Minggu, 14 Februari 2016

Mengenal Shiva sebelum Malam Perenungan Maha Shivaratri

Shiva adalah dewa ketiga di dalam Trimurti atau trinitas, beliau bertanggung jawab dalam melebur kembali dunia ini, bersifatkan Tamas, beliau ditugaskan Tuhan Yang Maha Esa untuk menghancurkan semua ciptaan yang sudah habis masa kerjanya, untuk didaur ulang kembali, sesuai karma masing-masing ke bentuk baru. Sabda para resi, Shiva ini sebenarnya adalah Brahma dan Vishnu itu menjadi satu. Shiwa berasal dari Puranas dan Rudra dari Veda dan agamas. Ada pendapat lain, bahwa Shiva berasal dari ajaran non Aryan dan usianya lebih tua dari Rudra, karena banyak lingga-yoni yang ditemukan di peradaban Mohanjo-Daro.

Pemujaan kepada Shiwa penuh dengan mantram dan ritual-ritual serta gaib dan misterius, disimbolkan sebagai Lingga, beliau selalu diwujudkan sebagai pria atletis yang amat tampan menawan berkulit kebiru-biruan dan harum ibarat kamfer. Tangan dan kakinya dibedaki dengan abu suci. Beliau bermata tiga, dan mata ketiganya yang jarang sekali terbuka ini terletak ditengah-tengah kedua alis-matanya, berlengan empat, masing-masing memegang Trisula, Damaru, (gendang kecil), sedang dua tangan yang lainnya bermudra abhaya (memberikan perlindungan) dan Varada (memberikan berkah). Dari gelungan rambutnya yang ibarat mahkota, terpancar dan mengalirlah sungai Gangga. bulan sabit adalah penghias rambutnya, dan berkilau memakai sarung pendek yang terbuat dari kulit harimau, kadang-kadang dari kulit gajah. Berbagai ular, khususnya ular kobra (lambang sperma) adalah kalungan yang menghiasi leher dan lengannya, diantaranya yang disebut Yajnopavita (benang suci). Beliau juga memakai kalungan yang terdiri dari tengkorak kepala.

Dewa Shiva beristrikan Parwati (Uma), dengan dua orang putranya yaitu Ganeshya dan Kumara (Skanda dan Subramaniyam). Keduanya ini dilengkapi dengan berbagai tunggangan, seperti Nandini (sapi) milik dewa Shiwa sebenarnya, kemudian ada Bhrngi Resi dengan tiga kaki dan tiga tangan, ada juga tikus sang Ganeshya dan burung merak milik Kumara, di samping para kawula Dewa Shiwa dalam bentuk jin, setan, hantu, dedemit dan berbagai makhluk-makhluk yang aneh yang senantiasa mendampingi dewa Shiva kemanapun beliau pergi.

Tempat tinggal sang dewa berada di puncak Himalaya, namun beliau juga gemar sekali berkelana ke berbagai kuburan dan tempat-tempat pembakaran mayat, melakukan inspeksi sesuai dengan pekerjaan beliau, namun beliau malahan dianggap sebagai menyeramkan. Di bawah ini ada beberapa kisah-kisah dalam keluarga Shiva.

(1) Konon pada suatu waktu, Parwati, istri sang dewa ini bercanda dan memejamkan kedua matanya, dan akibatnya seluruh dunia menjadi gelap gulita. Terpaksa Dewa Shiva menerangi dunia ini dengan mata ketiganya. Ada juga suatu peristiwa di mana mata ketiga ini terpaksa dipergunakan untuk membakar hangus dewa Kama, yang mengganggu semedi sang dewa.

(2) Suatu saat sungai Gangga sangat membanggakan dirinya yang mengalir dari kepala Dewa Shiva, mengetahui hal tersebut langsung saja sungai ini dibendung oleh Dewa Shiwa, dan hanya diperkenankan mengalir kembali setelah mendapatkan puja permohonan dari Sang Bhagirata dan sungai gangga itu sendiri.

(3) Sewaktu samudra susu, Sivamudra diaduk, timbul dan muncullah berbagai objek (unsur) diantaranya bulan sabit yang langsung disabet oleh Dewa Shiwa dan dijadikan pengias kepalanya. Sewaktu yang keluar adalah racun ganas Halahala, iapun meminumnya tanpa banyak pikir, demi menyelamatkan umat manusia. Parwati yang khawatir racun tersebut akan membunuh dewa Shiva, langsung mencekik leher sang dewa dan berhasil menahan racum tersebut dilehernya, hingga kini leher tersebut berwarna biru (Nilakanta).

