Senin, 29 Juni 2015

Buku : Diksa (Pintu Menapaki Jalan Rohani)

Buku : Diksa (Pintu Menapaki Jalan Rohani)

IDR 50400.00

SIZEPRICE (IDR)
14,5 x 20,5 cm50400.00
Quantity 
PRODUCT DETAILS
Penulis : Prof. Dr. Gede Anggan Suhandana dkk 
tebal : 254 hal.
Deskripsi :
Om Swartyastu
Diakuinya berbagai sistem diksa dvijati yang ada serta diberikannya kebebasan kepada umat Hindu yang bermaksud menekuni bidang spiritual menjadi Pandita untuk memilih sistem diksa dvijati yang akan dilaksanakan sesuai ketentuan aguron -guron yang dilandasi oleh atmanastuti dalam keputusan Bhisma Sabha Pandita Parisidha Hindu Dharma Indonesia Pusat adalah keputusan yang tepat dan progesif. Pasalnya, Lembaga Parisada bukan lembaga yang memiliki wewenang dan menyelenggarakan prosesi Diksa. Lembaga Parisada telah meletakkan diri sebagai lembaga yang mengayomi dan memayunginya dengan landasan kitab suci Veda serta dikembalikannya sistem diksa dvijata sesuai dengan ketentuan aguron – guron yang merupakan hak pribadi umat Hindu.
Meskipun harus disadari bahwa makna substansi diksa yang berkembang sampai saat ini seolah – olah mediksa adalah hanya sebuah usaha untuk menjadi Sulinggih atau Pendeta. Perubahan presepsi khususnya tentang diksa yang hanya berarti menjadi Sulinggih harus segera dibenahi, dihapus dan diluruskan agar umat mendapatkan gambaran tentang diksa yang benar. Sebagaimana diketahui dalam berbagai kitab sastra Hindu yang menyatakan bahwa lahir pertama kali dari seorang ibu lebih rendah (ekajati) dari lahir dari seorang guru (dvijati). Oleh karena itu untuk memasuki tingkatan rohani itu dilakukan prosesi ritual sakral mediksa yang didahului dengan upacara Upayanana dengan mencari seorang guru rohani yang mampu melaksanakan swadharmanya untuk itu. Gambaran yang berkembang dewasa ini tentang diksa dvijati adalah sebagai yang harus dilakukan seperti yang berkembang dalam tradisi Hindu di Bali. Padahal sastra agama tidak mengindikasikan ada upaya seperti itu. Hal ini menimbulkan pro dan kontra mediksa dvijati di usia yang relativ muda dan belum pernah menikah. Banyak kalangan yang berpikir bahwa sebaiknya mediksa pada umur yang telah matang (pensiun) dan sebaiknya telah berkeluarga. Masalahnya, seandainya mediksa dilaksanakan pada usia tua, mudah – mudahan masih emnikmati usia tua (pensiun) dan melaksanakan pediksan, persoalannya bagaimana kalau tidak sempat menikmati usia pensiun? Adalah penanaman yang sangat keliru bagi umat Hindu bila menyetujui hal tersebut. Dengan usia yang relatif muda untuk melaksanakan pediksan untuk menjadi Pandita (pendeta), sadar akan jati diri pada hakekatnya merupakan cerminan keyakinan seseorang akan gerbang rohani yang harus ditingkatkan disamping usia untuk ‘ngayah’ akan lebih lama ditinjau dari pendekatan biologis. Bila sebaliknya, dilaksanakan diksa dvijati di usia yang relatif tua maka berapa lama Sulinggih atau Pendeta kita akan sempat melaksanakan swadharmanya sebagai Pendeta ketika dihadapkan dengan  usia yang telah uzur dan sakit – sakitan. Akhirnya, pandita tidak sempat ‘ngayah’, memberikan pencerahan umat. Lalu kapan Sulinggi mencerdaskan umatnya? Selain itu, Padita kita terpaku pada kerja ngelokapalasyaraya, hanya muput karya, tidak ada upaya pencerahan pada umat Hindu. Untuk meningkatkan rohani tidak didasarkan pada usia dan memasuki gerbang rumah tangga atau tidak. Persoalannya mediksa adala kewajiban setiap umat Hindu yang berkehendak untuk meningkatkan kerohanian, bukan untuk sesuatu hal yang bersifat parsial.
Merujuk buku – buku rohani, banyak fakta yang menunjukkan para Swani atau Sanyasin yang masih relatif sangat muda dan tidak gerbang rumah tangga, telah menjadi seorang sanyasin yang mumpuni. Misalnya Swami Vivekanada, Swami Dayanada Saraswati dan masih banyak contoh – contoh lainnya. Mediksa adala kewajiban mooral, dan tidak memiliki keterkaitan dengan usia. Mediksa adala penggilan hati nurani, bakat dan karma dan sama sekali bukan sebuah hadiah dan keturunan, warisan (heritage).
Dalam lontar Wrahaspati Tattwa 25, menyebutkan :
Dharma ngaranya : sila ngaraning mangaraksa acara rahayu, yajna ngaraning manganaken homa, tapa ngaranya umati indriyanya, tan wineh ring wisana, dana ngaranya weweh, pravryja ngaraning wika andaka, bhiksu ngaraning diksita, yoga ngaraning magawe samadhi, nahan pratyekaning dharma ngaranya.
Pelajaran dharma meliputi : (Sila melaksanakan tingkah laku yang baik, yajna berarti melaksanakan upacara homa (agnihotra). Tapa berarti mengendalikan indria, tidak terikat pada objeknya. Dana berarti memberi (pemberian sesuatu kepada yang memerlukan). Pravrja berarti pandita yang melakukan puasa (pertapaan), Bhiksu berarti yang melaksanakan dwijati, menjadi pandita. Yoga berarti melaksanakan meditasi. Demikianlah bentuk realisasi pengalaman dharma).
Dalam Atarvaveda XII.1.1 dan Aryurveda XIX.36, ynag kemudian menjadi Keputudan Sabha Pandita PHDI Pusat tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa Dvijati yang tertuang dalam Kep.Sabha Pandita No.4/Sabha Pandita Parisada Pusat/V/2005, menyebutkan sebagai berikut :
Sathya brhad rtam ugram diksa tapo brahma yajna pritvim dharayanti
(Sesunggunya satya,rta,diksa,tapa,brahma dan yajna yang menyangga dunia)
Om vretena diksamapnoti diksaya apnt daksinam
Daksinam sraddhamapnoti,sraddhaya sathyam apyate
(Dengan melaksanakan brata, seorang mencapai diksa, dengan diksa seorang memperoleh daksina dan dengan daksina seorang mencapai satya).
Atas pijakan tersebut kami Pengurus Veda Poshana Ashram Pusat menggelar Seminar Diksa yang terselenggara Minggu, 29 Mei 2005 di Aula Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dengan maksud mencari persamaan persepsi visi dan misi yang akan dijadikan pegangan untuk menggelar acara Mediksa Bersama (Diksa Kolektif). Atas asung kerta wara nugraha kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa acara Diksa Bersama yeng telah terselenggara tanggal 16-17 Oktober 2005, yang dipuput oleh saya pribadi Ida Pandita Mpu Nabe Maha Yoga Bhiru Dhaksa, Ida Bhagavan Ananda Wira Kusuma, Ida Pandita Mpu Manik Mas Semarantha, Ida Pandita Mpu Bhaskara Murti Daksa, Ida Bhagavan Angga Jaya.
Akhirnya kami menyambut baik terbitnya buku ini atas kerja sama dengan penerbit Paramita Surabaya dan juga ucapan terimakasih kepada para pemakalah yang menyajikan makalah yang kemudian kami terbitkan dalam bentuk buku ini. Kurang lebih kami mohon maaf.
Om Santih,Santih,Santih, Om
*[Harga belum termasuk ongkos kirim. Ongkos kirim minimal dihitung berdasarkan berat barang 1 kg, kami sarankan Anda memesan beberapa barang untuk menekan ongkos kirim]
sumber : http://www.iloveblue.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net