Senin, 15 Februari 2016

Burisrawa dalam Diri Manusia

Raksasa

“Burisrawa adalah seorang sekutu Kaurawa yang digambarkan dalam wayang berwujud raksasa. Wujud dalam wayang bisa saja merupakan gambaran dari karakter seseorang, sehingga Burisrawa yang digambarkan sebagai raksasa adalah gambaran dari seseorang yang berkarakter seperti layaknya raksasa.

“Raksasa disebut Asura dalam bahasa Sansekerta. Mereka tidak sura, tidak selaras dengan kehidupan. Mereka tidak seirama dengan keberadaan. Para raksasa ini, para asura ini bukanlah makhluk dari masa lalu. Mereka selalu ada di setiap zaman. Di zaman kita sekarang, para ekstrimis, para radikal, preman dan para teroris adalah raksasa. Mereka memiliki semua sifat raksasa di dalam diri mereka. Para raksasa tidak mesti tampil dengan tanduk dan taring, mereka bisa tampak sangat mirip dengan manusia. Tidakkah kita melihat mereka ada di sekeliling kita setiap saat? Bagaimana kita mesti berinteraksi dengan mereka? Raksasa dalam wadag manusia tidak bisa dan tidak seharusnya dianggap sebagai manusia. Paling banter mereka adalah subhuman. Dan mereka mesti dihadapi dengan cara yang tepat

Pemimpin Preman

Dalam pewayangan Jawa, Burisrawa adalah putra Prabu Salya. Tiga saudara perempuannya menjadi istri Baladewa, istri Duryudana dan istri Karna. Burisrawa mempunyai badan yang kekar dan ahli bermain pedang. Dia ditakuti musuh-musuhnya karena ketelengasannya dalam membunuh lawan-lawannya. Dia seorang yang angkuh atas kesaktiannya, sering menuruti kata hatinya, pendendam, mau menang sendiri, suka membuat keonaran dan hampir selalu menakut-nakuti lawan. Dia juga tergila-gila pada Subadra, istri Arjuna bahkan mau memperkosanya. Burisrawa adalah figur seorang pemimpin yang bergaya preman. Dia mempunyai koneksi dengan beberapa pejabat puncak. Suka mengintimidasi kaum minoritas. Dia bisa menggerakkan masa untuk menghancurkan kelompok yang tidak disukainya. Dan para penguasa akan mendiamkannya karena dia punya lobby-lobby yang kuat. Dia yang menginginkan istri orang lain dapat dimaknai dia menginginkan harta dan jabatan orang lain dan untuk memperolehnya menggunakan cara-cara preman.

Merasa Lebih Kuat Daripada Lainnya

Dalam diri manusia juga ada sifat Burisrawa yang yakin akan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya sehingga ingin mengintimidasi pihak lain yang tidak sesuai dengan pandangan kita. Dengan koneksi yang baik dengan penguasa (pikiran), maka para penguasa akan mendiamkan apa yang telah kita lakukan. Kadang terbersit keinginan dalam diri kita untuk mendapatkan wanita, harta dan tahta dengan mengandalkan kekuasaan kita. Pikiran tersebut adalah tanda Burisrawa dalam diri yang belum mati. Mungkin perbuatan tersebut tidak kita lakukan dengan berbagai pertimbangan, di antaranya penolakan dari suara hati-nurani, akan tetapi Burisrawa yang masih hidup dalam pikiran kita harus kita perbaiki karakternya. Sifat Utama Burisrawa adalah merasa kuat, perkasa dan tidak setara dengan orang lain, juga Burisrawa tidak mempunyai rasa kebersamaan dengan pihak lain, dia merasa dirinya paling benar.

“Ketidaksetaraan itu hanya terasa oleh kaum Asura, Daitya, Syaitan, Raksasa karena kepala mereka masih tegak. Mereka belum belajar menundukkannya di hadapan Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi itu! Sekali bersujud di hadapan-Nya, diri kita menjadi sadar, bahwa semut pun tidak lebih rendah (setara) dari diri kita. Semut dan cacing pun adalah makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Namun, apa gunanya bersujud, menundukkan kepala, bila keangkuhan kita tidak ikut menunduk? Kesetaraan dan kebersamaan dalam bahasa Soekarno “Gotong Royong”, dalam bahasa Muhammad “Umma”, dalam bahasa Buddha “Sangha”, dalam bahasa Inggris “Communal Living” dalam bahasa Bali “Banjar” tidak dapat dipaksakan. Kesetaraan lahir dari kesadaran, kesadaran kita sendiri. 
Kesadaran manusia. Kesadaran akan kemanusiaan kita. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang kita warisi bersama. Kemanusiaan yang saleh, beradab. Kemanusiaan yang menerima makhluk-makhluk lain sebagai saudaranya yang setara. Termasuk bebatuan dan pepohonan, sungai-sungai dan lingkungan. Sehingga ia tidak akan menggunakan kekerasan terhadap siapa pun jua.” 

