Kamis, 17 Desember 2015

Pagerwesi dan Nasib Guru

Imam dhiyam siksamanasya deva.
Kratum daksam varuna samsisadhi.
Rsir viprah pura eta jananam.

                    (Rgveda VIII.423 dan IX.107.7) 

Maksudnya: Ya Tuhan sebagai Deva Varuna, cerahkanlah kadar intelektualitas para siswa. Tanamkanlah ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada mereka yang sedang belajar. Seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan lahir batin yang dalam dan memiliki kemampuan wiweka untuk membeda-bedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia pun hendaknya selalu bijaksana.


BUDA Kliwon Sinta disebut rerahinan Pagerwesi. Dalam Lontar Sunarigama dinyatakan sebagai hari ''Payogan Sang Hyang Pramesti Guru''. Artinya, Pagerwesi itu adalah hari pemujaan kepada Tuhan sebagai guru tertinggi atau gurunya segala guru untuk menanamkan kebenaran dan kesucian kepada umat manusia. Pagerwesi ini hendaknya diperingati sebagai ''Hari Guru''. Karena tanpa guru, dunia ini menjadi gelap-gulita. Seorang profesional, ilmuwan dan rohaniawan semuanya itu berasal dari guru. Tanpa kehadiran dan peran mereka di tengah-tengah masyarakat maka harkat dan martabat masyarakat akan terus merosot karena manusia hidup tanpa ilmu.

Hari raya Pagerwesi ini hendaknya diperingati sebagai suatu momentum untuk lebih jernih dan tajam memperhatikan keberadaan guru. Perhatian ditujukan untuk meningkatkan kualitasnya dalam melakukan swadharmanya maupun kehidupan sosial ekonominya. Masyarakat jangan hanya menuntut guru bekerja maksimal, tetapi nasib sosial ekonominya diabaikan. Tugas dan kewajiban guru memang berat, tetapi sangatlah mulia. Guru mempunyai kewajiban untuk memajukan kadar spiritualitas, kadar intelektualitas, kehalusan emosional masyarakat dan SDM yang profesional.

Semuanya itu untuk memajukan kualitas kehidupan masyarakat banyak. Oleh karena itu, semua pihak seyogianya menaruh perhatian yang sungguh-sungguh pada eksistensi guru sesuai dengan swadharmanya. Semua pihak hendaknya memotivasi guru untuk meningkatkan kadar kemampuannya dalam menanamkan ilmu pengetahuan pada masyarakat. Masyarakat akan menjadi kuat apabila setiap anggotanya memiliki motivasi yang kuat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sahabatnya. Dalam Kekawin Nitisastra dinyatakan, ''Norana mitra mangelewihaning wara guna maruhur''. Artinya tidak ada sahabat yang lebih utama daripada bersahabat dengan ilmu pengetahuan yang utama dan luhur. Jadikanlah ''vara guna maruhur'' atau ilmu pengetahuan yang utama dan luhur ini sebagai pelindung atau pagar kehidupan kita -- bagaikan pagar besi dalam mengarungi hidup di dunia ini. Inilah hakikat hari raya Pagerwesi.

Masyarakat tidak akan bisa secara baik mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa peran para guru secara baik pula. Karena itu, negara dan masyarakat yang mampu hendaknya meningkatkan perhatiannya pada nasib guru ini. Guru janganlah hanya disanjung dengan pujian kosong. Janganlah biarkan terus guru menjadi golongan ''elite'' dan ''korpri'' yaitu ekonomi sulit dan korp prihatin. Omong kosong upaya memajukan pendidikan tanpa memperhatikan peningkatan dan nasib sosial ekonomi guru. Untuk menyukseskan tugas-tugas guru di jalur pendidikan formal hendaknya dilengkapi dengan peran guru di jalur pendidikan nonformal dan informal. Menurut Narada Purana, ada lima jenis guru yaitu Agni adalah sinar suci Tuhan yaitu Sang Hyang Pramesti Guru sendiri. Atman adalah suara hati nurani. Mata yaitu mother atau ibu, Pita ayah dan Guru pengajian di jalur pendidikan formal.

Swadharma guru untuk melindungi masyarakat dengan ilmu pengetahuan duniawi dan rohani akan berhasil apabila semua guru itu bekerja sama secara terpadu. Tuhan telah menurunkan kitab suci yang mengandung tuntunan hidup yang wajib dijadikan guru dalam hidup ini. Tuhan juga bersemayam dalam diri setiap manusia sebagai atman. Dari atman inilah muncul suara suci dari hati nurani setiap manusia. Manusia pun wajib berguru pada suara hati nuraninya yang suci itu. Demikian juga setiap orang wajib memperhatikan tuntunan ibu dan ayahnya di Bali disebut guru rupaka. Guru yang kelima adalah guru yang memberikan ilmu pengetahuan di pendidikan formal di sekolah.

Mengupayakan agar kelima guru atau di Bali disebut Catur Guru itu dapat berperan secara terpadu bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun demikian keterpaduan itu haruslah terus diupayakan. Untuk membangun keterpaduan itu terutama di Bali maka setiap perayaan Pagerwesi inilah dapat dijadikan tonggak untuk terus-menerus mengingatkan umat agar peran semua guru itu maksimal. 

* Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net