Oleh : I Ketut Wiana.
Dosen Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri
Denpasar.
Tiga Tujuan Beragama
Istilah Upacara dalam bahasa
Sansekerta berarti mendekat.Tujuan idial dari mendekat adalah untuk mewujudkan
keharmonisan. Keharmonisan yang dinamis
dan produktif untuk menghasilkan nilai-nilai spiritual dan material secara
seimbang. Dalam kehidupan bersama keharmonisan yang dinamis,produktif berdasarkan kebenaran (Dharma) dan
persamaan harkat dan martabat merupakan unsur yang mutlak. Keharmonisan akan
terganggu kalau tidak berdasarkan kebenaran dan persamaan harkat dan
martabat.Persatuan akan harmonis dan produktif apa bila persatuan itu merupakan
tenunan warna warni yang indah dan memukau. Upacara Agama Hindu di Bali yang
menggunakan Banten bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan alam
lingkungannya (kamadhuk),dengan sesama manusia (Praja) dan yang tertinggi
mendekat kepada Tuhan (Praja Pati).Banten juga disebut Upakara. Kata Upakara
dalam bahasa Sansekerta artinya melayani dengan penuh ramah tamah. Banten
sebagai simbol untuk mewujudkan tiga tujuan mengamalkan ajaran Agama
Ada
tiga tujuan megamalkan ajaran Agama yaitu ditujukan untuk membenahi
kehidupan diri sendiri dalam meningkatkan
kwalitas diri pribadi (Swa Artha).
Di tujukan untuk menguat kan diri dalam
mengabdi pada sesama makhluk ciptaan Tuhan (Para
Artha) dan tujuan yang
tertinggi adalah untuk mengabdi dan berbhakti pada Tuhan Yang Mahaesa. Yang
ketiga ini adalah tujuan yang tertinggi karena itu disebut Parama Artha.Parama
artinya utama atau pertama. Artha artinya tujuan. Tujuan hidup yang tertinggi
manusia adalah menempuh jalan Tuhan melalui Sradha dan bhakti serta pengabdian (Pujanam dan Sevanam).
Tiga tujuan pengamalan ajaran agama Hindu
tersebut di tegaskan oleh Swami Satya Narayana. Tiga tujuan mengamalkan
ajaran agama itu hendaknya dilakukan dengan landasan Yadnya yaitu mengabdi dengan ikhlas untuk
berkorban demi tujuan yang mulia tersebut. Yadnya itu ada yang berwujud
Dhana,ada yang berbentuk Tapa Brata Yoga Samamdhi dan ada juga berbentuk
Upacara Agama.Tujuan Upacara Agama adalah untuk menumbuhkan sikap dan prilaku
yang semakin dekat dengan Tuhan. Rasa dekat dengan Tuhan itu akan menumbuhkan
prilaku yang semakin luhur dan membangun ketahanan mental menghadapi berbagai
tantangan dan godaan hidup.Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan
tentang arti dan makna Banten sbb:..... Sehananing
“bebanten “ pinaka raganta twi,pinaka warna rupaning Ida
Bhatara,
pinaka Andha Bhuwana. Artinya semua Bebanten adalah lambang
diri mu sendiri,lambang kemahakuasaan Tuhan dan lambang Bhuwana isi alam
semesta.
Berdasarkan
uraian Lontar Yadnya Prakerti ini Banten memiliki tiga makna. Banten bermakna
sebagai simbol manusia baik lahir maupun batin,bermakna untuk melambangkan
berbagai wujud Kemahakuasaan Tuhan dan
Banten juga melambangkan keberadaan isi alam semesta ini berupa planet-planet
isi ruang angkasa. Planet isi ruang
angkasa ini dalam Lontar Wrehaspati Tattwa disebut Andha yang artinya
telor.Planet tersebut bentuknya bulat-bulat seperti telor.Dari penggambaran
arti Banten seperti yang diuraikan dalam Lontar Yadnya Prakerti itu telah
tergambar pula bahwa Banten itu juga sebagai sarana untuk mewujudkan nilai dan
makna suatu Yadnya sebagai landasan bagi umat manusia untuk percaya dan bhakti
pada Tuhan,untuk mengabdi dengan sesama manusia dan untuk mewujudkan
kesejahtraan alam.Banten sebagai sarana beragama Hindu di Bali sesungguhnya
memiliki arti Tattwa yang sangat dalam dan mendasar Selanjutnya dibawah ini
akan diuraikan beberapa contoh Bebanten yang melambangkan tiga hal tersebut
yaitu.