Genetika Burisrawa

Prabu Salya ayahanda Burisrawa malu mempunyai mertua seorang raksasa, dan sang mertua Resi Bagaspati memahaminya. Resi Bagaspati meminta Prabu Salya untuk setia dengan Dewi Satyawati seumur hidupnya dan kemudian minta Prabu Salya membunuh dirinya. Kemudian aji-kesaktian Candrabirawa miliknya dipindahkan kepada Prabu Salya.

Putri-putri Prabu Salya adalah 3 orang putri yang cantik dan masing-masing bersuamikan Baladewa, Duryudana dan Karna. Burisrawa dikatakan memiliki wujud seperti kakeknya karena genetiknya yang diturunkan oleh kakeknya. Diperkirakan karakter Burisrawa adalah karakter Prabu Salya yang belum sadar pada saat itu, yang merendahkan wujud raksasa dari mertuanya. Dan, bahkan membunuhnya walaupun sudah diberikan aji kesaktian oleh sang mertua. Akan ada waktunya tindakan Prabu Salya akan menuai kejahatan yang dikerjakannya.

Menghadapi Burisrawa Tidak Bisa Menggunakan Ahimsa

“Raksasa dalam wadag manusia tidak bisa dan tidak seharusnya dianggap sebagai manusia. Paling banter mereka adalah subhuman. Dan mereka mesti dihadapi dengan cara yang tepat.”

Menghadapai nyamuk, kecoa tidak bisa menggunakan ahimsa. Mereka tidak akan paham. Kita harus menggunakan cara yang tepat untuk menaklukkannya. Demikian pula menghadapi Burisrawa. Dikisahkan pada hari ke-13 Perang Bharatayuda putra Arjuna yang bernama Abimanyu tewas dikeroyok pasukan Kaurawa secara licik. Arjuna bersumpah akan membunuh Jayadrata sang penyebab kematian Abimanyu. Pada hari ke-14 Arjuna bertempur dengan keras untuk menemukan Jayadrata yang disembunyikan para Kaurawa. Satyaki musuh bebuyutan Burisrawa dikirim untuk membantu Arjuna. Satyaki dihadang banyak pasukan musuh, sehingga Satyaki yang keletihan dengan mudah dipukul Burisrawa sampai pingsan. Arjuna pun melepaskan panah memotong lengan Burisrawa. Burisrawa marah dan menuduh Arjuna berbuat curang. Arjuna menjawab bahwa Burisrawa lebih dulu bersikap curang karena hendak membunuh Satyaki yang sedang pingsan. Juga Burisrawa pada hari sebelumnya dia melakukan perbuatan tidak ksatria dengan mengeroyok Abimanyu. Dalam diri Burisrawa mengalir darah Resi Bagaspati yang suci, sehingga pada saat kesakitan karena lengannya terpotong dia sadar akan tindakannya di masa lalu yang tidak benar. Bahkan dia ingat pernah berupaya memperkosa Subadra istri Arjuna atau ibu dari Abimanyu. Dia teringat kutukan Subadra bahwa tangannya yang jahat akan terpotong sebelum kematian dirinya. Burisrawa kemudian duduk bermeditasi, mengingat semua kejahataannya. Satyaki yang siuman dari pingsannya segera mengambil pedang Burisrawa yang tergeletak dan membunuh Burisrawa.

Memperbaiki Karakter Diri

Sebagaimana Burisrawa, dalam diri kita juga terdapat genetika baik dan jahat dari leluhur kita. Bila kita ingin menjadi anak keturunan yang baik, maka sifat jahat yang mengalir dalam diri kita perlu dikendalikan dan sifat baik perlu dipupuk dan dikembangkan. Tidak mudah memang mengalahkan bawaan sifat jahat dalam diri, akan tetapi itulah upaya yang sesungguhnya, upaya purna waktu sampai hembusan nafas yang terakhir. Mengapa tidak memulainya saat ini?
sumber : https://www.facebook.com/agung.joni.31/posts/212625959074930

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net