Kamis, 24 Maret 2016

Sikap Keras Dalam Hidup

KERAS dapat dilihat dari dua segi, dari sikap dan tindakan. Sikap dan tindakan yang keras tidak selalu berarti negatif. Sikap keras mempertahankan prinsip dengan argumentasi yang ilmiah dan kontekstual tentunya sangat dibutuhkan dalam menegakkan Dharma. Seperti Dharma Wangsa yang selalu kukuh dengan sikapnya untuk selalu berjalan dalam relnya Dharma. Saat Pandawa menjalani pembuangan di hutan selama dua belas tahun, Dharma Wangsa selalu kuat memegang prinsip. 

Pembuangan dua belas tahun sudah menjadi keputusan yang diterima oleh Pandawa. Meskipun hal itu diterima dengan rasa yang amat pahit. Kesempatan untuk balas dendam sesungguhnya sering muncul. Tetapi Dharma Wangsa tetap teguh memegang janji mengembara dua belas tahun di hutan. Sikap Dharma Wangsa inilah dapat digolongkan dengan sikap yang keras berpegang pada Dharma. Banyak godaan yang mendorong Dharma Wangsa untuk melanggar keputusan mengembara dua belas tahun di hutan. Bahkan dorongan itu datang dari adik-adiknya. Tetapi Dharma Wangsa tetap bersikap keras dan teguh pada pendiriannya. 

Hal inilah yang menyebabkan Dharma Wangsa diberi nama Yudhisthira. Kata Yudhisthira berasal dari kata Yudha dan Sthira. Yudha artinya perlawanan atau perang. Sthira artinya teguh atau keras pada pendirian. Hidup ini adalah suatu perlawanan pada yang menghalangi jalan hidup menuju jalan yang benar. Pada zaman Dwapara Yuga saat Pandawa hidup Dharma dan Adharma kekuatannya seimbang. Kekuatan Dharma dan Adharma yang seimbang itu menyebabkan banyak hal menyebabkan manusia ragu-ragu bersikap ke mana semestinya ia melangkah dalam hidup ini. Bagi Dharma Wangsa tidak ada keragu-raguan itu. Ia sangat kukuh berjalan dalam garis Dharma betapapun adanya godaan. 

Meskipun Yudhisthira sangat keras dan pendiriannya, tetapi ia tidak pernah bertindak kasar. Dorongan adik-adiknya dan berbagai pihak agar ia melanggar janji dihadapi dengan penuh kesabaran. Meyakinkan adik-adiknya dan berbagai pihak itu dilakukannya dengan memberikan argumentasi yang sangat dalam berdasarkan prinsip-prinsip Dharma. Dharma Wangsa bersikap keras seperti itu bukan tanpa alasan. Sikap keras berpegang pada Dharma seperti itu ia kemas dengan alasan yang sangat rasional. Dengan demikian Yudhisthira tidak perlu berbuat kasar. Sikap keras tanpa kasar itu pun diterima oleh berbagai pihak dengan penuh pengertian bukan karena tekanan. 

Berbeda dengan Duryudana yang juga bersikap keras tetapi dipertahankan dengan cara yang kasar. Yang lebih parah lagi sikap keras dan kasar itu tidak dipertahankan dengan argumentasi yang memiliki sandaran ajaran kebenaran atau Dharma. Bertindak dengan kasar juga memiliki dua wajah. Pengertian tindakan kasar ini perlu dibatasi misalnya seperti memaksa bagi yang melawan bahkan sampai membunuh. Memaksa dan membunuh itu pun tidak boleh dilakukan bagi lawan yang sudah menyerah dengan sukarela. Tindakan kekerasan dan kasar yang dilakukan dalam tertib sipil apa pun alasannya tidak dapat dibenarkan oleh agama maupun hukum positif. 

Tidak ada permasalahan menjadi terselesaikan dengan cara kasar. Karena dalam tertib sipil semua persoalan sudah ada aturan hukum untuk menyelesaikan. Tindakan kasar itu akan mendatangkan masalah baru, sedangkan masalah lama menjadi terabaikan. Bertindak keras untuk memaksa dapat dibenarkan kalau dalam perang. Bertindak kasar dan keras dalam perang itu pun dapat dilakukan dan juga harus berdasarkan hukum perang. Dalam perang sekali pun tidak dibenarkan bertindak kasar dan keras kalau tidak berdasarkan hukum perang. Misalnya tidak boleh senjata diarahkan pada sasaran sipil. Tidak boleh membunuh dengan cara menyiksa, apalagi pada musuh yang sudah menyerah dan sakit. Dalam perang sekali pun harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 

Dalam Bharata Yudha berperang tidak boleh dilakukan berdasarkan kebencian. Seperti Arjuna melepaskan panah pada Resi Bhisma dala Bharata Yudha bukan karena kebencian tetapi karena swadharma dalam perang memang demikian. Arjuna melakukan itu bukan karena benci dan dendam, bahkan penuh kasih dan hormat. Tindakan keras dan kasar dalam perang itu pun tidak dilakukan dengan hati yang kasar penuh kebencian dan dendam. Tindakan kasar seperti memanah atau menembak, menebas, menusuk dengan senjata tajam sampai membunuh itu dilakukan dengan dasar cinta kebenaran. 

Pada zaman modern ini sikap keras dan kasar sering dimulai dari kebijakan struktural. Kebijakan itu meliputi berbagai aspek kehidupan publik oleh mereka yang punya akses menentukan suatu kebijakan. Seperti kebijakan ekonomi, politik atau kebijakan pemerintahan sipil menyangkut kepentingan publik banyak menimbulkan tekanan yang dirasakan sangat menyakitkan oleh publik. Hal inilah yang disebut kekerasan struktural. Kekerasan ini banyak memicu berbagai penyakit sosial. Apalagi lembaga-lembaga yang semestinya membela kepentingan publik tidak berfungsi bahkan kadang-kadang ada yang berkolusi dengan penguasa untuk melahirkan kebijakan yang menekan publik. Hal itu dapat menjadi sumber tindakan keras dan kasar dari berbagai pihak. Sikap keras dan tindakan kasar itu berbeda. 

  
sumber : www.balipost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net