Kamis, 19 Mei 2016

“TUMPEK KANDANG” REVITALISASI MENUJU SIFAT DAIVISAMPAT

I Gede Wiratmaja Karang

Tumpek berasal dari kata Tampek yang artinya dekat. Tumpek merupakan salah satu hari suci umat Hindu berdasarkan pertemuan pancawara dengan saptawara. Tumpek bagi umat Hindu merupakan hari suci untuk memuliakan manifestasi Hyang Widhi. Sedangkan Wuku Uye adalah urutan Wuku yang ke 22 dari 30 wuku yang ada menurut sistem kalender umat Hindu di Bali. Dalam sistem kalender Jawa wuku ini dikenal dengan dengan nama Wuye untuk memuliakan Batara Kuwera. Beberapa rahinan tumpek di Bali berdasarkan Wariga Dewasa, adalah Tumpek Landep untuk memuliakan Batara Mahadewa biasanya melaksanakan upacara pada sarwa lalandep. Tumpek Wariga atau Tumpek Bubuh untuk Batara Asmara melaksanakan upacara pada sarwa tumuwuh atau pohon-pohonan. Tumpek Kuningan untuk Batara Indra melaksanakan upacara pada Hyang Leluhur. Tumpek Krulut untuk memuliakan Batara Wisnu melaksanakan upacara pada yang berkaitan dengan seni. Tumpek Uye atau Tumpek Kandang melaksanakan upacara pada Hewan dan binatang peliharaan. Sedangkan Tumpek Wayang atau Tumpek Ringgit untuk memuliakan Batara Sri melaksanakan upacara pada yang berkaitan dengan seni suara.

Tumpek Uye disebut juga hari Tumpek Kandang bertepatan dengan dina Saniscara atau hari Sabtu, bertemu dengan Panca Wara Kliwon, dan Wuku Uye. Kalau digabung masing-masing urip adalah, Saniscara urip 9, Kliwon urip 8, Uye urip 8. Dari ketiga ini dijumlahkan sehingga hasilnya 25, bila 2 dan 5 di jumlahkan maka hasilnya 7, yang bermakna sapta Timira. Sapta Timira adalah tujuh sifat manusia yang menyebabkan kegelapan atau manusia menjadi lupa akan dirinya juga disebut tujuh yang menyebabkan manusia mabuk, selain mabuk karena alkohol atau obat-obatan terlarang. Ke tujuh bagian sapta timira adalah, (1) Surupa berarti rupa tampan, ganteng, cantik, (2) Dana berarti kekayaan, (3) Guna berarti kepandaian, (4) Kulina berarti keturunan, kedudukan, jabatan, (5) Yuwana berarti keremajaan, (6) Sura berarti keberanian, dan (7) Kasuran yang berarti kemenangan. Ketujuh hal tersebut sering menyebabkan orang menjadi sombong, angkuh, congkak, bangga luar biasa, mabuk, lupa daratan. Itulah musuh-musuh manusia yang amat berbahaya dan dapat membuat orang tidak memiliki susila.

Sapta Timira dalam Tri Guna masuk pada guna rajas dan tamas. Tri Guna adalah tiga unsur dasar dari sifat manusia, yang terdiri dari (1) Satwam adalah sifat damai, (2) Rajas adalah sifat ambisi, (3) Tamas adalah sifat malas. Sifat rajah dan tamas merupakan watak binatang atau Sato oleh sebab itulah pada Tumpek Kandang atau Tumpek Uye, hewan atau binatang peliharaan di upacarai agar manusia tidak terpengaruh oleh sifat-sifat binatang dimaksud. Dalam kitab Wrhaspati Tattwa ada disebutkan bahwa :

“Yapwan tamah magong ring citta, ya hetuning Atma matemahan triak, ya ta dadi ikang dharmasadhana denya, an pangdadi ta ya janggama” (Wrhaspati tattwa,24). Artinya: Apabila tamah yang besar pada citta, itulah yang menyebabkan Atma menjadi binatang, ia tidak dapat melaksanakan dharma olehnya, yang menyebabkan menjadi tumbuh-tumbuhan.

Memperhatikanpetikan sloka tersebut di atas maka jelaslah yang menyebabkan adanya perbedaan kelahiran itu adalah triguna. Karma lahir dari triguna, dan dari karma muncul suka dan duka. Kendalikanlah guna rajas dan tamas ke arah satwam, bila tamas membesar akan menyebabkan Atma menjelma menjadi binatang. Menjelma menjadi binatang menyebabkan Atma masuk pada kegelapan yang disebabkan oleh kegelapan sebelumnya. Empu Yogiswara sebagai pengarang Kakawin Ramayana, sekitar tahun 825 Çaka atau 903 Masehi, yaitu masa pemerintahan Dyah Balitung tahun 820-832 Çaka atau 898 – 910 Masehi. Kakawin Ramayana intinya menyisipkan ajaran yang dapat dijadikan pedoman di dalam kehidupan. Salah satu kutipan yang ada kaitanya dengan kegelapan pikiran manusia adalah, sargah 24 sloka 83, yaitu: Guha petang tang mada moho kasmala, Maladi yolanya magong mahawisa, Wisata sang wruh rikanang jurang kali, Kalinganing sastra suluhnikapraba. Artinya: Bahwa diri kita ibaratnya seperti sebuah gua yang gelap, tempatnya kecongkakan, kekalutan pikiran dan keangkuhan perilaku ; segala keburukan itu ibaratnya seekor ular besar berbisa dasyat; bila orang itu dapat memahami hal itu akan tetap merasa tenang kendatipun berada dalam lembah penderitaan; karena sastra pulalah merupakan pedoman sebagai sesuluh menerangi hidup ini.

Kegelapan pikiran yang dipengaruhi Sapta Timira ibarat manusia memasuki goa yang gelap gulita, tanpa arah tujuan karena memang tidak ada kesadaran diri akan kegelapan tersebut. Pada keadaan kebingungan inilah ilmu pengetahuan yang menjadi petunjuk dan penerang. Kembali pada jalan Hyang Widhi dengan mempelajarai ilmu pengetahuan sejati itulah jalan utama. Memang sungguh susah menjalankan ajaran agama tetapi jalan tersebut pasti jalan yang benar.

Tumpek Kandang atau Tumpek Uye, juga merupakan persandia dari kata Tumpek, Kanda dan Ang. Tumpek berarti dekat, Kanda berarti teman, tutur atau cerita, dan Ang adalah simbol dari Bapa Akasa, atau Siwa dalam perwujudan Agora yang juga disebut Wisnu dengan warna Hitam, yaitu kekuatan Hyang Widhi yang menguasai arah utara. Sedangkan pada tubuh manusia aksara Ang berada pada empedu. Maksud dari Tumpek Kandang adalah menceritakan sesuatu tentang Hyang Widhi dalam aksara suci Ang agar semakin dekat dengan beliau.

Dalam Pustaka Bhagawata Purana VII.5.23, dinyatakan ada sembilan cara memuja Tuhan yang disebut Navavida Bhakti. Navavida Bhakti, yaitu: Sravanam kirtanam visnah, Smaranam pada sevanam, Archanam vandanam dasyam, Sakhyam atmanivedanam. Pada bagian pertama ada disebutkan tentang Sravanam yang artinya menceritakan hal-hal tentang kesucian atau kedewataan. Untuk lebih jelasnya akan di uraikan sedikit tentang Nawa Wida Bhakti, yaitu: (1) Sravanam, artinya mendengarkan ajaran atau cerita suci kerohanian. Dalam Bg. XVIII. 70-71 sudah disebutkan yaitu yang mempelajari percakapan suci ini, walaupun hanya sekedar mendengar, akan mencapai kebahagiaan lahir bhatin. (2) Kirtanam, artinya menyanyikan atau melantunkan kidung suci yang sarat dengan nama-nama Hyang Widhi. (3) Smaranam, artinya selalu mengingat nama Hyang Widhi. Jika dikaji secara mendalam Smaranam merupakan ajaran suci yang wajib untuk umat beragama. (4) Arcanam, artinya wujud bhakti dengan memuja Arca. Umat Hindu mewujudkan dengan berbagai bentuk pratima sebagai media penghubung dan penghayatan kepada Hyang Widhi. Umat Hindu yakin bahwa Hyang Widhi itu bersifat nirguna, dan acintya rupa. Untuk menguatkan keyakinan akan adanya Hyang Widhi, Umat Hindu boleh memakai jalan memuja-Nya dengan mewujudkan beliau ataupun manifestasi beliau dengan Arca, dengan dasar sujud bhakti yang mendalam. (5) Vandanam, adalah berbhakti dengan jalan membaca cerita suci, membaca sloka, membaca mantram kitab suci Veda dengan penuh keikhlasan yang bertujuan untuk mendapatkan rasio yang lebih dalam menghayati kesucian agama. (6) Dasyam, artinya mengabdi atau melayani Hyang Widhi dengan rasa tulus ikhlas. Dalam prakteknya diwujudkan ke dalam bentuk ngayah di pura atau gotong royong. Karena ngayah dalam bentuk perbuatan nyata merupakan perwujudan bhakti kepada Brahman. (7) Padasevanam berasal dari kata pada yang artinya kaki dan sewa artinya melayani, sedangkan nam artinya memuja. Padasevanam dimaksudkan berbhakti kehadapan Hyang Widhi dengan tanpa pamrih. (8) Sakhyanam berasal dari kata sakha yang artinya sahabat. Jadi sakhyanam adalah berbhakti kehadapan Hyang Widhi seperti hubungan sahabat dekat. Bhakti ini dapat dilakukan oleh orang yang atmannya telah mengusai budhi, manah, dan indria. (9) Atmanivadanam artinya pemujaan yang dilakukan dengan penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Hyang Widhi. Hidupnya sepenuhnya diserahkan kepada Brahman dengan selalu berpegang teguh pada keberadaan dan kemahakuasaan-Nya, melalui semua ajaran-Nya yang diturunkan dalam kitab suci Veda.

Tumpek Kandang merupakan aplikasi dari cara umat manusia bersyukur terhadap Hyang Widhi. Karena dunia ini adalah ciptaan Hyang Widhi, maka umat wajib untuk selalu bersyukur dan bhakti kepada-Nya. Bila semua ini dilaksanakan dengan tulus ikhlas niscaya kehidupannya yang dijalani akan terasa indah dan tanpa beban. Dengan rasa tulus iklas, lascarya dan senang terus menerus setiap saat memuja keagungan dan kemurahan Hyang Widhi. Wujudkan Hyang Widhi pada setiap kegiatan keseharian. Karena dengan mempersembahkan semua kegiatan ini pada Hyang Widhi uamat tidak ada rasa terbebani. Penerapan jalan Navavida Bhakti ini bisa menjadi proses penyatuan atau proses kembalinya kita ke asal semula yaitu Parama Atman.

Rasa lascarya yang mendalam inilah yang akan menjadikan pengendali hidup manusia yang utama. Keinginan untuk pengendali hidup yang paling utama di dunia. Keinginan untuk membangun rasa ketuhanan adalah keinginan yang paling mulia. Salah satu caranya adalah berbhakti kepada Hyang Widhi, melalui pengabdian pada sesama ciptaan karena dengan demikian akan dapat membangun rasa ketuhanan yang mendalam. Manawa Seva dan Mendawa Seva mengabdi kepada Hyang Widhi sangat identik dengan mengabdi kepada sesama ciptaan termasuk pada binatang sekalipun. Jadi Tumpek Kandang adalah kalimat yang memiliki makna di balik makna, memiliki makna di balik yang tersurat dan tersirat. Menceritakan tentang Ang (Bapa Akasa, Purusha) adalah menceritakan Hyang Widhi. Menceritakan, mendengarkan, melayani, memuja, menyimbolkan dan lain sebagainya tentang Hyang Widhi adalah salah satu cara untuk memuja-Nya. Itulah makna dibalik kalimat Tumpek Kandang sebagai salah satu cara untuk merevitalisasi sifat asurisampat menjadi sifat daivisampat. 


sumber : http://majalahhinduraditya.blogspot.co.id/2013/07/tumpek-kandang-revitalisasi-menuju.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net