Bhatara Sadasiwa sira, hana Padmaasana pinaka palungguanira, aparan ikang Padmasana ngarania saktinira, sakti ngarania wibhu sakti, prabhusakti, jnyanasakti, kriyasakti, nahan cadu sakti,............... (Wrehaspati Tattwa.11)
KUTIPAN di atas merupakan sebagian dari penjelasan Wrehaspati Tattwa Sloka 11 dalam bahasa Jawa Kuno. Dalam penjelasan Wrehaspati Tattwa ini dinyatakan Tuhan Sadasiwa itu berstana di Padmasana. Padmasana itu sesungguhnya simbol alam semesta dengan empat penjurunya.
Pura atau Mandira adalah istilah untuk menyebutkan tempat pemujaan Hindu. Dalam berbagai Sastra Hindu dinyatakan Pura atau Mandira itu simbol alam semesta atau Bhuwana Agung. Hal ini memang sangat sesuai dengan Yajurveda XXXX, 1 yang menyatakan sbb: Isyavasam idam jagat. Artinya stana Tuhan yang sebenarnya adalah alam semesta ini (jagat).
Padmasana itu adalah salah satu bentuk pelinggih untuk memuja Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Wrehaspati Tattwa Sloka 11 tersebut. Padmasana yang merupakan simbol alam semesta ini pada hakikatnya sebagai wujud Saktinya Hyang Widhi. Saktinya Tuhan itu ada empat yang disebut Cadu Cakti yaitu Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, Jnyana Sakti dan Kriya Sakti.
Kata Sakti dalam bahasa Sansekerta artinya kekuatan atau kemampuan. Dalam penjelasan Wrehaspati Tattwa Sloka 14 dinyatakan Sakti itu adalah banyak ilmu (Jnyana) dan banyak kerja (Kriya). Yang mahatahu (Maha Jnyana) dan mahakarya adalah Tuhan. Dari penjelasan Wrehaspati Tattwa tersebut dapat kita pahami bahwa tempat pemujaan Hindu itu sebagai media untuk meraih karunia Tuhan untuk penuntun umat menapaki hidupnya di dunia ini.
Dengan memuja Tuhan di pura kita panjatkan doa memohon tuntunan Tuhan agar umat paham bahwa hanya Tuhanlah yang maha ada (Wibhu Sakti). Alam semesta ini adalah tidak kekal. Jadinya fungsi pertama dari pura itu adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa hidup fisik material ini adalah tidak kekal. Sifatnya hanya sementara dibatasi oleh ruang dan waktu. Yang kekal itu adalah Brahman dan Atman yang mahasuci.
Lewat pura hendaknya ditanamkan bahwa kesucian hendaknya terus diupayakan bukan kekuasaan (Kewisesaan) dan kesenangan nafsu (Wisaya). Karena kesucian itu yang akan semakin mendekatkan umat pada Brahman yang kekal dan abadi. Ini artinya pura sebagai Predana (Sakti) Hyang Widhi media untuk mendekatkan Atman dari belenggu alam material menuju Brahman yang Mahaada dan Mahasuci.
Fungsi kedua dari pura yakni menanamkan bahwa hanya Tuhanlah yang Mahakuasa yang disebut Prabhu Sakti. Tidak akan ada sesuatu terjadi di dunia ini tanpa kehendak Tuhan. Karena itu, janganlah mengembangkan keinginan berkuasa tanpa tuntunan Hyang Widhi, karena hakikat kekuasaan itu adalah suci untuk mengabdi kepada yang dikuasai. Kalau ingin berkuasa lakukanlah pengabdian berdasarkan yadnya kepada yang dikuasai.
Fungsi ketiga dari pura yakni menanamkan pemahaman bahwa hidup yang baik adalah hidup berdasarkan ilmu pengetahuan suci (Jnyana). Sumber dari segala sumber Jnyana itu adalah Hyang Widhi. Pura adalah media untuk menanamkan spiritualitas pada umat agar dalam hidupnya ini sebagai momen untuk mencari ilmu pengetahuan suci (Jnyana). Hidup berdasarkan Jnyana ini yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Fungsi keempat dari pura adalah menanamkan keyakinan bahwa hidup ini adalah kesempatan untuk kerja berdasarkan Dharma (Purusa Dharma Laksana). Kerja tanpa Dharma adalah hidup ini akan membawa manusia menuju hidup ''papa neraka''. Pura di Bali memiliki tiga mandala. Nista Mandala bagian terluar atau jaba sisi dari pura lambang Bhur Loka. Madya Mandala-nya simbol dari Bhuwah Loka dan Utama Mandala simbol Swah Loka. Dalam tiga areal pura itu keempat fungsi pura tersebut dapat dirumuskan ke dalam program yang lebih nyata. Program itu seyogianya mengacu pada empat kemahakuasaan Tuhan tersebut.
Banyak hal yang dapat diprogramkan di pura sepanjang untuk mengarah pada keempat Sakti Hyang Widhi tersebut. Kalau Cadu Sakti itu sebagai acuan tidak akan ada umat menjadi tempat suci itu sebagai media untuk berjudi, minuman keras, menonjolkan egoisme dan hal-hal yang bercorak keduniawian. Upacara yang sering ditonjolkan di pura itu sesungguhnya mengandung makna Cadu Sakti tersebut.
Makna upacara itu harusnya dilanjutkan dalam wujud program yang lebih nyata untuk diaktualkan dalam perilaku individual dan sosial. Dengan demikian, nilai-nilai kesucian pura dan upacara yadnya itu semakin nampak dalam kehidupan individual dan perilaku sosial. Pada umumnya umat masih miskin program yang aktual dalam memfungsikan pura untuk memajukan kualitas hidup umat menuju kehidupan yang semakin aman dan sejahtera lahir batin. * I Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar