Selasa, 26 April 2016

Menghukum Menurut Perhitungan Hindu

MANUSIA yang lahir di dunia ini tidak ada yang sempurna. Pasti pernah berbuat benar dan berbuat salah. Perbuatan benar patut dipertahankan dan ditingkatkan terus. Sedangkan perbuatan yang salah itu wajib diperbaiki. Salah satu cara memperbaiki dan memperkecil perbuatan salah adalah dengan menghukum mereka yang berbuat salah itu. Bentuk kesalahan orang ada bermacam-macam tingkatannya. Hukumlah orang yang bersalah itu sesuai dengan tingkatan kesalahannya. Tujuan menghukum adalah untuk menyadarkan mereka yang berbuat salah agar kembali untuk melakukan perbuatan yang benar dan baik. 

Menghukum juga bertujuan agar mereka yang belum berbuat salah seperti itu menjadi takut melakukan perbuatan salah itu. Yang dihukum pun diharapkan menjadi jera dan tidak mengulang perbuatan yang salah itu. Menghukum juga salah satu cara untuk menegakan keadilan. Karena itu tidaklah boleh menghukum orang yang bersalah semena-mena bagaikan hewan menghukum temannya yang lemah. Karena itu kitab Manawa Dharmasastra VII, 16 menyatakan adanya lima pertimbangan untuk menghukum mereka yang bersalah. Lima pertimbangan itu adalah, desa, kala, sakti, vidya dan tattwa. 

Desa adalah mempertimbangkan norma-norma yang berlaku di suatu tempat tertentu. Desa dalam bahasa Sansekertanya berarti petunjuk-pertunjuk hidup berdasarkan kerohanian yang berlaku setempat. 

Sebelum menerapkan hukum yang lebih tinggi bagaimana keberadaan norma-norma setempat perlu diketahui terlebih dulu, adakah yang berbuat salah itu sudah melanggar norma-norma yang berlaku di lingkungan sendiri. Atau karena kebiasaan setempat yang diikuti sehingga ia melanggar hukum yang lebih tinggi. Hal seperti itu tentunya dapat menjadi pertimbangan untuk memperingan hukuman mereka yang bersalah. Berbeda halnya kalau yang bersalah itu melanggar norma setempat dan juga hukum yang lebih tinggi. 

Kala artinya waktu. Kapan perbuatan dosa itu dilakukan dalam keadaan bagaimana orang yang berbuat salah tersebut. Apakah pada zaman Kerta, Treta, Dwapara atau ada zaman Kali. Saat siang, sore atau malam. Sakti artinya kemampuannya. Dalam Wrehaspati tattwa 14 disebutkan sebagai berikut: Sakti ngarania ikang sarwajnya lawan sarwakarta. Artinya Sakti adalah orang yang memiliki banyak ilmu dan juga banyak berbuat. Jadi orang yang dapat menjatuhkan sanksi hukum itu adalah orang yang sudah banyak pengalaman baik teori maupun praktek. 

Syarat berikutnya adalah Vidya. Maksudnya menjatuhkan sanksi kepada mereka yang bersalah harus dengan pengetahuan yang luas tentang permasalahan yang sedang ditangani. Jangan sampai sanksi dijatuhkan tanpa pengetahuan tentang persoalan yang sedang dipermasalahkan. 

Demikian juga pengetahuan tentang keadaan orang yang akan dijatuhi hukuman karena kesalahannya itu. Terakhir adalah Tattwa. Artinya semua pertimbangan seperti desa, kala, sakti dan vidya harus dilakukan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Bukan untuk yang lain. 

Dalam Manawa Dharmasastra VII Sloka 19 ada dinyatakan kalau vonis dijatuhkan tanpa pertimbangan yang matang akan menghancurkan segala-galanya. Di daerah Bali, Desa Pakraman sebagai wadah untuk menata kehidupan berdasarkan ajaran Hindu memiliki hukum yang disebut awig-awig. Kalau ada krama desa yang melanggar awig-awig wajib dikenakan sanksi. Sayang dalam menjatuhkan sanksi itu masih banyak tidak didasarkan pada pertimbangan matang. Masih banyak sanksi yang dijatuhkan berdasarkan emosi massa yang berlebihan. Hukuman pun dijatuhkan tanpa berdasarkan kebenaran dan keadilan. 

Kalau kesewenang-wenangan itu makin meluas, maka akan dapat menghancurkan kebenaran dan keadilan yang semestinya ditegakkan oleh Desa Pakraman. Ada orang yang dianggap melanggar awig-awig tidak diberikan cukup kemerdekaan dalam membela dirinya menghadapi tuduhan melanggar awig-awig. Ada kalanya awig-awig dilanggar oleh sementara krama karena awig-awig itu sendiri sudah ketinggalan zaman sehingga ada sekelompok krama menjadi sulit menaatinya. 

Ada sementara krama menaati awig-awig hanya karena takut bukan karena kesadaran. Kalau ini dibiarkan terus ketaatan krama akan menghilangkan semangat umat Hindu untuk hidup optimis dalam menatap masa depannya. 

Kalau ada yang bersalah janganlah dengan cara memusnahkan harta bendanya. Karena yang kena hukum itu bukan mereka yang bersalah saja tetapi anggota keluarga dan harta benda yang tidak ada sangkut pautnya dengan kesalahan pun akan kena sanksi hukum yang tidak adil itu. 

Menurut Hindu menghukum dengan tidak adil akan dapat menghancurkan segala-galanya. Menghukum dengan sewenang-wenang hanya layak berlaku di kalangan asura bukan dalam masyarakat manusia. Hukuman haruslah bersifat mendidik dan dilakukan dengan sabar. 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net