Sabtu, 16 Januari 2016

Pura Batubolong, ''Petirthan'' Pura Batur

Bali dikenal sebagai Pulau Seribu Pura. Menurut data, di Bali terdapat sekitar 5.259 buah pura, 723 buah di antaranya termasuk Pura Kahyangan Jagat, selebihnya Pura Kahyangan Tiga. Jumlah itu belum termasuk Pura Swagina dan Pura Kawitan. Dengan banyaknya terdapat pura apakah umat Hindu di Bali memuja banyak Tuhan? Tentu tidak. Tuhan menurut ajaran Weda adalah Mahaesa. Ribuan pura di Bali tersebut sebagai sarana untuk memuja Tuhan dengan segala manifestasinya. Salah satu pura yang berstatus Kahyangan Jagat di Bali adalah Pura Batubolong. Bagaimana sejarah pura ini?

PURA Batubolong berdiri di pinggir pantai Segara Batubolong, di wilayah Desa Adat Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Pura Batubolong menghadap ke arah laut selatan Pulau Bali. Jarak dari Denpasar ke lokasi pura sekitar 7 km. Ditempuh sekitar 15 menit dengan kendaraan roda empat dengan kecepatan rata-rata 50 km/jam. Dari lokasi pura pamedek akan dapat menyaksikan panorama yang indah sepanjang pantai yang berada di daerah kawasan Kuta dan kawasan Bukit.

Saat ini di pura tersebut sedang berlangsung berbagai kegiatan ritual serangkaian Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung lan Tawur Agung yang puncaknya berlangsung Rabu (4/1) 2006 mendatang. Misalnya, Minggu (25/12) lalu digelar upacara melasti lan mapekelem. Ribuan umat Hindu pedek tangkil mengikuti upacara melasti lan pakelem yang di-puput Ida Pedanda Kekeran Pemaron dan Ida Pedanda Jelantik Pejangaji tersebut.

Prosesi pakelem diawali dengan mendak tapakan Ida Batara untuk selanjutnya kapundut ke Segara Batu Bolong guna mengikuti upacara pemelastian. Pelawatan Ida Batara tersebut di antaranya ber-stana di sejumlah pura di lingkungan Banjar Adat Pipitan, Banjar Adat Kayu Tulang, Banjar Adat Umabuluh dan Pura-pura yang lain.

Setelah ritual pemelastian usai, dilanjutkan dengan upacara pakelem. Berbagai hewan korban seperti kerbau, sapi, kambing, babi hitam, angsa, bebek, dan ayam dipersembahkan ke hadapan Ida Batara Segara guna memohon kerahayuan dan keharmonisan jagat Bali.

Selain upacara melasti lan pakelem, pada hari itu juga digelar ritual mendak agung. Batara tirtha di sejumlah pura seperti Semeru Agung, Rinjani, Dalem Peed dan Pura-pura di Bali yang awalnya kalinggihang di Pura Desa, kapendak lanjut dibawa ke Pura Batubolong.

Aedan upacara Ngenteg Linggih itu sudah berlangsung sejak Rabu (2/11) lalu diawali ritual nyukat karang. Upacara Mamungkah lan Ngenteg Linggih ini dilangsungkan mengingat terjadi perluasan areal pura terutama di utama mandala. Dalam perluasan itu terjadi pula perpindahan letak sejumlah pelinggih.

Prajuru Pura Kahyanga Jagat Batubolong Made Sudiana, S.H. mengatakan, Kahyangan Jagat Batubolong dipugar pada 21 November tahun 2000 dan selesai 20 Juli 2002 (untuk bangunan utama seperti pelinggih, kori agung dan bale kulkul). Sedangkan bangunan lainnya seperti bale pemiosan, bale gong, tembok panyengker, dapur, kamar mandi selesai tahun 2005.

Pura Batubolong kaempon 243 KK berasal dari tiga banjar adat yakni Banjar Adat Pipitan, Kayutulang dan Umabuluh. Karena kurangnya data tertulis yang berupa prasasti maupun yang lain seperti Pamancangah, cerita rakyat dan sebagainya, sejarah Pura Batubolong sangat sulit ditentukan. Namun kenyataannya sampai dewasa ini Pura Batubolong dan Segara Batubolong merupakan patirthan atau beji atau permandian suci Ida Batara di Pura Batur dan Pura-pura besar lainnya. Ida Batara yang berstana di Pura Luhur Natar Sari Apuan dan Pura Pucak Padangdawa Tabanan juga melasti ke Segara Batubolong serangkaian pujawali. Pura Batur adalah Pura Sad Kahyangan dan atau Kahyangan Jagat di Bali. Dalam konsepsi Padmabhuwama, Pura Batur merupakan stana Dewa Wisnu yang berkedudukan di arah utara. (lun)

Sejarah Berdirinya Pura

SECARA khusus sejarah Pura Batubolong belum ditemukan, baik berupa peninggalan-peninggalan dalam bentuk prasasti maupun tersurat dalam purana tersendiri.

Dalam Lontar Empu Kuturan dan Lontar Lokakranti, antara lain disebutkan bahwa pada abad XI saat Raja Udayana mengadakan pertemuan di Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar yang didampingi oleh permaisurinya, Mahendradatta, disertai pula seorang Purohita yang bernama Empu Kuturan.

Dalam perjalanan sucinya di Bali, Empu Kuturan menemukan batu karang dekat laut di sebelah selatan Linggasana (Tabanan). Di tempat ini Empu Kuturan melihat orang tua bertapa khidmat. Bahkan, Empu Kuturan sempat menegurnya. Namun, sang pertapa itu tidak terjaga dari tapanya. Setelah pertapa itu terjaga terjadilah dialog dengan Empu Kuturan dan tempat dialog itu disepakati berdua diberi nama Parang Bolong. Sedangkan pertapa itu diberi sebutan Dukuh Dadap Sakti oleh Empu Kuturan.

Menurut Lontar Tutur Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh, koleksi I Gede Suci, Pemangku Pura Puseh, Banjar Pipitan Canggu yang terkait dengan Lontar Dwijendra Tatwa ada disebutkan bahwa Pura Batubolong itu didirikan dalam kaitannya dengan anjangsana Ida Danghyang Dwijendra alias Danghyang Nirartha alias Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh turun ke Bali tahun 1489 Masehi, abad XV.

Secara harfiah nama Batubolong terdiri atas dua kata yaitu "batu" berarti watu dan kata "bolong" berarti lubang (berlubang). Jadi Batubolong berarti batu berlubang. Disebutkan pula antara lain: ....Tilar sakeng Nyitdah munggah mareng samudra sapanangakna turun mareng Canggu, kapenah Putra Apratista Padha durung ngasat babalanguangen wecana, molih sungkan magrah, metu yoganira makardi Tirta Empul sapteng diri kwehnya, yan ana sang Brahmana malingga moga rempuh, yan rahayu sang Brahman jagate rempuh sehuloning Puri Pager,...."

Arti bebasnya: Beranjak dari Desa Nyitdah, Ida Dang Hyang Dwijendra menyeberang lautan, turunlah beliau di Desa Canggu, kebetulan ada yang ingin "nyuwun padha' (podgala), belum tuntas pembicaraan, calon diksita sang sisya dharma itu menderita sakit panas dingin, di situlah Ida Dang Hyang Dwijendra mayoga membuat tujuh buah sumur di dalam lautan dan mencuatlah air suci (tirta empul) untuk menyucikannya dan sebagai sarana pengobatan calon diksita podgala tadi sehingga sembuh.

Ketujuh sumur yang timbul berkat yoga Beliau itu, empat buah di lautan di depan Pura Batubolong sekarang, satu di lautan Desa Pererenan disebut Tibu Memedi, satu buah di pantai Petitenget Kerobokan dan satu buah lagi di daerah Bukit Pecatu, di lokasi Pura Tedung Payung sekarang.

Khusus untuk menghormati timbulnya tirtha empul dari keempat sumur di pantai Canggu maka dibangunlah sebuah pura yang disebut Pura Batubolong. Pembangunan pura itu diperkirakan pada abad XV tahun 1489 dalam bentuk sederhana, sebagai tempat pemujaan Ida Dang Hyang Dwijendra maupun Empu Kuturan.

Pura Batubolong termasuk kahyangan jagat yang mengkhusus sebagai Pangulun Danu/Ulun Swi dengan timbulnya tirtha empul yang juga merupakan pasucian Ida Batara di Batur. Pura Batubolong di pantai Canggu adalah tempat suci untuk memuja Ida Dang Hyang Dwijendra (Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh) dan Empu Kuturan.

Tetapi dalam buku selayang pandang Kahyangan Jagat Batubolong disebutkan pura ini sudah ada ketika pemerintahan Raja Dalem Ktut Kresna Kepakisan abad ke-16. Pura Batubolong disebutkan sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu. Pura Batubolong atau Segara Batubolong adalah patirthan Pura Batur. (lun/dari berbagai sumber)

sumber ; www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net