Kamis, 22 September 2016

Kesadaran Rohani dan Motivasi Hidup

Yatro' paramate cittam.
Niruddham yogasevaya
Yatra cai' vatmana 'tmanam.
Pasyann aatmani tusyte.
(Bhagawad Gita.VI.20). 

Maksudnya:
Jika pikiran mencapai ketenangan, terkendali dalam Yoga, serta melihat Tuhan dengan Atman dan selalu bahagia dalam Atman. 


TUJUAN tertinggi dari pengalaman ajaran suci Weda dalam hidup di dunia ini adalah mencapai kepuasan Atman. Dalam kitab suci Manawa Dharmasastra II.6 dinyatakan: cara penerapan ajaran suci Weda melalui lima tahapan. Dari Weda Sruti diterapkan ke dalam Smrti, terus menjadi Sila. Sila itu dalam Wrehaspati Tattwa 25 dinyatakan: Sila ngaraning mangraksa acara rahayu. 

Artinya, Sila adalah menguasai tradisi (acara) yang baik. Dalam Itihasa dan Purana akan dijumpai berbagai contoh perilaku yang rahayu yang patut dijadikan teladan. Demikian juga banyak contoh perilaku yang tidak patut dijadikan teladan. Dari Sila ini diterapkan menjadi tradisi Weda yang disebut Acara. 

Dalam Sarasamuscaya 177 dinyatakan: Acara ngaraning prawrtti kawarah ring aji. Artinya, Acara adalah pengalaman (mantradisikan) dari apa yang dinyatakan dalam kitab suci. Puncak penerapannya adalah tercapainya kepuasan Atman (Atmanastusti). 

Dalam kenyataannya umat masih banyak yang sulit membedakan mana proses hidup yang dapat memberi kepuasan Atman (Atmanastusti) dan yang mana yang mengarah pada kepuasan hawa nafsu indriawi (Wisaya Kama). Setiap kegiatan keagamaan seharusnya mengarahkan hidup ini untuk mewujudkan kepuasan Atman sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Sloka Bhagawad Gita di atas. 

Kegiatan keagamaan lainnya adalah media untuk mewujudkan kepuasan Atman. Kalau kepuasan Atman ini dapat diwujudkan maka tidak ada ketimpangan antara realita kehidupan yang menyimpang dari norma kehidupan tersebut. Pada kenyataannya masih banyak umat melakukan kegiatan beragama yang mengutamakan kepuasan indriawi (wisaya kama). 

Kepuasan Atman itu tiada lain dari kuatnya kesadaran rohani mewujudkan kesucian Atman dalam kehidupan nyata. Kesadaran rohani yang kuat itu akan dapat menegakan motivasi hidup sesuai dengan normanya. Ada orang berambisi mengejar jabatan. Apa itu jabatan di birokrasi, politik, dalam kehidupan bisnis, akademik dll. Ambisi seperti itu tentunya sangat wajar dan sah-sah saja di era demokrasi ini. 

Yang patut dicermati dengan seksama adalah apa yang menjadi motivasi untuk mengejar jabatan tersebut. Apakah mereka dimotivasi oleh Atmanastusti atau Wisaya Kama. Kalau Atmanstusti yang memotivasi mereka maka dapat dipastikan penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan atau wewenang akan sangat kecil terjadi dalam kehidupan ini. Karena kesadaran rohani sebagai wujud dari Atmanastusti itu akan memotivasi mereka mengabdi secara tulus. 

Ketulusikhlasan itu akan dapat menegakkan berbagai jabatan untuk didayagunakan mengabdi mewujudkan norma-norma hidup sesuai dengan bidang jabatan yang dipegangnya. Pada kenyataannya dinamika berbagai bidang kehidupan semakin jauh dari normanya. Kehidupan politik, birokrasi, ekonomi, penegakan hukum, kehidupan berkesenian bahkan kehidupan beragama pun dieksploitasi untuk mencapai Wisaya Kama (kepuasan hawa nafsu), bukan Atmanastusti. Artinya, kehidupan beragama yang demikian dinamis belum berhasil menguatkan kesadaran rohani menegakkan motivasi hidup untuk bereksistensi menegakkan norma-norma hidup. 

Perayaan Galungan, Kuningan, Siwa Ratri, Pager Wesi, Nyepi dan lain-lainnya itu perlu diadakan revitalisasi agar mampu mencapai apa yang disebut dengan Atmanastusti. Kata ''Amanastusti'' itu berasal dari kata ''Atma'' dan ''Tusta''. Atman dalam kitab Upanisad dinyatakan bagian dari pada Brahman. Ini wujud kasih Tuhan pada manusia. Karena Atman itu adalah kesucian, kebenaran, kasih tanpa batas yang bersumber dari Brahman. Sedangkan kata ''Tusta'' berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya puas. Dalam dinamika kehidupan orang sering terkecoh antara mencari kepuasan Wisaya dan kepuasan Atman. Kedua-duanya memang dirasakan menyenangkan. Cuma kepuasan Wisaya selalu berbalik dengan kedukaan. 

Makin tinggi nikmat yang dicapai oleh Wisaya makin dalam risiko duka yang akan didapatkan. Kalau kepuasan Atman akan berproses di atas suka dan duka. Orang yang selalu mengupayakan kepuasan Atman, meskipun ia berada dalam hiruk-pikuk kehidupan duniawi, tetapi ia tidak terpancing ikut mengejar kepuasan Wisaya dengan meninggalkan kepuasan Atman. 

Kepuasan Wisaya bukan tujuan tetapi alat menuju tujuan hidup yang sebenarnya yaitu kepuasan Atman. Wisaya bagaikan kuda penarik kereta menuju tujuan hidup sejati. Hindarilah perayaan agama untuk mengumbar Wisaya membawa Atman jauh dari Tuhan. 

* I Ketut Gobyah 

sumber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net