Minggu, 08 Mei 2016

Tentang Pandita sebagai Saksi di Pengadilan

PENGADILAN pada hakikatnya adalah lembaga yang sangat mulia dan terhormat. Karena di lembaga inilah sebagai salah satu tempat untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kalau ada oknum-oknum tertentu menjadikan lembaga pengadilan itu untuk berbuat kotor, itu bukan hakikat lembaga tersebut yang kotor. Oknum yang berbuatlah yang kotor. Oknum yang kotor itu pun dapat diadili dalam lembaga pengadilan tersebut. Di negara hukum seperti Indonesia ini tidak ada warga negara entah apa pun jabatannya, yang berada di atas hukum. Hadir di pengadilan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan adalah suatu yadnya yang sangat mulia dan terhormat. Demikian juga salah satu swadharma pandita atau Sang Sista. Seperti disebutkan dalam Sarasamuscaya 40 adalah Sang Satya Wadi artinya beliau yang selalu mewacanakan kebenaran. 

Jadi merupakan swadharma pandita juga untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Pandita juga warga negara, tentunya tidak berada di atas hukum negara di mana dia sebagai warga negara. Karena itu tidak tepat kalau pandita ditabukan hadir di pengadilan. 

Tentunya etika untuk menghadirkan pandita di pengadilan tidak sama dengan menghadirkan seorang warga negara yang walaka. Untuk menghadirkan pandita di pengadilan janganlah beliau dipanggil ke pengadilan. Menghadirkan pandita sebagai saksi di pengadilan dengan cara memohon kehadirannya bagaikan Sang Yajamana memohon kehadiran pandita untuk memimpin suatu upacara yadnya. Demikian pula dalam hal mengucapkan sumpah. Sebagai saksi janganlah pandita disumpah oleh hakim, tetapi beliau menyatakan sendiri sumpah itu di hadapan Hyang Widhi dengan disaksikan oleh hakim. 

Untuk memohon kehadiran pandita di pengadilan sebagai saksi didahului dengan memonon izin terlebih dulu kepada Guru Nabenya. Atau setidak-tidaknya dipermaklumkan kepada Guru Nabenya. Guru Nabe seyogianya mengizinkan karena kehadiran pandita sisyanya adalah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Karena kebenaran dan keadilan itu adalah sangat utama. 

Dalam kitab Slokantara Sloka 2 dinyatakan, kebenaran atau satya jauh lebih tinggi nilainya dari pada seratus putra yang suputra. Dalam hubungannya dengan pandita sebagai saksi mengenai suatu perkara dapat pula hakim bersidang di geriya atau asrama sang pandita, dan dalam sidang di geriyanya itu Sang Pandita dimohon kesaksiannya. Karena kesaksian pandita itu sangat penting dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. 

Menegakkan kebenaran dan keadilan juga merupakan swadharma Sang Pandita. Memberikan kesaksian bukanlah melecehkan agama Hindu. Justru perbuatan itu sangat mulia dan terhormat. 

Sampai saat ini saya belum menjumlai Sastra Hindu yang menabukan pandita sebagai saksi dalam proses pengadilan. Sangatlah tidak tepat dan tidak beralasan seorang pandita ditabukan untuk melakukan perbuatan mulia dan terhormat itu. Kalaupun pandita itu dihadirkan di pengadilan sebagai tersangka itu juga tidak perlu ditabukan. Karena akan sangat merusak citra pandita itu kalau yang bersangkutan diduga bersalah, lalu dugaan itu dibiarkan beredar dalam masyarakat tanpa ditransparankan dalam proses pengadilan. 

Kalau pandita sebagai tersangka tentunya didahului dengan laporan kepada Guru Nabenya. Bila perlu Guru Nabenya mencabut status sementara kepanditaannya. Setelah memang terbukti tidak bersalah status kepanditaannya itu dikembalikan melalui proses diksa. 

Kalau memang ternyata bersalah pencabutan status kepanditaan oleh Guru Nabenya berlaku secara tetap. Kalau tidak diadili secara transparan dapat menimbulkan citra buruk bagi pandita bersangkutan. Padahal belum tentu dia bersalah. Seandainya pandita itu tidak bersalah tentunya dalam masyarakat akan beredar citra buruk tanpa berkesudahan. Memberikan citra buruk pada pandita tanpa alasan yang jelas tentunya suatu dosa. Seandainya seorang pandita benar-bernar bersalah tentunya dosanya akan melekat terus sepanjang zaman. 

Dalam Manawa Dharmasastra VIII.318 dinyatakan: Orang-orang yang terbukti melakukan pidana dan telah dihukum oleh raja (negara) akan mendapatkan sorga karena telah bersih seperti halnya mereka yang telah melakukan kebajikan. Oknum pandita yang melakukan tindak pidana itu akan mengotori citra pandita yang bersih apabila tidak dihukum. Karena itu oknum pandita yang terbukti bersalah harus tetap dihukum melalui pengadilan yang benar. Karena hal itu dapat kembali menyucikannya dari dosa-dosa yang pernah dilakukan. Manawa Dharma Sastra VII.18 menyatakan hukum itulah yang memerintah semua makhluk, hukum melindungi dan hukum berjaga selagi orang tidur. Jadi tidak ada orang yang berada di atas hukum menurut ajaran Hindu. 

  
sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net