(4) Para resi Darukawana gusar sekali sewaktu mereka sadar betapa tertariknya para istri mereka kepada Dewa Shiva yang tampan ini. Mereka lalu berusaha untuk membunuhnya melalui sebuah agni hotra, dari agni hotra ini muncullah seekor harimau, seekor kijang dan sebuah besi panas membara. Dewa Shiva membunuh sang harimau dan memakai kulitnya sebagai sarung, sang kijang menjadi peliharaannya, dan besi panas diubah menjadi salah satu senjata saktinya.

(5) Masih banyak kisah-kisah lainnya seperti penghancuran yagna Sang Daksa, memotong salah satu kepala Dewa Brahma karena berbicara tidak senonoh, Shiva juga senantiasa menegur Dewa Vishnu, Yama dan dewa-dewi lainnya dengan caranya tersendiri.

Kembali ke personifikasi Shiva, maka ketiga mata Dewa Shiva menyimbolkan surya, rembulan dan api, tiga sumber cahaya, kehidupan dan panas. Mata ketiga adalah simbol ilmu pengetahuan dan sentuhan pribadi Tuhan Yang Maha Esa.

Surya dan chandra adalah kedua matanya, langit adalah gelungan rambutnya, itulah sebabnya beliau juga disebut Vyomakesha (yang berhiaskan langit dirambutnya).
Harimau adalah simbol nafsu yang tak terkendali, namun Dewa Shiva mampu membunuhnya demikian juga dengan para pemuja-pemujanya yang penuh bakti senantiasa mengikuti perintahnya., kalungan tengkorak dan abu suci menyiratkan kematian, dari tanah kembali ke tanah.

Shiwa adalah dewanya yoga dan para yogi. Beliau sering terlihat dalam posisi semedi yang tenang dan damai, dengan sungai Gangga disampingnya sebagai simbol jnana. Bulan sabit juga bermakna siklus dari sang waktu yang berada di bawah kendalinya.
Berbagai ular yang mematikan dan beracun adalah simbol-simbol kematian berbagai makhluk yang sudah pasti kodratnya. Ular-ular ini juga menandakan berbagai energi yang hadir, seperti energi seksual dan kundalini dan berbagai energi lainnya, di samping itu ular kobra adalah simbol sperma pria dalam konsep Tantra-yoga (lingga-yoni). 
Semenjak masa teramat silam para resi sudah mampu melihat bentuk sperma pria yang mirip kepala kobra, dan berbagai lukisan Tantrik kuno ditambah skripsi-skripsi dan konsep lingga-yoni memperkuat teor ikehidupan Hindu Dharma. Semua itu sudah difahami jauh sebelum dunia barat menemukan alat-alat kaca pembesar medis.
Dengan kata lain Dewa Shiva juga adalah dewa yang menguasai waktu dan energi vital di alam kosmis dan di dalam raga manusia dan berbagai makhluk, dan menjadi tujuan setiap Yogi untuk mencapainya. Tahap pencapaian ini disebut Thuriya.

Dalam bentuk arca, beliau sering diwujudkan bertangan dua, namun ada juga yang bertangan 32 dengan berbagai senjata dan hiasan seperti Trisula, Cakra, Parasu (kampak perang), Damaru (gendang kecil), Aksamala (tasbih), Mrga (kijang), Pasa (cambuk), Danda (tongkat komando), Pinaka atau Ajagawa (panah), Khatvanga (alat magis), Pasupata (tombak), Padma (teratai), Kapala (tempurung tengkorak kepala), Darpana (cermin), Khadga (pedang) dan lain sebagainya.

Trisula bisa berarti tiga gunas, bisa juga berarti Trinitas, dengan demikian Shiwa adalah simbol dari penguasaan ketiga unsur dewa-dewa tersebut.

Konon pada suatu waktu nan silam, dewa Shiwa sedang menari tarian Tandavanrtya, sambil memainkan damarunya, dan muncullah nada seperti : a, i, un, r, lr, k dan lainnya yang berjumlah 14 basis suara yang dewasa ini disebut juga sebagai Mahesvarasutra, yang merupakan basis alfabet dan tata suara serta tata-bahasa di India, yang kemudian berdampak ke Timur-tengah, Asia secara keseluruhan dan ke Eropah. Damaru dengan demikian adalah simbol tatanan bahasa, seni, tari, musik, budaya dan lain sebagainya, dengan Shiva sebagai maha gurunya, itulah sebebnya beliau disebut sebagai Batara Guru.

Tasbih Aksamala bermakna bahwasanya beliau adalah guru dari ilmu spiritual, sedangkan Khatvanga menandakan bahwasanya beliau adalah guru dari berbagai ilmu yang bernuansa magis. Kepala, tempurung tengkorak kepala, menandakan kedashyatannya sebagai dewa penghancur. Sedangkan cermin Darpana adalah refleksi dari bentuk kosmisnya. Di India arca Shiva tidak dipuja sebagai Mula-Murti, namun sebagai Utsawamurti, berarti secara besar-besaran pada festival tertenu saja, selain itu harus tenang dan shanti.

