajnanan na bhasate
rajjvajnanadahirbhati tajjnanad bhasate na hi || Astha Vakra 2-7||

catatan: atma ajnana=tanpa pengetahuan tentang atma, bha’ti=nampak; aju ajnana=tanpa pengetahuan tentang tali, ahi;=ular, tad janana bhasate na hi=setelah mengetahui itu, tiada yang nampak

(karena tidak memiliki pengetahuan tentang atma, dunia ini kelihatan demikian, tetapi dengan pengetahuan tentang atma dunia ini tiada nampak, seperti halnya pengetahuan tentang seutas tali, menyebabkan kekeliruan terhadap ular menjadi sirna)

Atau dapat dianalisa dari contoh lain; seperti riak dan gelembung dalam air, yang ada hanya air, tetapi akibat gerakannya (seperti air pancuran) muncullah riak dan gelembung air. Demikian pula yang ada sebenarnaya hanya atma, tetapi akibat pengaruh Maya, dunia ini menjadi nampak!

Atau contoh lainnya:

aho vikalpitam visvamajnananmayi bhasate
rupyam shuktau phanii rajjau vari suryakare yatha
||Astha Vakra 2-9||

catatan: rupyam=perak, shuktau=dalam kerang (mother pearl), phanii=ular, rajjau=tali, vari=air , suryakare= silau cahaya (effect fatamorgana)

jagat raya ini nampak dalam diriku, karena ketidaktahuan akan atman, seperti melihat perak dari kerang, ular dari seutas tali atau air dalam silau matahari.

Demikianlah sifat dunia ini, datang dan pergi muncul dan tenggelam seperti gelembung muncul dari air dan larut ke dalam air. Dengan analisa demikian melihat dunia ini sebagai refleksi dari atman mengetahui hanya atman sebagai kebenaran tunggal.

Sekarang dari sisi tersebut mengertilah kita tentang hakekat dunia ini sebagai maya atau ilusi dari kesadaran kekal atman. Namun kalau analisa kita teruskan akan kita temukan lagi sbb:

yatha na toyato bhinnastaraungah phenabudbudah
atmano na tatha bhinnam vishvamatmavinirgatam
||Ashta Vakra 2-4|| seperti halnya riak, buih dan gelembung dalam air tiada berbeda dengan air, demikian pula jagat ini berasal dari atma tidak berbeda dengan atman.

Catatan: Toyatah=dalam air, taraunga=riak, phena budbudah=buih dan gelembung air, visva=jagat, atmavinirgata=lahir dari atman

tantumatro bhaved eva pato yadvad vicaritah
atmatanmatramevedam tadvad vishvam vicaritam
||Astha Vakra 2-5||

seperti halnya kain kalau dianalisa hanya terdiri dari benang saja, demikian juga jagat ini kalau dianalisa hanya terdiri dari atman.

catatan: tantumatro=dari benang, vicaritah=analisa, pat’ah=kain

yathaiveksurase klrpta tena vyaptaiva sarkara
tatha vishvam mayi klrptam maya vyaptam nirantaram
|| 2-6||

seperti halnya gula terbuat dari sari tebu hanya mengandung zat tebu, demikian pula jagat ini terbentuk dari Aku diresapi hanya oleh Aku

catatan: iksurase=dari sari tebu, vyapta=diresapi, sarkara=gula

Disinilah yang saya katakan sebagai kontradiksi dan menjelaskan ‘advaita’, di satu sisi kita menganggap dunia ini sebagai Maya yang tidak Real, namun setelah mengetahui yang Real, ternyata dunia ini juga tidak berbeda dengan yang Real. Disini dualisme berakhir, disini orang mencapai kesadaran advaeta!

Sehingga avadhuta menyanyikan:

Slokha: I - 4 Avadhuta Giita
Atmaeva kevalam sarvam bhedha’bhedo na vidyate Astina’sti katham bruya’m vismayah prathibhati me

Segala yang ada sesungguhnya adalah Atma, perbedaan dalam keanekaragaman itu tidaklah ada. Bagaimana kita bisa mengatakan ada dan tidak ada bila hanya ada satu entitas keberadaan?

Slokha: I - 23
ana’tmaru’pam ca katham sama’dhih
a’tmasvaru’pam ca katham sama’dhih
astiiti na’stiiti katham samaadhih
moks’asvaru’pam yadi sarvamekam
Dengan melihat sesuatu sebagai non-atma, bagaimana bisa samadhi? Dan apabila melihat diri sendiri sebagai atman, bagaimana ada samadhi? Bila ada perbedaan antara ada dan tiada, bagaimana mungkin samadhi? Orang mencapai moks’a apabila melihat segalanya sebagai halyang SATU.

Komentar:
Apabila masih ada perbedaan antara obyek dan subyek, yang dilihat dan yang melihat maka keadaan tersebut masih jauh dari samadhi. Samadhi = sama + adhi. Suatu keadaan melihat semua dalam kesatuan/persamaan.

Semoga dapat dinikmati

Ac. Gopalkrsnananda Avt
Source :   HDnet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net