desa kalan ca tattvatah.
kurute dharmassidhiyartham
visvaruupam punah-punah.
(Manawa Dharmasastra, VII.10)
Maksudnya:
Menyukseskan tujuan dharma hendaknya dijalankan dengan lima pertimbangan iksa (pandangan seseorang), sakti (kemampuan), desa (aturan setempat) dan kala (waktu) dan tidak boleh bertentangan dengan tattwa (kebenaran).
LIMA dasar pertimbangan yang dinyatakan dalam Sloka Manawa Dharmasastra di atas adalah landasan pertimbangan untuk menerapkan dharma atau dharma agama Hindu agar sukses atau disebut Dharmasidhiyartha. Dharma artinya sama dengan agama, sidhi artinya sukses dan artha artinya tujuan.
Dharmasidhiyartha artinya suksesnya tujuan agama. Supaya tujuan agama itu sukses maka penerapannya disesuaikan dengan iksa, sakti, desa dan kala. Namun, dalam praktiknya tidak boleh bertentangan dengan tattwa. Desa pakraman menurut tattwanya adalah wadah umat Hindu mengamalkan ajaran Hindu.
Desa pakraman bukan wadah warga negara dan bukan pula wadah untuk menyelenggarakan pemerintahan negara. Desa pakraman wadah untuk mengamalkan ajaran agama Hindu. Karena itu, jiwa desa pakraman adalah kahyangan tiga. Hal ini dijelaskan dalam Lontar Mpu Kuturan dan Lontar Raja Purana. Wadahnya warga negara untuk menyelenggarakan pemerintahan untuk pembangunan pada umumnya adalah desa prebekelan.
Desa perbekelan ini sudah ada sejak zaman kerajaan. Tentunya pada zaman kerajaan sang raja tidak membuat surat keputusan mendirikan desa prebekelan seperti pemerintahan kolonial dan pada zaman kemerdekaan sekarang ini. Filosofi kelembagaan Hindu sebagaimana dinyatakan dalam kitab Kautilia Arthasastra ada dua lembaga utama untuk mengurus kehidupan dalam suatu negara.
Lembaga untuk mengurus tata kehidupan duniawi dengan segala dimensinya dipimpin oleh raja. Untuk mengurus tata kehidupan religius lembaganya disebut Purohiti, sedangkan pemimpinnya disebut Purohita. Dua lembaga ini bukanlah lembaga dualisme yang negatif. Dua lembaga ini sejajar. Tidak ada atasan bawahan.
Raja dilantik oleh Purohita melalui upacara Raja Suya. Sedangkan Purohita dilantik oleh raja dengan upacara keagamaan Hindu yang Brahaspatisava. Purohita itu harus dijabat oleh orang yang sudah sah sebagai pandita atau dwijati. Filosofi kelembagaan Hindu inilah yang diikuti sampai ke bawah. Karena itu, di tingkat bawah ada desa pakraman dan desa prebekelan. Desa pakraman mengurus kehidupan rohani umat menurut ajaran Hindu. Sedangkan desa prebekelan mengurus masalah ''bekel'' maksudnya kesejahteraan hidup ekonomi. Prebekel itu berasal dari kata ''para bekel''.
Para artinya masyarakat luas dan bekel artinya sejahtera. Jadinya prebekel itu menyangkut urusan kesejahteraan ekonomi masyarakat umumnya. Dalam masyarakat desa agar ada keseimbangan kewajiban dan hak warga negara di desa hendaknya jangan desa pakraman itu yang difungsikan menonjol. Hal itu bukan urusan desa pakraman. Urusan kewajiban dan hak warga negara itu adalah urusannya desa pebekelan atau lembaha pemerintahan desa.
Orang yang bukan beragama Hindu tidak diharuskan bahkan tidak layak menjadi anggota desa pakraman. Mengapa ada kesan seolah-olah anggota krama desa yang beragama Hindu demikian banyak beban yang diwajibkan padanya. Hal ini terjadi karena desa pakraman terlalu banyak mau difungsikan di luar jati dirinya sebagai desa pakraman.
Urusan sosial, ekonomi, dan pemerintahan itu menjadi urusan desa prebekelan. Karena prebekelan itulah sebagai wadah menata pemerintahan umum di desa. Desa prebekel inilah yang ditonjolkan untuk membangun kondisi seimbang di desa. Dengan demikian, tidaklah terlalu menonjol antara beban warga negara yang beragama Hindu dan yang tidak beragama Hindu.
Pengertian krama tamiu haruslah dipahami secara baik. Kalau ada umat Hindu berada di suatu desa pakraman tetapi tidak sebagai anggota krama desa pakraman bersangkutan. Mereka itulah disebut krama tamiu desa pakraman. Namun, jika bukan beragama Hindu, mereka termasuk krama tamiu-nya desa prebekelan. Sebab, warga negara dapat tinggal di mana saja asalkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Jadinya desa pakraman janganlah mengurus anggota masyarakat yang bukan umat Hindu. Kecuali dalam hal saling membantu secara sukarela dalam hal kemanusiaan, misalnya. Adanya berbagai kesan seolah-olah desa pakraman membuat susahnya anggota krama yang beragama Hindu saja terjadi karena desa pakraman disalahfungsikan mengurus yang bukan menjadi urusannya.
Padahal, urusan menegakkan ajaran Hindu secara benar masih banyak yang harus dilakukan oleh desa pakraman. Urusan kemasyarakatan umum dan pemerintahan untuk membangun kesejahteraan sosial, biarlah menjadi urusan desa prebekelan. Tentunya dua desa ini wajib saling bantu dalam menguatkan fungsi masing-masing untuk mengabdi pada masyarakat luas di desa bersangkutan. * I Ketut Gobyah
sumber : www.balipost.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar