Rabu, 12 Agustus 2015

Beryadnya untuk Kemanusiaan

Na thwaham kamaye Rajyam.
Na swargam napnua rbhavam
Kamaye dukha thapthanam.
Praninaam aarthi naasanam.
(Doanya Prahlada) 

Maksudnya:
Saya berdoa bukan untuk mendapatkan kedudukan dalam Kerajaan. Saya berdoa juga tidak memohon untuk mendapatkan Sorga. Saya berdoa bukan untuk mohon menjelma menjadi manusia yang hebat. Saya berdoa hanya untuk mendapatkan kekuatan dan kesempatan menolong mereka yang menderita. 

MANTRA ini selalu dipanjatkan oleh Prahlada, putra dari Hirania Kasipu, seorang Raja Raksasa yang tidak percaya kepada Tuhan. Tetapi anaknya, Prahlada, sangat percaya adanya Tuhan. Ia tidak mau menyembah ayahnya sebagai Tuhan. Karena Hiranya Kasipu hanya raja dan sebagai ayahnya saja. 

Meskipun Prahlada tidak dibolehkan percaya pada Tuhan oleh ayahnya, namun ia tetap kuat keyakinannya kepada Tuhan. Setiap hari ia berdoa memuja Tuhan dengan memanjatkan doa seperti yang dikutip di atas. Sembahyang setiap hari itu adalah suatu yadnya untuk membangunkan kekuatan spiritual dari kekuatan spiritual yang bersifat niskala itulah kita wujudkan yadnya itu lebih sekala. 

Pengertian yadnya sangat luas. Yadnya tidak berarti upacara agama semata. Upacara agama Hindu adalah sebagai visualisasi dari makna yadnya yang sangat luas itu. Swami Satya Narayana menyatakan bahwa pada zaman Kerta manusia tidak punya musuh karena Dharma penuh melindungi kehidupan manusia. Pada zaman Treta musuh manusia masih jauh seperti Sri Rama musuhnya di Alengka Pura. Sedangkan pada zaman Dwapara musuh manusia masih dekat yaitu dalam keluarga sendiri seperti Pandawa musuhnya justru Korawa sepupunya sendiri. 

Pada zaman Kali musuh manusia lebih dekat lagi yaitu musuh ke dalam lubuk hati sanubarinya sendiri. Pengaruh zaman Kali inilah yang menyebabkan manusia hidup bergerak menuju pintu neraka. Pintu neraka menurut Bhgawad Gita XVI.21 pada tiga yaitu Kama, Krodha dan Loba. Kama artinya hidup hanya untuk mencari kesenangan indria bukan ketenangan jiwa. Krodha artinya mudah marah dan tersinggung seperti berbuat rusuh, brutal sampai menyewa massa. Lobha adalah sifat rakus tetapi malas bekerja dan suka menjilat untuk mendapatkan keuntungan material. 

Karena meraja lelanya manusia-manusia yang dikuasai oleh Kama, Krodha dan Lobha inilah yang menyebabkan kacaunya kehidupan bersama. Kekacauan itu seperti tidak supremasinya kebenaran (Satya), ketidakadilan, tanpa kemanusiaan (dehumanisasi), perpecahan (disintegrasi) dan merosotnya moral serta lemahnya mental sebagian umat manusia. Peredaran uang pada zaman Kali yang sangat dinamis semestinya lebih dapat menggerakkan Yadnya untuk membangun kehidupan yang sejahtera lahir batin secara adil. 

Sayangnya, sementara pihak melakukan Yadnya yang lebih menonjolkan Upacara dalam wujud fisik untuk memamerkan power sang Yajamana atau pemilik upacara. Karena itu, Yadnya sebagai salah satu ajaran Hindu hendaknya lebih ditekankan untuk membangkitkan nilai-nilai kemanusiaan yang terpendam dalam diri tiap manusia. Kelebihan material maupun hal yang nonmaterial semestinya dijadikan kekuatan untuk lebih mendorong mereka untuk melakukan Yadnya secara lebih nyata kepada sesama manusia. 

Sayangnya kelebihan yang ada pada diri tersebut bukan makin mendorong mereka untuk melakukan Yadnya dalam wujud kemanusiaan. Tetapi kelebihan itu dijadikan modal untuk hidup lebih mewah mengumbar kesenangan indriawinya. Upacara agama pun dijadikan media untuk pamer kelebihan duniawi dan arogansi keturunan. Kehidupan beragama tanpa bersedia melakukan yadnya yang lebih nyata menurut Mahatma Gandi dapat menimbulkan dosa sosial. 

Dalam Manawa Dharmasastra ada dinyatakan bahwa upacara agama yang mewah tidak akan memberikan hasil apa pun kalau di sekitarnya masih banyak ada orang kelaparan dan kesusahan. Karena itu, dalam tradisi Hindu di Bali setiap ada upacara agama Hindu umumnya sang yajamana ngejot kepada masyarakat sekitar upacara agama dilangsungkan. Ngejot itu adalah mendermakan makanan kepada masyarakat sekitar. Hal yang sama juga dinyatakan dalam kitab Bhagawad Gita bahwa salah satu syarat suatu upacara yadnya yang tergolong Satvika Yadnya adalah Anna Seva yang artinya ada jamuan makan kepada para tamu yadnya. 

Hal itu sebagai simbol untuk mendorong umat agar melakukan yadnya yang lebih nyata kepada mereka yang membutuhkan dan yang menderita. Dewasa ini masih banyak generasi muda yang cerdas namun secara ekonomi lemah. Demikian juga orang yang sangat berbakat dalam bidang bisnis tetapi kurang modal. Mereka itulah yang patut diberikan bantuan agar dapat maju. Kemajuannya pun akan menolong orang lainnya. 

Zaman Kali ini banyak peluang untuk menolong mereka yang menderita. Banyak juga orang yang diberikan kemampuan lebih oleh Tuhan. Baik lebih dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan maupun lebih dalam bidang materi. Namun kelebihannya itu sering tidak mendorong kepedulian mereka untuk melakukan yadnya yang lebih nyata dalam bidang kemanusiaan. Mereka itu selalu merasa kekurangan karena mereka dikuasai oleh Kama dan Lobha. 

* I Ketut Gobyah 

  
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net