Jumat, 04 Maret 2016

Menjaga Citra Busana Adat Bali

BUSANA adat Bali dalam proses sejarahnya sudah menunjukkan kekhasan fungsinya bagi umat Hindu suku Bali. Kekhasan fungsi itu, dalam hal fungsi religius dan fungsi adat, busana adat Bali sudah tercitra sebagai busana dalam rangka kegiatan beragama dan kegiatan adat Bali. Kalau memakai busana adat Bali sudah muncul pengaruh psikologis yang religius Hindu dan adat Bali. Kesan religius inilah yang umumnya dirasakan oleh suku Bali yang beragama Hindu kalau memakai busana adat Bali. Karena itulah, orang Bali yang beragama Hindu pada umumnya tidak mau sembarangan berbusana adat. Apalagi memakai busana sembahyang ke pura. 

Citra positif yang dimunculkan oleh busana adat Bali ini seyogianya dapat dijaga. Dalam Piagam Campuan tahun 1961 memang dibolehkan juga umat Hindu Bali bersembahyang ke pura tidak menggunakan pakaian adat Bali. Apalagi umat Hindu yang bukan suku Bali. Dapat saja mereka sembahyang ke pura menggunakan busana dinasnya. Misalnya, bagi militer dapat saja sembahyang memakai pakaian dinas militer, apalagi saat tengah berdinas di kantornya. 

Maksud Piagam Campuan tahun 1961 itu tentunya dengan alasan bahwa sembahyang pada Hyang Widhi merupakan hal pertama yang harus diprioritaskan dan hal kedua adalah busana. Jangan karena busana umat batal bersembahyang seperti melakukan Tri Sandya, misalnya. 

Yang diutamakan dalam berbusana sembahyang itu adalah sopan, wajar dan tidak berlebihan. Hal itu tentunya paradigma agama Hindu yang bernuansa filosofis. Meskipun demikian tentu sangat ideal bagi umat Hindu yang suku Bali memelihara tradisinya yang nyata-nyata sangat mulia, seperti busana adat Bali tersebut. Cuma dalam memelihara citra religius dan kekhasan adat Bali ini tidak boleh hanyut oleh emosi Bali tersebut. Hal itu justru dapat menimbulkan citra yang terlalu bias. 

Seperti penggunaan busana adat Bali dewasa ini yang tampaknya perlu dijaga jangan sampai busana adat Bali tercitra tidak lagi religius dan tidak mencintrakan kekhasan adat Bali. Dalam era reformasi ini penggunaan busana adat Bali ini sudah semakin meluas. Busana adat digunakan saat demo, ada juga digunakan untuk kegiatan politik praktis. Satgas parpol menggunakan busana adat pecalang. Ada juga umat berbusana adat Bali melakukan kerusuhan massa, mabuk-mabukan dan sejenisnya. 

Perlu direnungkan dalam-dalam, apakah tidak sebaiknya busana adat Bali itu tetap kita jaga citranya sebagai busana untuk melakukan kegiatan keagamaan Hindu dan adat Bali. 

Sebagai umat manusia kita memiliki banyak status. Ada saatnya kita berada dalam kegiatan adat, melakukan kegiatan keagamaan. Ada juga saat kita melakukan kegiatan yang bernuansa nasional bahkan internasional. Ini artinya, sebaiknya diberikan ciri khas masing-masing. Kapan kita tampil sebagai orang Bali, kapan sebagai orang Indonesia dan kapan tampil sebagai warga dunia. Yang juga sangat penting, kapan kita tampil sebagai umat Hindu suku Bali. Saat ada kegiatan adat Bali sudah seyogianya umat menampilkan ciri khas budaya Bali yang dapat dibedakan dengan ciri khas budaya suku lainnya. Salah satu ciri khas itu adalah busana adat Bali. 

Busana adat Bali ini oleh orang Bali juga dijadikan ciri khas melakukan kegiatan keagamaan Hindu. Inilah yang sudah kita terima dari zaman dulu sebagai warisan budaya. Kalau kegiatan politik seperti kampanye dalam rangka pemilu, itu adalah kegiatan yang bernuansa nasional Indonesia. Sangat baik kalau busana adat Bali tidak digunakan saat itu kecuali massa anggota parpol tersebut mengadakan persembahyangan ke pura untuk menguatkan moral dan mental berpolitik. Tetapi kalau kegiatan politik yang bersifat umum sangat baik kalau menggunakan busana khas partai politik bersangkutan. Apalagi sudah ada juga penegasan dari lembaga yang berwenang bahwa satgas parpol tidak dibolehkan menggunakan busana yang mirip busana militer. Analog dengan itu busana adat Bali pun sebaiknya citranya tidak dibiarkan terlalu membias jauh. 

Menjaga citra busana adat Bali yang dikemukakan ini janganlah diartikan secara ekstrem. Ini adalah suatu pandangan yang patut dikaji lagi oleh berbagai pihak yang terkait dengan pemakaian busana adat Bali tersebut. Busana adat Bali adalah milik suku Bali. Tentunya yang punya hak menentukan segala-galanya mengenai busana adat adalah suku Bali itu sendiri. 

Busana adat Bali terutama yang lazim dikenakan saat sembahyang, oleh beberapa kalangan dari suku lain dinyatakan bukanlah busana adat Bali. Busana itu sesungguhnya adalah busana adat Majapahit. 

Tentunya hak setiap suku berbusana apa saja yang mereka anggap sesuai dan tidak melanggar etika dan estetika umum. Berbusana itu sesungguhnya merupakan hak individu seseorang atau suku kelompok sosial. Namun, hendaknya kita perhatikan fungsi dan kekhasannya dalam kehidupan berbudaya. Karena itulah perlu kita jaga citra kekhasan busana adat Bali. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net