1.Banten
Pinaka Raganta Twi.
Banten
yang melambangkan diri manusia baik lahir maupun batin diwujudkan dalam
beberapoa banten.Misalnya banten tataban Alit yaitu Banten
Peras,Penyeneng,Tulung dan Sesayut. Dalam Lontar Yadnya Prakerti
disebutkan sbb: Pras ngarania Prasidha Tri Guna Sakti.Prasidha artinya sukses mencapai tujuan.Tri
Guna Sakti artinya dengan kekuatan Tri Guna. Kalau Tri Guna itu berposisi
sesuai dengan proporsinya maka Tri Guna itu akan mebawa orang mencapai sukses
dalam mencapai cita-cita hidupnya. Karena itu dapat kita tarik suatu pengertian
bahwa Banten Peras bertujuan untuk menumbuhkan getaran spiritual melalui sarana
ritual yang sakral untuk memposisikan Tri Guna agar sesuai dengan
proporsinya.Dalam kitab Wrehaspati Tattwa .15 disebutkan tentang keberadaan Tri
Guna sebagai pembentuk dasar sifat-sifat manusia. Dalam Wrehaspati Tattwa
tersebut
dijelaskan:
Pikiran yang ringan dan terang itu Sattwam namanya.
yang bergerak cepat,itu Rajah
namanya.
yang berat dan gelap itu tamah
namanya.
Demikianlah
Tri Guna yang menentukan corak sifat-sifat manusia.Dalam Lontar Tattwa Jnyana
10 disebutkan bila Guna Sttwam bertemu
dengan Guna Rajah,terang bercahayalah Citta (alam pikiran) itu.Itulah yang
menyebabkan Atman dapat mencapai Sorga..Karena Guna Sattwam ingin berbuat
baik,maka Guna Rajahlah yang menyebabkan orang melakukan perbuatan bik itu.
Bila Guna Sattwam bertemu dengan Guna Rajah dan Tamah, itulah yang menyebabkan
Atman menjelmaa menjadi manusia kedunia.Karena Sattwam Rajah dan Tamah tidaklah
sejalan kehendaknya. Karena itu manusia harus berusaha untuk memposisikan Tri
Guna itu menjadi posisi yang proporsional. Posisi Tri Guna yang proporsional
itu adalah; apa bila Guna Sattwam kuat dan bersatu dengan Guna Rajah.Sedangkan
Guna Tamah dapat dikuasi oleh kekuatan Guna Sattwam dan Guna Rajah.Kondisi yang
seperti itulah yang diharapkan .Salah satu caranya diwujudkan dengan sarana
banten Peras.Kalau kondisi tersebut terus dapat diwujudkan maka manusiapun akan
mengenyam kesuksesan dalam perjuangan hidupnya mewujudkan hidup bahagia lahir
batin.Banten Peras itu tidak pernah dipergunakan tersendiri.Banten ini selalu
menyertai banten lainya seperti Daksina,Suci,Tulung,Sesayut dll nya.Ini
melambangkan bahwa setiap usaha manusia membutuhkan perjuangan agar Sukses
dengan cara memelihara dan menjaga kekuatan Tri Guna. Alas mebuat Banten Peras
adalah disebut Taledan. Diatasnya di lapisi Kulit Peras yang ujungnya ada
lekukanya.Dibawah Kulit Peras itu di isi sedikit beras.Nasinya menggunakan dua buah
Tumpeng.Disertai dengan tampelan,uang kepeng dan benang putih. Benang Putih
inilah lambang Guna Sattwam,Uangnya lambang Guna Rajah dan berasnya yang
terpisah berada dibawah Kulit Peras itu lambang Tamas. Sedangkan Benang
dan uangnya berada
diatas Kulit Peras. Hal ini
melambangkan agar Guna Tamas berpisah dengan Guna Sattwam dan Rajah.Benang
Putih dan Uang Kepeng itu selalu disatukan diletakan diatas Kulit Peras agar
