Selasa, 06 September 2016

Menciptakan Rasa Aman

Abhayam mitradabhaya amitraabbhayam
jnyaataadabhayam paroksaat.
Abhayam naktambhayam divaa nah
sarvaa aasaa mama mitram bhavantu.
(Atharvaveda. 19.15.6.) 

Maksudnya:
Ya Tuhan semoga saya tidak takut pada teman maupun lawan. Semoga saya tidak takut pada yang saya kenal maupun yang tidak saya kenal. Semoga saya tidak takut di malam hari maupun di siang hari. Semoga seluruh penjuru saling pandang sebagai sahabat. 

RASA takut atau abhiniwesa salah satu wujud dari lima Klesa atau kekotoran batin manusia. Rasa aman itu akan terwujud apabila setiap orang dapat saling pandang sebagai sahabat dalam suatu kehidupan bersama. Hidup yang merasakan tidak terancam oleh suatu marabahaya. Itulah yang disebut aman (abhayam). 

Karena itu, setiap orang diajarkan untuk berusaha mengatasi rasa takutnya itu agar memiliki kemampuan untuk mewujudkan kesucian Atman dalam perilakunya sehari-hari. Mendapatkan rasa aman di samping diupayakan oleh setiap orang sebagai salah satu kebutuhan hidupnya. Masyarakat dan pemerintahan serta negara pun harus ikut menciptakan rasa aman itu untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. 

Karena itu, Tuhan dalam Manawa Dharmasastra 1.89. memerintahkan pada para pemimpin (ksatria) untuk memberikan rasa aman (raksanam) dan sejahtra (dhanam) pada masyarakat (prajanam). Secara individu ada banyak cara yang diajarkan dalam sastra Hindu untuk memperoleh rasa aman. Di samping itu, masyarakat pun wajib mendukung upaya untuk mendapatkan rasa aman sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup manusia di dunia ini. 

Usaha untuk mendapatkan rasa aman ini baik sebagai upaya setiap orang maupun sebagai upaya bersama oleh masyarakat patut mendapatkan dukungan dan penataan oleh pemerintahan negara. Mendapatkan rasa aman itu haruslah berada dalam satu sistem yang terpadu di bawah koordinasi sistem pengamanan negara dalam arti luas dan menyeluruh. Di Bali untuk mendapatkan rasa aman itu disamping muncul dari inisiatif individual, muncul juga inisiatif atau swakarsa bersama. Desa pakraman dengan banjar sebagai lembaga keumatan Hindu memiliki organisasi pengamanan yang disebut pecalang. Tugas utama dari pecalang adalah untuk menciptakan rasa aman dalam rangka melakukan kegiatan tradisi beragama Hindu yang berlangsung di wilayahnya. Inilah tugas pokok dari pecalang. 

Dalam melakukan tugas pokok tersebut pecalang tentunya harus berkoordinasi dengan petugas lainnya seperti polisi maupun hansip, bahkan satpam yang bertugas dalam suatu perusahaan misalnya. Koordinasi tersebut sangat penting untuk mewujudkan keamanan terpadu. Namun, dalam koordinasi itu bukan saling serobot wewenang. Justru dalam koordinasi itu petugas keamanan itu saling memperkuat fungsi dan tanggung jawab masing-masing. 

Dalam melancarkan jalannya suatu prosesi keagamaan di suatu desa pakraman, pecalang desalah yang punya tanggung jawab. Tetapi, dapat saja minta bantuan polisi dan juga petugas pengamanan yang lainnya. Demikian juga kalau ada suatu perusahaan hotel mengadakan kegiatan yang besar dan membutuhkan pengamanan yang ekstra. Pengamanan itu tetap menjadi tanggung jawab satpam atau lembaga security hotel bersangkutan. Meski demikian, pihak hotel dapat minta bantuan polisi maupun pecalang di desa pakraman di mana hotel itu berada. 

Jangan sampai pecalang menyerobot tugas polisi, misalnya menangkap pelanggar lalu lintas dan melakukan tindakan hukum. Kalau sekadar membantu polisi menertibkan lalu lintas itu sangat mulia untuk dilakukan. Janganlah pecalang selaku jagabhaya mengambil semua tugas pengamanan. Hal ini justru akan menimbulkan rasa tidak aman masyarakat luas. Apalagi pecalang yang direkrut dari SDM yang kurang memiliki kemampuan untuk menciptakan rasa aman masyarakat. 

Desa pakraman hendaknya jangan merekrut pecalang dari SDM yang bergaya preman, misalnya. Apalagi yang gemar berkelahi. Desa prakraman hendaknya merekrut pecalang dari SDM yang mengerti tata krama Bali dan memiliki pamahaman akan agama, budaya dan hukum secara umum. Hal ini demi menjaga citra Bali ke depan yang dikepung oleh budaya plural yang makin heterogen. 

Kalau jagabhaya yang tidak mampu memberikan rasa amam justru dapat mengundang para pengacau keamanan datang menggoda keamanan Bali. Para pecalang sebagai jagabhaya di desa pakraman hendaknya orang-orang yang memiliki naluri pengamanan yang arif dan cerdas sesuai dengan arti pecalang dari kata celang. 

Pecalang janganlah sekadar tampil untuk menakut-nakuti orang. Apalagi, dalam melakukan pengamanan proses keagamaan yang sakral. Orang yang kebetulan lewat dalam prosesi keagamaan itu janganlah dibuat menjadi ketakutan. Hal itu justru merusak vibrasi suci yang semestinya dipancarkan oleh prosesi keagamaan. Buatlah mereka merasa aman dan bersahabat dalam suasana keagamaan. * I Ketut Gobyah 

  
simber : www.balipost.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net