Rabu, 01 April 2015

Pembunuhan Binatang Dilarang dalam Weda

Makhluk hidup adalah bagian dari Tuhan

Semua mahkluk hidup adalah bagian percikan dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki sifat yang sama seperti Tuhan. Karena itu keberadaan bagian percikan ini sewajarnya ia tidak boleh terlepas dari sumbernya. Namun demikian sebagai Sang Maha Pencipta Yang Maha Pemurah, Tuhan Yang Maha Esa telah senantiasa memberi kemerdekaan kepada para makhluk hidup untuk berkiprah menurut kehendak mereka masing-masing, sekalipun ia memilih untuk menikmati di luar hubungan dengan Tuhan, bersaing, atau bahkan menentang Tuhan sekalipun. Tuhan Yang Maha Esa tetap memberi dan menyediakan mereka sarana maupun fasilitas yang dibutuhkan.

Tuhan memberi jalan menuju kepada Beliau Meski seperempat bagian dari seluruh ciptaan semesta, yaitu seluruh tatanan planet-planet material dihuni oleh para mahluk hidup yang telah meninggalkan misi penciptaan yang paling hakiki ini, yaitu untuk menikmati dan berbahagia bersama-sama didalam hubungan pelayanan cinta bakti rohani dengan Tuhan, namun sebagai Ayah Yang Maha Karunia dan penuh kasih sayang, sepanjang masa senantiasa Beliau berkenan untuk tetap melengkapi makhluk hidup dengan hukum-hukum alam, kitab-kitab suci, dan orang-orang suci supaya makhluk hidup dapat belajar, berjalan dalam pencerahan untuk kembali kepada Tuhan.

Banyak dan jenis makhluk hidup

Menurut Padma Purana, terdapat 8.400.000 jenis spesies makhluk hidup yang dicptakan Tuhan di dunia material ini, guna memberi badan wadag/fisik yang cocok bagi para jiwa menurut kama, guna, dan karmanya. 8.000.000 diantaranya adalah makhluk hidup yang berada di bawah taraf humanoid (ras manusia), yang mana mereka telah berjalan secara patuh menapaki rel hukum alam guna secara otomatis melaju menuju tahap evolusi berikutnya. Dalam evolusinya, makhluk-makhluk hidup ini belum memerlukan kitab-kitab suci, belum membutuhkan ajaran-ajaran suci, tentu saja mereka juga belum memahami misi orang-orang suci.

Kasih sayang Tuhan

Akan tetapi tidaklah demikian halnya dengan keberadaan manusia yang telah memiliki tingkat kesadaran serta kecerdasan yang telah berkembang. Proses "ber-evolusi"; menuju tingkat pencapaian yang lebih tinggi tidak terjadi secara otomatis seperti apa yang dialami oleh makhluk-makhluk hidup yang lebih rendah.

Karena itu bagi ras manusia, khususnya ada resiko in-volusi, yaitu suatu kondisi kemerosotan yang sepadan dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Untuk mencegah terjadinya kemerosotan inilah kepada mereka Tuhan ciptakan kitab-kitab suci, Tuhan berikan ajaran-ajaran suci, juga sekaligus Beliau utuskan orang-orang suci. Karunia serta kasih sayang Beliau masih belum juga berhenti sampai di situ, hingga Beliau pun “harus” turun baik dalam wujud arca wigraha maupun terkadang turun langsung berawatara. Sekali lagi ini tiada lain hanyalah demi keselamatan dan demi kesejahteraan para makhluk hidup itu sekalian.

Keserakahan manusia

Tumbuh-tumbuhan, binatang serta kehidupan rendah lainnya adalah makhluk hidup yang telah membawa karmanya, yang mana dalam kehidupan ini mereka tidak beraktivitas dosa apapun. Ini karena mereka telah berada di dalam rel yang tidak menyimpang atau di dalam rel di mana mereka secara pasti akan maju menapaki jenjang evolusi. Tidak demikian halnya dengan keberadaan manusia, apalagi di jaman Kali/Kali Yuga seperti sekarang ini, meski telah banyak ajaran-ajaran suci diturunkan, meski telah berganti utusan-utusan Tuhan dan orang-orang suci didatangkan, tetap saja sebagai akibat keinginan manusia untuk menikmati secara sendiri-sendiri, terpisah dari Tuhan, atau self ego, ini tidak saja membuat manusia telah lebih banyak menggunakan "kelebihannya"; guna menyiasati alam beserta hukum-hukumnya, tetapi juga lebih banyak dipergunakan untuk memperdaya, mengakali dan bahkan memakan makhluk-mahkluk hidup lemah lainnya yang tak berdosa, yang sewajarnya mahkluk-makhluk lemah ini mereka perlakukan sebagai adik-adiknya sendiri, mengingat mereka telah Tuhan titipkan kepada kita untuk kita jaga, kita pelihara dan diselamatkan.

Pelarangan membunuh binatang

Sebab itulah kitab-kitab Weda pada akhirnya memang melarang adanya pembunuhan binatang, meski pada awalnya seolah terdapat cukup “peluang” untuk melakukan pembunuhan guna tujuan yajna. Namun tetap ada kalangan yang berpikiran bahwa kitab suci Manawa Dharmasastra (Weda Smrti), yaitu kompedium Hukum Hindu sepenuhnya membenarkan dilakukan pembunuhan kepada binatang atas dasar yajna, kemudian dagingnya dapat disantap. Mereka mengacu pada ayat-ayat Artha Pancamo Hyayah (Buku Kelima) pada ayat : 16,18,22,31,dan 32.