Guna Sattwam dan Guna Rajah selalu bersatu. Ini sama halnya dengan Pura
Kahyangan Tiga di Desa Pakraman.Pura Puseh
umumya
diletakan dalam satu areal dengan Pura Desa. Sedangkan Pura Dalem umumnya
letaknya terpisah dengan Pura Puseh dan Pura Desa .Pura Puseh tempat memuja
Dewa Wisnu.Dewa. Wisnu sebagai Dewa
pelindung Guna Sattwam. Dewa Brahma yang dipuja di Pura Desa sebagai pengendali
Guna Rajah. Sedangkan Dewa Siwa Durgha yang dipuja di Pura Dalem sebagai pengendali
Guna Tamah. Demikian juga 18 Purana dibagi menjadi Tiga bagian.Enam Satwika
Purana tergolong sebagai Wisnu Purana.Enam Rajasika Purana yang tergolong
Brahma Purana dan Enam lagi Tamasika Purana yang tergolong Siwa
PUrana.Demikianlah tinggi dari suatu makna Banten Peras sebagai media yang memvisualisasikan nilai-nilai spiritual
Agama Hindu dalam wujud ritual yang sakral. Selanjutnya banten Soroan Alit yang lainya adalah Banten Penyeneng.Bentuk Banten Penyeneng ini demikian
indah dengan tiga kojongnya. Makna dari Banten Penyeneng ini tergambar dalam
Puja Penganternya dan juga dari sudut arti kata Penyeneng..Nyeneg dalam bahasa
Jawa Kuna dan juga sudah mewarga dalam bahasa Bali artinya hidup. Orang yang
Nyeneng atau orang yang hidup secara wajar dan benar harus memenuhi tiga syarat
yaitu mencipta,memelihara dan meniadakan .Hidup yang wajar dan benar itu adalah
hidup yang selalu menciptakan sesuatu yang patut diciptakan.Agar selalu
mendapatkan tuntunan dari Tuhan dalam mengembangkan daya cipta itu hendaknya
memuja Dewa Brahma. Untuk memelihara sesuatu yang patut dipelihara hendaknya memuja Dewa Wisnu Sedangkan hidup yang wajar dan benar adalah
menghilangkan sesuatu yang patut dihilangkan dengan memuja Dewa Siwa.. Puja
Penganter Banten Penyeneng disebutkan adalah sbb: Om
Kaki Penyeneg Nini Penyeneng
Kajenenganing Brahma,Wisnu Iswara. Tiga Kojong itu berisi perlengkapan
sbb:satu Kohjong berisi Bija atau Beras ini lambang hidup ini harus kreatif
untuk mengembangkan bibit atau biji yang baik. Satu Kojongnya berisi Tepung
Tawar lambang usaha untuk memelihara sesuatu
yang patut dipelihara Upaya tersebut
patut memohon tuntunan dengan memuja Dewa Wisnu. Kojong yang ketiga
berisi nasi segau lambang upaya untuk menghilangkan sesuatu yang patut di
hilangkan.Untuk itu seseorang patut memohon tuntunan Tuhan dengan memuja Dewa
Siwa.Demikianlah arti dari banten Penyeneng. Selanjutnya Tulung. Banten ini
juga memiliki tiga ruang, namun sangat berbeda bentuknya
dengan Penyeneng. tiga ruang dari Banten Tulung in berisi nasi dengan lauk
pauknya serta rerasmen. Banten ini juga melambangkan bahwa dalam hidup didunia
ini manusia sebagai makhluk sosial harus saling tolong menolong. Tolong
menolong itu dalam hal usaha untuk menciptakan sesuatu yang patut dicipkan yang
patut dipelihara dan yang patut dihilangkan. Dalam hal ini juga terkait dengan
pemujaan Dewa Tri Murti. Banten tataban Alit yang lainya adalah Banten Sesayut.
Kata Sesayut dalam dalam bahasa Bali berasal dari kata “ayu” artinya selamat
atau Rahayu. Kata Ayu ini mendapat penganter Dwi Purwa lalu menjadi Sesayu.Dalam bentuk
reduplikasi menjadi Sesayut artinya mencari “kerahayuan “.Ada seratus delapan
lebih jenis Sesayut.Meskipun bentuk dan
perlengkapanya berbeda-beda.Namun ada bentuknya yang umum sama yaitu
Kulit Sesayut.Bentuk Kulit Sesayut ini bundar maiseh dibuat dari daun kelapa
yang sudah hijau atau di Bali disebut Selepan. Bentuk bundar maiseh ini dibuat
dari daun kelapa secara bertahap dengan sentral ditengah sehingga membentuk bundaran.Hal
ini menggambarkan bahwa dalam usaha untuk mencari Kerahayuan tidak boleh
terlalu ambisius harus dicapai dengan
program yang bertahap. Demikian beberapa contoh Banten yang melambangkan
harapan atau cita-cita manusia yang wajar ,baik dan benar.
2.Banten
Pinaka Warna Rupaning Ida Bhatara
Banten
juga melambangkan Kemahakuasaan Tuhan. Ada banyak Banten yang melambangkan
Kemaha Kuasaan Tuhan seperti Canang dan Kwangen, Canang disebut Canang karena
ada canang didalam Banten Canang tersebut.Dalam tradisi Jawa Kuna sirih itu
disebut Canang sebagai lambang penghormatan.Para tamu yang dianggap terhormat
biasanya disuguhkan sirih sebagai lambang penghormatan. Demikianlah yang
disebut Banten Canang dalam tradisi Hindu di Bali terdapat didalam Canang atau
Sirh sebagai unsur yang terpenting. Sirih itu dalam Canang berbentuk Porosan.
Selembar atau lebih daun sirih di isi sekerat pinang dan sedikit kapur
lalu dibungkus berbentuk segi tiga.
Porosan itu lambang Tri Murti.Pinang lambang Dewa Brahma,Sirih lambang Dewa
Wisnu dan kapur lambang kemahakuasaan Dewa Siwa. Tujuan menggunakan Canang
dalam pemujaan Hindu adalah untuk mendapatkan tuntunan dari Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Hyang Tri Murti. Dalam
Canang itu terdapat juga simbol-simbol yang menggambarkan sikap yang semstinya
di wujudkan untuk mencapai karunia Hyang Tri Murti.Simbol tersebut misalnya
setiap Canang sampianya dibentuk dengan
Reringgitan dan Tetuwasan. Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa : Reringgitan dan
Tetuwasan
itu lambang
“kelanggengan meyadnya’.Bunga lambang kesucian dan ketulusan
hati.Jadinya karunia Hyang Tri Murti dapat dicapai melalui ketulusan dan
kesucian hati yang langgeng. Demikian juga Kewangen melukiskan sifat-sifat
mulia Tuhan.Salah satu unsur Kwangen adalah mempergunakan Porosan Silih Asih.
Porosan ini berbeda dengan Porosan biasa. Porosan Silih Asih menggunakan dua
lembar daun sirih.Untuk membuat Porosan Silih Asih itu dua lembar daun sirih
itu dipadukan sehingga perut daun sirih itu berpadu membentuk Porosan Silih
Asih.Porosan Silih Asih iniu lambang bahwa Tuhan itu memiliki sifat Purusa dan
Predana. atau disebut Juga Ardha Nareswari.Simbol ini biasanya dilukiskan
sebagai laki dan perempuan bersatu sebagai simbol sifat Tuhan. Kwangen juga
lambang Omkara. Kojongnya lambang
Okara,uang bolong lambang Windunya dan Sampian Kwangen atau cilinya
lambang Ardha Chandra.Banten Dewa Dewi yang biasanya diletakan di Sanggar
Tawang melambangkan bahwa Tuhan itu memiliki kewisesaan Purusa dan Predana.
Banten Catur lambang bahwa Tuhan itu memiliki kekuasaan yang disebut Cadu
Sakti. Cadu Sakti itu adalah Wibhu Sakti artinya Tuhan itu Maha ada, Prabhu
Sakti Tuhan itu Maha kuasa,Jnyana Sakti Tuhan itu Maha Tahu dan Kriya Sakti
Tuhan itu Maha Karya artinya tidak ada pekerjaan yang tidak buisa dikerjakan
oleh Tuhan Banten Suci
melambangkan wujud kesucian
Tuhan yang menganugrahkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada umatnya yang taat mengikuti jalan yang
ditunjukan.Karena itu jajan yang dipergunakan sebagai sarana utama dalam
membuat Banten suci selalu warnanya putih dan kuning. Expresi kesucian Tuhan
akan melimpahkan kebahagiaan yang dilambangkan dengan warna putih dan
kemakmuran yang dilambangkan dengan warna kuning. Demikianlah beberapa Banten
yang melambangkan sifat Tuhan. Sesungguhnya masih banyak Banten yang
melambangkan sifat-sifat dan Kemahakuasaan Tuhan.Manusia sesungguhnya tidak
mungkin dapat mengetahui sifat-sifat dan Kemahakuasaan
Tuhan secara menyeluruh. Penggambaran sifat-sifat Tuhan dalam Banten, terbatas
yang hanya mungkin dapat dilukiskan oleh manusia untuk didaya gunakan menuntun
dirinya untuk menjadi manusia yang semakin berkwalitas hidupnya.
3.Banten
Pinaka Andha Bhuwana.
Pengertian
Banten yang ketiga menurut Lontar Yadnya Prakerti adalah sebagai lambang alam
semesta dengan segala isinya. Banten yang melambangkan keberadaan alam semesta
ini juga banyak sekali.. Dalam tulisan ini ada beberapa saja yang akan
disampaikan sebagai contoh. Misalnya banten Daksina. Banten Daksina ini adalah
lambang alam stana terhormat dari Tuhan .Daksina memang artinya
penghormatan.Kelapa dan telor sebagai sarana terpenting dari Daksina
melambangkan alam itu sendiri. Karena Kelapa dan Telor itu memiliki unsur-unsur
Panca Maha Bhuta yang lengkap. Kata Daksina artinya sebenarnya memberikan
dengan tangan kanan.Dari kata tersebut lalu berkembang artinya menjadi
menghormati dengan wujud yang nyata.Dari pengertian ini lalu terus berkembang
menjadi Honorarium yaitu pemberian sesuatu sebagai wujud penghormatan.. Karena
itu Daksina tersebut lambang alam
sebagai stana terhormat dari Tuhan.Banten lainya yang tergolong lambang
alam adalah Banten Tumpeng.Tumpeng ini nasi yang dibentuk menyerupai gunung
Banten Tumpeng ini memang juga lambang Gunung.Dalam Lontar Dharma Sunia Gunung
itu bentuk ringkas dari Bhuwana. Bhuwana adalah perwujudan nyata dari Tuhan.
Banten Soroan Pulagembal.ini melukiskan alam sebagai pernyataan kasih Tuhan
pada umatnya agar ia terhindar dari keghidupan yang menderita. Banten
Pulagembal ini melukiskan keberadaan alam ini lebih rinci dan lebih lengkap.
Hal itu digambarkan dalam jajan atau cecalcalan yang dipergunakan. Ada jajan
yang menggambarkan isi lautan,ada jajan yang melambangkan isi taman bunga.Ada
jajan yang menggambarkan bungan kecita,bungan temu sekar agung dll. Ada jajan
yang menggambarkan berbagai jenis burung-burung,seperti burung manuk dewata,dakah,dikih,burung ngos-ngosan,,kedis
dimgkih.Ada jajan yang melukis air,ada yang melukiskan bangunan;seperti jajan
Kemulan,jajan taksu,cakraning pedati Jajan yang melukiskan air adalah jajan
taman,jajan gumelar dan gumulung. Ada jajan yang melukiskan waktu seperti jajan
lemah lemeng.Dan ada juga jajan yang melukiskan senjata
Dewata Nawa Sanga.Banten Pulagembal menggambarkan keadaan alam yang indah dan
lestari sebagai sumber kehidupan dan penghidupan umat manusia. Dalam bentuk
yang lebih lengkap dan lebih besar Banten Pulagembal ini menjadi Banten Sarad.Banten Sarad sebagai
Pula Gembal yang ceritranya memiliki thema-thema tertentu. Themanya diambil
dari ceritra Maha Bharata dan Ramayana. Banten Pulagembal ini Dewanya adalah
Dewa Gana .Dewa Gana adalah Dewa yang
berfungsi sebagai Dewa yang memberikan kasih sayang yang tulus dalam wujud perlindungan
yang nyata pada umat dari berbagai halangan dalam hidup atau
disebut Wighna - ghna Dewa .Banten yamg
melambangkan alam yang dasyat adalah Banten Bebangkit.Isi Banten Bebangkit
berlawanan dengan Pulagembal. Bebangkit adalah Banten yang melambangkan alam
dalam keadaan yang dasyat. Karena Dewa dari Banten Bebangkit adalah Dewi
Durgha. Karena itu Banten Bebangkit selalu disertai dengan Banten Pulagembal.
Sedangkan Banten Pulagembal lambang alam yang positif dapat dipergunakan
sendiri tanpa disertai dengan Banten Bebangkit.
Banten Pulagembal dan Banten Bebangkit ini melambangkan positif dan
negatif.Alam ini memiliki dimensi positif dan dimensi negatif.Kalau manusia
memberikan kasih pada alam lingkungan untuk melakukan Bhuta Hita seperti diajarkan
dalam Sarasamuscaya 135 maka alam itu akan memberikan dampak positif.Kalau
hanya mengambil keuntungan saja dari alam tanpa mau berkorban untuk menjaga
kelestarianya maka alam itupun akan menampakan wujudnya yang mengerikan. Alam
dalam wujud yang mengerikan inilah yang dilambangkan oleh Banten Bebangkit.
Karena itu diman ada ada Banten Bebangkit disana pasti ada Banten Sekar
Taman.Banten Sekar Taman Dewanya adalah
Dewa Smara dan Dewi Ratih. Dewa Smara dan Dewi Ratih adalah Dewanya kasih
sayang (Dewi Prema).Ini artinya alam yang dahsyat itu kalau di kashi oleh umat
manusia maka ia akan menjadi positif. Karena itu setiap ada Banten Bebangkit
ada juga Banten Pula Gembal. Sesungguhnya banyak simbol-simbol dalam upacara
Agama Hindu yang melukiskan keberadaan alam itu sendiri sebagai wadah dari
kehidupan umat manusia. Demikianlah sekilas arti dan makna Banten yang menjadi
salah satu unsur yang sangat utama dalam mengamalkan ajaran Agama Hindu di Bali
dalam kehidupan sehari-hari.
Jadinya dengan sarana Banten atau Bali
manusia mendekatkan dirinya dengan Tuhan,dengan sesama manusia dan dengan alam ingkunganya.Kekuatan itu
akan muncul apa bila manusia selalu menjaga ketiga keharmonisan
tersebut.Kekuatan berupa keharmonisan itu menjadi sumber untuk membangun
kehidupan yang berbahagia. Nampaknya dengan Banten inilah istilah Bali lebih dikongkritkan dalam wujud Upakara yang disebut Bnaten itu. Namun belakangan ini
Upacara Agama Hindu dengan sarana banten ini mengalami kemerosotan makna. Karena umumnya umat Hindu
di Bali belum begitu banyak yang paham akan arti Upacara dengan Bebantenya itu.
Hal ini menyebabkan pemaknaan suatu Upacara Agama Hindu tidak berlanjut sampai
pada aplikasi dalam prilaku karena hanya mentok di tingkat Upacara semata.Hal
ini ditunjang oleh hasil penelitian Cliford Geert seorang anthropolog Amerika
Serikat yang meneiliti di Bali sekitar th 1967/1969. Salah satu hasil
penelitianya adalah : Orang Bali (Hindu) sangat sibuk dengan Upacara-Upacara
Agama yang tidak dimengertinya. Hasil penelitain ini tidak perlu membuat kita tersinggung. Namun yang penting
artinya sebagai kritik membangun semangat kita untuk mendalami arti dan makna
dari Banten yang dipakai dalam kehidupan beragama Hindu di Bali. Karena itu
mari kita coba buktikan bahwa dewasa ini hal itu tidak terbukti lagi. Ini
artinya buktikanlah dengan nyata bahwa Upacara itu kita wujudkan dengan konsep
yang benar dan sesuai dengan Sastranya.Upacara Yadnya membangun keharmonisan yang dinamis dan
benar-benar produktif untuk memunculkan nilai-nilai spiritual dan material
secara seimbang dan kontinue untuk mewujudkan hidup yang berkwalitas .
Demikianlah sumbangan pikiran ini semoga ada
gunanya.
Om Santih Santih Santih Om.
Nusa
Dua 3 Nopember 2003 .
Om Ksamaswamam.
( I
Ketut Wiana).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar