KEHIDUPAN beragama seyogianya mampu didayagunakan untuk meningkatkan keluruhan moral dan menguatkan daya tahan mental dalam mengarungi kehidupan ini. Kualitas moral yang makin meningkat dapat mengantarkan manusia makin memiliki rasa kemanusiaan yang makin tinggi. Agama sesungguhnya sudah memberikan kedudukan yang lebih mulia kepada manusia kalau dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Karena itu kehidupan beragama seyogianya berdaya guna untuk membangun masyarakat yang lebih ''humanis'' dari pada manusia yang tidak menganut suatu agama.
Kalau ada manusia yang semakin tidak memiliki rasa kemanusiaan karena agama yang dianutnya, tentunya patut dipertanyakan cara manusia tersebut memahami agama yang dianutnya. Agama itu adalah sumber kebenaran dari Tuhan. Agama bukan sumber pembenar setiap perbuatan dengan mengatasnamakan agama. Banyak orang melakukan suatu perbuatan dengan mengatasnamakan agama, tetapi perbuatan tersebut sangat bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya. Agama adalah media untuk menuju jalan yang ditunjukkan oleh Tuhan dalam kitab suci.
Agar agama menjadi media menuju jalan Tuhan maka pesan-pesan ajaran agama harus dapat mengisi ruang-ruang kosong dalam jiwa. Jiwa yang diisi oleh pesan-pesan agama itu hendaknya disemaikan dalam kegiatan beragama dengan cara yang penuh kesan mendalam. Semakin berhasil kita menanamkan pesan dengan kesan yang mendalam maka makin kuatlah pesan ajaran agama itu mengisi ruang-ruang jiwa yang kosong itu. Kalau ruang jiwa yang sarat dengan pesan-pesan ajaran agama maka pesan ajaran agama yang berkesan itulah yang akan menjadi pengendali perilaku dalam diri manusia.
Makin kuat kesan dari pesan ajaran agama mengisi jiwa seseorang makin dalam motivasi seseorang untuk berperilaku yang luhur. Demikian juga makin kuatlah mental seseorang untuk mengatasi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) hidup dalam zaman post modern ini semakin meningkat kuantitas dan kualitasnya. Karena itu, kegiatan beragama untuk menanamkan pesan-pesan ajaran agama dengan cara yang lebih berkesan harus lebih diprioritaskan.
Orang yang sukses meraih suatu jabatan dalam birokrasi maupun jabatan sosial politik dan bisnis akhirnya akan gagal kalau jiwanya kosong akan pesan-pesan ajaran agama. Meskipun mereka rajin ke tempat-tempat pemujaan Tuhan, belum tentu secara otomatis ruang jiwanya terisi oleh pesan-pesan agama. Bahkan, bisa saja mereka merasa lebih dikasihi oleh Tuhan karena telah meraih jabatan yang strategis itu. Sikap itu dapat menimbulkan sikap merasa lebih bermoral daripada mereka yang tidak memiliki jabatan. Sikap yang ''superior'' itu dapat menjerumuskan mereka menyalahgunakan jabatannya untuk berbuat yang berlawanan dengan ajaran agama. Kehidupan beragama akan dijadikan media pembenar atas perbuatannya. Mereka akan merasa sah menyingkirkan mereka yang berani mengkritik. Demikian juga mereka akan merasa sudah berbuat mulia dengan mengguyur mereka yang suka menyanjung-nyanjungnya dengan anggaran publik yang mereka kuasai. Mereka yang dianggap sukses dalam meraih jabatan duniawi, kalau jiwanya kosong dari pesan-pesan ajaran agama akan dapat menyalahgunakan jabatan tersebut untuk berbuat semakin jauh dengan pesan-pesan ajaran agama yang dianutnya.
Mereka yang hidup dengan keputusasaan yang dalam juga karena ada ruang-ruang jiwanya yang kosong dari pesan-pesan ajaran agama.
Kalau ruang jiwa seseorang sudah terisi pesan-pesa ajaran agama yang berkesan maka mereka tidak akan kehilangan diri dalam kesuksesan maupun kegagalan. Mereka akan menerima kesuksesan maupun kegagalan sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja dalam dinamika kehidupan ini. Pejabat yang menyalahgunakan jabatan, orang bunuh diri karena putus asa atau orang melakukan kekerasan karena gelap mata, semuanya itu terjadi karena adanya ruang-ruang kosong dalam jiwanya dari pesan-pesan ajaran agama yang dianutnya.
Maraknya korupsi, penyalahgunaan wewenang, premanisme, demikian juga mereka yang terlibat narkoba dan perilaku menyimpang lainnya karena kegiatan beragama belum berhasil menanamkan pesan-pesan ajaran agama yang dianut dengan cara yang berkesan. Kegiatan beragama yang dilakukan dengan cara yang serba wah, dapat menimbulkan gaya hidup mewah. Orang yang bergaya hidup mewah tidak akan pernah peduli dengan sesamanya yang menderita. Gaya hidup mewah menimbulkan hidup yang tidak pernah puas pada suatu status kemewahan. Gaya hidup mewah akan menghilangkan rasa kemanusiaan untuk menolong sesama manusia. Gaya hidup mewah akan menghasilkan kesenjangan sosial yang semakin tajam.
sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/8/9/o1.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar