Senin, 11 Januari 2016

Pura Ulun Danu Batur, Dwi Lingga Purusa-Predana

Ribuan umat Hindu pedek tangkil ke Pura Ulun Danu Batur yang terletak di tepi Danau Batur, Kintamani, Bangli, Senin (5/12) lalu. Pada hari itu digelar prosesi pakelem di Gunung dan Danau Batur dalam rangka menjaga keseimbangan alam Bali. Sementara Pura Ulun Danu Batur diyakini sebagai Dwi Lingga Giri Purusa-Predana. Di pura ini terdapat pelinggih meru tumpang sebelas yang merupakan tempat pemujaan Ida Batara Dewi Danuh. Dalam konsep Siwaistis, gunung dipandang sebagai lingga acala dan danu sebagai yoni-nya. Itu mengandung makna bahwa gunung dan danau di Bali Dwipa mesti dijaga kesuciannya. Lalu, bagaimana mitologi terjadinya Gunung Batur dan Gunung Agung di Bali?

Dalam lontar Candi Supralingga Bhuwana ditulis keadaan di Bali Dwipa dan Seleparang masih sunyi senyap, seolah masih mengambang di tengah samudera yang luas. Pada saat itu di Bali Dwipa baru berdiri empat gunung. Di bagian timur berdiri Gunung Lempuyang, di selatan Gunung Andakasa, di barat Gunung Batukaru, di utara Gunung Mangu. Kondisi Bali Dwipa waktu itu masih labil. Hyang Pasupati yang berstana di Gunung Semeru mengetahui kondisi itu. Beliau memerintahkan Sanghyang Benawang Nala, Sanghyang Anantaboga, Sanghyang Naga Basukih dan Sanghyang Naga Tatsaka memindahkan sebagian puncak Gunung Semeru ke Bali Dwipa. Sanghyang Benawang Nala menjadi dasar puncak gunung agar kondisi Bali Dwipa menjadi stabil. Puncak Gunung Semeru yang dipecah dengan tangan kiri Hyang Pasupati dibawa Sanghyang Naga Anantaboga. Sementara pecahan gunung dengan tangan kanan dibawa Sanghyang Naga Basukih. Sedangkan Naga Tatsaka menjadi pengikat puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali Dwipa, sekaligus menerbangkan  dari Jawa Wetan menuju Bali.

Setibanya di Bali Dwipa, bagian Gunung Semeru yang diambil Hyang Pasupati dengan tangan kanan menjadi Gunung Udaya atau Gunung Purwata atau Tohlangkir atau Gunung Agung. Sementara Gunung Semeru yang diambil dengan tangan kiri menjadi Gunung Cala Lingga/Gunung Tampurhyang/Gunung Sinarata/Gunung Lekeh/Gunung Lebah/Gunung Ideran/Gunung Sari/Gunung Indrakila/Gunung Kembar/Gunung Catur/Gunung Batur.

Kedua gunung ini kemudian dikenal sebagai Dwi Lingga Giri serta Parahyangan Purusa-Predana. Dwi Lingga Giri Purusa-Pradana meliputi Pura Kahyangan Besakih (purusa) dan Pura Kahyangan Ulun Danu Batur (predana). Sementara Tri Lingga Giri meliputi Pura Lempuyang Luhur (Brahma), Pura Besakih (Siwa), Pura Ulun Danu Batur (Wisnu).

Hyang Pasupati juga mengutus putra beliau ke Bali Dwipa. Hyang Geni Jaya berstana di Gunung Lempuyang, Parahyangan-nya adalah Pura Lempuyang Luhur. Hyang Putra Jaya berstana di Gunung Agung, parahyangan-nya Pura Besakih. Hyang Dewi Danuh berstana di Gunung Batur, parahyangan-nya Pura Ulun Danu Batur. Hyang Tumuwuh di Gunung Batukaru, parahyangan-nya Pura Watukaru. Hyang Tugu berstana di Gunung Andakasa, parahyangan-nya Pura Andakasa. Hyang Manik Gumawang di Gunung Beratan atau Puncak Mangu, parahyangan-nya Pura Manik Corong. Semua putra Hyang Pasupati ini kemudian menjadi amongan, sungsungan serta penyiwian ratu dan kaula di Bali Dwipa.

Dane Jero Gede Batur Alitan mengatakan, salah satu putra Hyang Pasupati yakni Hyang Dewi Danu. Dalam bahasa Purana, Hyang Dewi Danu disebut pula Dewi Sri, Dewi Laksmi, Dewi Pratiwi dan Dewi Basundari. Itu semua merupakan abiseka dasa nama sebagai Dewi Kesuburan, Dewi Kesejahteraan atau Dewi Keberuntungan yang merupakan sakti Dewa Wisnu.

Dalam konsep filsafat Siwaistis, Gunung Batur merupakan yasa lingga acala dan Segara Danu Batur merupakan yasa yoni-nya.

Menurut penglingsir Desa Pakraman Batur, kaldera terbesar berair ini (Danau Batur-red) menjadi taman Ida Batari Dewi Danu. Lama-kelamaan muncul dua puncak di pinggiran danau meliputi puncak kawanan dan kanginan. Ini pula menyebabkan Desa Pakraman Batur ada Jero Gede Kanginan dan Jero Gede Kawanan.

Gunung Batur berkali-kali meletus. Dalam lontar Raja Purana, Puru Ulun Danu Batur disebutkan tahun Saka 110 (188 Masehi) Gunung Batur meletus. Tahun Saka 111 (189 Masehi) Gunung Agung kembali meletus. Saka 114 (192 Masehi) Gunung Batur meletus lagi. Sejak tahun 1804, Gunung Batur meletus sebanyak 30 kali dan paling dahsyat terjadi tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926 pukul 23.00 wita. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur.

Setiap Gunung Batur meletus, krama Desa Pakraman Batur mengadakan upacara pemendak Ida Batari Dewi Danu karena Gunung Batur sebagai lingga acala Ida Batari. Bahkan, setiap ada orang meninggal karena kecelakaan di kawasan Gunung Batur dilakukan upacara balik sumpah untuk menyucikan kembali Gunung Batur yang merupakan stana atau linggih Dewi Danu. Maka setiap lima tahun sekali subak ataupun desa pakraman di Bali bergilir mengadakan bhakti pakelem pembersihan Gunung dan Danau Batur. (puj)

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net