Senin, 21 Maret 2016

Perubahan dengan Budaya Mendalam

MODERNISASI memerlukan landasan budaya yang kuat dan kreatif, yang berakar pada kepribadian. Tak mungkin terjadi modernisasi dengan budaya yang tidak mendalam, karena kalau terjadi, akibatnya akan menghanyutkan bangsa itu sendiri ke arah ketergantungan pada kekuatan luar. Pernyataan ini disampaikan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (alm), Gubernur Bali 1978-1988, dalam tulisannya berjudul ''Budaya Bali: ''Strategi dan Realitas''. 

Tulisan itu dimuat dalam buku berjudul ''Bali Dipersimpangan Jalan'' sebuah bunga rampai terbit 1995. Pada bagian lain Prof. IB. Mantra menyatakan, menghadapi arus komunikasi yang makin besar ini satu-satunya jalan paling bijaksana dan dapat dipertanggung jawabkan secara rasional ialah peningkatan kesadaran berbudaya untuk menumbuhkan kemauan dan komitmen berbudaya. Ini berarti hendaknya kita lebih mendalam mempelajari agama Hindu dan nyastra. Dengan landasan ini kita akan mampu menyaring unsur-unsur yang baik dan menyisihkan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. 

Menyaksikan realitas masyarakat Bali terutama yang beragama Hindu memang sampai saat ini masih sangat tergantung pada kekuatan luar. Seperti SDM dalam berbagai bidang, sumber daya alam, hasil-hasil industri dan lain-lainnya. Dalam kehidupan berupacara yadnya saja masyarakat Bali yang beragama Hindu masih sangat tergantung pada kekuatan luar Bali. Ini artinya kita belum mampu menguatkan kebudayaan kita secara mendalam untuk dapat hidup bersaing dengan pihak lain. Ini juga dapat diartikan bahwa kita belum berhasil menjadikan ajaran agama Hindu sebagai kekuatan untuk membangun budaya secara mendalam. 

Budaya yang mendalam itu adalah budaya Bali yang diwujudkan atas keyakinan pada sabda Tuhan beserta dengan ajarannya. Sabda Tuhan yang bersifat supra empiris itu terus diaplikasikan oleh umat penganut Hindu dalam wujud budaya Hindu. Proses pendalaman hidup beragama Hindu tersebut nyatanya belum seimbang antara pendalaman secara niskala dan mewujudkannya dalam hidup sekala. Kalau belum seimbang antara kedalaman beragama Hindu secara niskala dan sekala maka kedalaman berbudaya Bali pun belum lengkap. Kalau sudah seimbang tentunya hal itu akan menimbulkan vibrasi kesucian pada diri dan lingkungan. Orang yang berniat buruk datang ke Bali akan terpengaruh oleh vibrasi kesucian beragama Hindu tersebut. 

Inti kehidupan beraama Hindu adalah mengembangkan vibrasi kesucian pada diri dan lingkungan. Niat buruk pun akan berubah menjadi niat baik. Sehingga kejahatan-kejahatan seperti halnya pengeboman tidak mungkin terjadi di Bali. Karena itu sangat dibutuhkan perubahan paradigma beragama menuju paradigma yang seimbang niskala dan sekala. Beragama di tingkat niskala hendaknya dilanjutkan pada tingkat sekala dalam perilaku sehari-hari. Berdagang dengan jujur dan tertib hukum, berlalu lintas yang sabar dan taat aturan, mengembangkan birokrasi pelayanan yang ramah tanpa pungli. Itu semuanya wujud beragama secara sekala. 

Para politisi dan birokrat rajin sembahyang ke Pura-pura tetapi berpolitik dan berdemokrasi menggunakan cara-cara yang kasar, jelas tidak mencerminkan berlajutnya sikap beragama secara niskala menuju sekala. Demikian juga dalam hal berusaha. Ada pelangkiran di ruang berdagang yang lengkap dengan bantennya, tetapi berjualan merebut ruas jalan seenaknya, memasang harga tidak lagi menggunakan konsep orang tua-tua di Bali yaitu bani meli bani ngadep, belumlah merupakan cerminan beragama secara niskala-sekala. Dalam harga ada keadilan. 

Beragama Hindu yang terlalu boros dana, waktu, ruang, tenaga dan sarana apalagi tidak berhasil memberi penguatan daya spiritualitas, benar-benar merupakan cara menjadi mubazir. Kehidupan industri pariwisata di Bali telah memberikan keuntungan bisnis yang luar biasa. Namun sayang keuntungan tersebut sebagian terbesar lari ke luar Bali. 

Hasil penelitian THK Award mendapatkan data 12,73% hotel di Bali mendapatkan tamu yang berkualitas 80%. Hotel tersebut pemiliknya semuanya orang luar. Umat Hindu di Bali pada industri perhotelan hanya tertampung sebagai karyawan kelas bawah dengan upah yang rendah pula. Sangat jarang yang mencapai posisi di kelas menengah apalagi top manajemen. 

Kehidupan beragama Hindu masih banyak yang jauh dari kebenaran tattwanya. Egoisme dan hura-hura yang bernuansa duniawi serta formalisme masih lebih menonjol dalam kehidupan kita beragama. Hal ini karena kita masih lemah dalam mengimplementasikan ajaran agama untuk penguatan berbudaya Hindu. 

Apa yang dinyatakan oleh Prof. Dr. IB Mantra, dewasa ini memang telah berlangsung. Bali sangat tergantung pada kekuatan luar. Kedalaman beragama Hindu hendaknya diwujudkan dengan kedalaman berbudaya Bali yang benar. Budaya ide, aktivitas dan budaya meteri hendaknya nyambung dijiwai oleh ajaran Hindu. Sehingga beragama Hindu secara niskala dengan sekala tidak menjadi dikotomis atau sangat jauh. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net