Sepintas memang nampak bahwa ayat-ayat tersebut membenarkan manusia makan daging dan ikan meski dengan persyaratan tertentu yang nampaknya di jaman ini sangat sulit untuk diikuti. Misalnya mencari seorang Brahmana yang mempunyai kualifikasi setara Rsi Agastya, yang sungguh mampu mengangkat kehidupan binatang menjadi lebih baik dari kehidupannya sebelumnya. Daging diperkenankan dimakan jika telah diperciki air suci oleh Brahmana yang kualifide, dan hal ini hanya diijinkan dan berlangsung pada saat diselenggarakannya upacara kurban untuk para dewa atau leluhur. Aturan ini disusun oleh Vaivasvata Manu yaitu untuk keperluan upacara kurban suci Dewa Yajna dan Pitra Yajna. Di sini tidak disebutkan secara tegas yajna yang bagaimana ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian dalam kitab yang sama dalam ayat selanjutnya ditegaskan sebagai berikut :

48).
Nakritwa praninam himsam
mamsamtpadyate kawacit,
na ca prabiwadhah swargyas
tasman mamsam wiwarjayet


Daging tidak akan bisa didapat tanpa menyakiti mahkluk hidup, dan penganiayaan terhadap makhluk hidup adalah suatu pantangan dalam mencapai kebahagiaan suci, oleh karena itu hendaknya seseorang menghindari memakan daging";

(49).
Samutpattim ca mamsasya
wadhabandhau ca
dehanamprasamiksya
niwarteta sarwa mamsya
bhaksanst


"Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal-usul yang menjijikan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya tinggalkanlah sama sekali kebiasaan makan daging";

(51).
Anumanta wisasita nihanta
krayawikrayi
samskarta copaharta ca
khadaksceti ghatakah

"Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor binatang, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkan, dan ia yang memakannya semua itu patut dianggap sebagai pembunuh";

(52).
Swamamsam paramamsena
yo wardhayitumichati
anarbhyacya pitrindewams
tato ayo nastya punyakrit


"Tidak ada orang yang lebih berdosa daripada orang yang walaupun menghaturkan sesajen kepada para dewa dan leluhur, namun berusaha memperbanyak kumpulan daging di badannya dengan daging dari binatang lain";

Jika semua sloka di atas dibaca secara utuh dan proporsional, maka bagi mereka yang berpandangan ke depan, landasan pembunuhan binatang tidaklah cukup kuat dan meyakinkan meskipun untuk tujuan yajna sekalipun. Mamsah yang berarti daging, pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana sebagai saya-dia, yaitu dia yang dalam hidup ini dagingnya saya telan, akan membalas untuk menelan saya dikemudian hari (Manu Smrti 5.55). Memakan daging secara tidak langsung terlibat di dalam rangkaian pembunuhan makhluk hidup. Penyembelihan binatang melibatkan banyak orang dalam rantai terencana menghasilkan reaksi karma yang tidak pernah direncanakan dan dibayangkan sebelumnya.

Persembahan yang ditujukkan kepada Tuhan

Kitab Bhagawad Gita, Percakapan 9 Sloka 26
patram puspam phalam toyam
yo me bhaktya prayacchati
tad aham bhakty upahrtam
asnami prayatatmanah


"Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah dan air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya";

Penjelasan :

Orang cerdas mengerti bahwa ia harus sadar akan Tuhan yaitu tekun dalam cinta bhakti rohani kepada Tuhan, supaya ia dapat mencapai tempat tinggal yang kekal dan penuh kebahagiaan dan berbahagia selamanya. Proses mencapai hasil yang sangat bagus seperti itu mudah sekali, dan orang yang paling miskin sekalipun dapat berusaha untuk mencapai hasil itu, tanpa diperlukan kualifikasi apa pun. Satu-satunya kualifikasi yang diperlukan sehubungan dengan hal ini ialah bahwa seseorang harus menjadi penyembah yang murni. Sifat-sifat maupun kedudukan seseorang tidak menjadi soal. Proses bhakti ini sangat mudah sehingga daun, bunga, buah atau air dapat dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cinta bhakti yang tulus ikhlas dan Tuhan akan berkenan menerima persembahan itu. Kalau seseorang ingin menekuni bhakti kepada Yang Maha Kuasa, agar dirinya disucikan dan mencapai tujuan hidup sejati yakni cinta bhakti rohani kepada Tuhan, maka hendaknya ia mencari apa yang diinginkan Tuhan darinya. Orang yang mencintai Tuhan akan memberikan apa pun yang diinginkan Tuhan dan menghindari persembahan yang tidak diinginkan atau diminta. Karena itu daging, ikan dan telur tidak boleh dipersembahkan kepada Tuhan. Kalau Tuhan menginginkan benda-benda seperti itu sebagai persembahan, tentu saja Tuhan akan mengatakan demikian. Melainkan, Tuhan meminta dengan jelas supaya daun, bunga, buah dan air dipersembahkan kepada-Nya. Mengenai persembahan ini Sri Krsna bersabda "Aku akan menerimanya";.

Karena itu hendaknya kita mengerti bahwa Tuhan tidak akan menerima daging, ikan dan telur. Sayur-sayuran, biji-bijian, buah-buahan dan air adalah makanan yang layak untuk manusia dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa sendiri menganjurkan makanan seperti itu.

Sumber : Kitab Manawa Dharmasastra
Kitab Bhagawad Gita menurut aslinya,
oleh A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada
Majalah Mahayajna seri kelima tahun kedua.
Source :   HDNet
sumber : http://okanila.brinkster.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net