Shiva-Lingga, adalah simbol dari Sang Mahadewa yang serba hadir dan tahu, selamanya suci bersih. Lingga berarti sama dengan Shiva, yaitu tempat peristirahatan semua makhluk. Shiva-lingga itu dianggap sebagai wujud simbol Tuhan itu sendiri dari sudut pandangan Tantrik. Shivalingga telah hadir semenjak masa silam di berbagai peradaban batu, sebagai pemujaan megalith. Semua suku aborigin di dunia ini memuja Shiva-lingga dengan nama dan versinya masing-masing, dan bentuknya berundak. bentuknya selalu phallus (menonjol panjang, kemaluan pria) dan vagina (yoni, kemaluan wanita), lingkaran simbol pemujaan kuno kepada Sang Pencipta alam dalam wujud ayah dan ibu. Lingga-yoni sudah hadir mengesankan di peradaban kuno Hindhu di lembah Harrapa dan Mohanjo-daro.

Kepercayaan pada umumnya adalah bahwa Shiva Linga atau Lingam melambangkan Phalus-lingga (lambang kemaluan lelaki), lambang kekuatan generatif di alam. Menurut Swami Sivananda, seorang Mahayogi Agung yang telah mencapai Kesadaran Atma-Kesadaran Semesta (Swami Sivananda juga adalah seorang Bakta Bhagawan Sri Sathya Sai Baba), (pandangan) ini bukan hanya kesalahan serius, tetapi juga kekeliruan yang sangat besar, dan kesalahan yang sangat sangat sangat fatal dan membahayakan.

Lingga dalam Tulisan Svami Swananda (1958) dengan karyanya yang berjudul All about Hinduism, dinyatakan bahwa lingga adalah lambang kosmos, bukan simbol jenis kelamin. Kemudian Sai Baba dalam Jendra(1998 : 167-168) menganalisa lingga itu dan kurang lebih menjelaskan pokok bahasan lingga sebagai berikut :
Dunia sebenarnya didukung oleh kekuatan atom yang dalam bahasa Sanskerta disebut anu. Anu atau atom terdiri atas muatan positif yang disebut danabhaga dan muatan negatif yang disebut vibhaga. Danabhaga dapat dipadankan dengan proton dan vibhaga dapat disejajarkan dengan elektron. Danabhaga dan Vibhaga senantiasa bergerak. Gerakan ini timbul akibat sifat aktif danabhaga yang berusaha menyatukan diri dengan vibhaga sehingga usaha pencarian atau pengejaran danabhaga mencari vibhaga berbentuk bulat telur atau oval. Gerakan oval ini bersifat universal. Oleh karena itu, benda-benda yang keberadaannya secara alami (natural) umumnya berbentuk bulat telur (oval), tidak bundar seperti bola, contoh bumi berbentuk bulat telur.
Bumi dikelilingi oleh bulan yang juga berbentuk oval, dalam garis lingkaran oval. Bumi dan bulan mengelilingi matahari juga dalam garis lingkaran oval.
Oleh karena itulah kosmik ini, alam semesta ini, dilambangkan dalam bentuk oval, yang kemudian bentuk itu disebut Lingga. Siapa yang menggerakkan isi alam semesta ini yang begitu teratur dalam bentuk oval tadi? Siapa yang menggantung bulan, bumi, bintang di ruang angkasa dan kemudian berputar dalam bentuk garis oval? Tentu ada kekuatan tertentu yang disebut kekuatan luar biasa (super natural). Kekuatan yang maha dasyat yang menyangga alam semesta ini di dalam bahasa Sanskerta disebut Brh memopang. Dari urat kata brhinilah menjadi bentuk kata Brahman, Tuhan Yang Maha Esa yang abstrak, kekal abadi yang menyangga atau menopang alam semesta.
Manusia umumnya, bhakta yang alphabudi, sangat sulit membayangkan sesuatu yang abstrak yang kekal abadi itu. (Bhagavad Gita XII. 1-5) untuk mempermudah penghayatan dibuatkanlah medium, perantara, dalam wujud replika mini seperti patung dan bentuk pratima lain. Salah satu wujud lambang replika mini yang diyakini sangat representative ditinjau dari gerakan unsur danabhaga dan vibhaga tadi dalam Lingga. (Jendra, 1998 : 168).

Ada arca Shiwalingga yang disebut Cala (dapat dipindah-pindah) dan acala (yang tidak dapat berpindah tempat). Yang pertama dapat dipindah dan dipuja baik di rumah maupun di mana saja, sedangkan acala seharusnya di kuil dan di mandir, terbuat dari batu dan terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah yang berbentuk segi empat yang disebut Brahma-bhaga (melambangkan Brahma sebagai sang pencipta), bagian tengah yang berbentuk oktagonal disebut Vishnu-bhaga dan kedua bagian ini kemudian digabung menjadi satu di dalam bentuk pedestal. Bagian atas disebut Rudra-bhaga, juga disebut sebagai pujabhaga karena bagian ini diperuntukkan sebagai pemujaan. Ada tiga garis melintang di tengah lingga ini yang disebut Brahmasutra, atau “mata ketiga”.

Tanpa Brahmasutra maka Linggayoni ini tidak dapat dipuja. Ternyata saudara-saudara kita kaum Muslimin, konon oleh salah seorang Nabinya yang besar yaitu Nabi Ibrahim sekaligus nabinya kaum Nasrani dan Yahudi (judaisme), telah dibuatkan simbol lingga-yoni terbesar di dunia yaitu yang disebut Ka’bah dan mesjid Haram yang mengelilingi sebagai yoninya. Kaum Hindu sangat respek terhadap monumen suci yang satu ini, Guru Nanak bahkan telah mengunjunginya secara khusus. Dari sudut pandang para resi aliran Shiwais, saudara-saudara kita kaum muslimin adalah : pengikut “ajaran Shiwa” dan konon menurut Nabi Besar Mohammad S.a.w., mesjid yang satu ini haram dibangun di tempat lain selain yang sudah ada di Mekah tersebut. Juga simbol bulan sabit, trisula, dan lain-lainnya diperkirakan berasal dari ajaran Shiwa yang pernah menyebar ke Timur-Tengah (pemujaan sapi), dari masa ke masa, baik melalui sungai Saraswati maupun melalui Afghanistan dan seterusnya semenjak ribuan tahun yang lalu.
Siva merupakan agen langsung dalam atas kelahiran, kehidupan, dan kematian yang sering disebut dengan Mahesamurti, juga sebagai mahakuasa dengan sebutan Ekadasa Rudra, dengan sebelas tokoh Dewa dengan nama-nama yang bervariasi pada naskah-naskah India. Dalam Amsumbhedagama disebutkan antara lain Mahadewa, Siwa, Sangkara, Nilalohita, Isana, Vijaya, Bhima, Dewa-dewa, Bhavodbhava, Rudra dan Kapalisa, sedangkan dalam Visvakarmasilpa dan Rupamandana disebutkan sebagai Aja, Ekapada, Ahirbudhya, Virupaksha, Revata, Hara, Bahurupa, Tryambaka, Suresvara, Jayanta dan Aparajita. Pada Ekadasa Rudra disebutkan dengan sebutan Siwa, Sada Siwa, Prama Siwa, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sankara, Wisnu, dan Sambhu. Ekadasa Rudra tersebut merupakan penjaga prajuru mata angin, di Bali dikenal dengan sebutan “Dikpalaka”.

Sedangkan naskah di Indonesia disebutkan dengan Caturbhuja (bertangan empat), dan Trinayana (bermata tiga), ia juga disebutkan Triwikrama atau Krurabhairawa dengan tubuh besar, berkepala lima, muka menakutkan, rambut kusut, mata seperti matahari/bulan, lubang hidung lebar, dan taring tajam. Tapi pada wujud kenyataan di Indonesa belum pernah dijumpai Siwa berkepala lima, umumnya berkepala satu dengan mahkota dihiasi ardhacandra kapala, mata tiga di dahi, uvapita ular naga, bertangan empat membawa cemara, aksamala, kamandalu, dan trisula dalam sikap duduk / berdiri (padmasana/sukhasana).

Pada Bali modern ini, seniman/pematung melukiskan Siwa membawa sabit dengan mitos/alasan suatu ketika Siwa menguji Dewi Uma dimana Siwa pura-pura sakit, pada saat itu pulalah istrinya Dewi Uma disuruh mencari obat yaitu air susu lembu. Karena perintah dari suaminya yaitu Siwa, sehingga dewi Uma turun kedunia untuk mendapat si pengembala lembu, dan Dewi Uma bertemu dengan si pengembala lembu, yang tak lain adalah Siwa menjelma menjadi pengembala, ia minta syarat bahwa Dewi Uma harus bersedia melayani nafsu birahinya jika ingin mendapatkan air susu lembu. Demi kesembuhan Siwa Dewi Uma sanggup meladeninya. Di ketahui oleh Siwa berbuat curang, maka Dewi Uma dikutuk menjadi Dewi Durga. Mitos inilah sebagai landasan atau model oleh seniman/pemahat, sehingga muncul Siwa membawa sabit yang diasosiasikan dengan pengembala lembu, dengan atribut kalasa/cepupu yaitu sejenis tempat air dengan dihiasi sedemikian rupa sehingga kelihatan bersayap.
sumber : https://www.facebook.com/agung.joni.31/posts/213017419035784

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net