Ada beberapa orang tua mempertanyakan, berapakah sebaiknya punya anak di
zaman ini ? Pro-kontra pasti ada. Kadang-kadang kita dihadapkan oleh mitos. Ada
yang mengatakan bahwa umat Hindu (Bali) sebaiknya punya anak 4 orang karena
dari zaman dulu sampai sekarang, nama urutan kelahiran masih dipakai yaitu :
Wayahan (tertua), Madya (made), Noman (yang lebih muda : Nyoman) dan Ketut
(Kitut : yang terakhir). Namun zaman yang serba mahal ini, sedikit melunturkan
konsep ini menjadi ”cukup dua saja” (laki, perempuan sama saja).
Dari konsep ini, maka KB (Keluarga Berencana) berhasil di Bali, yaitu
menekan pertumbuhan penduduk. Untuk mengatasi konsep yang masih pro-kontra ini,
masih diperlukan solusi, yang berbau ekonomis dan filosofis. Secara ekonomi
mempunyai anak (putra) sedikit jelas lebih ringan, mengingat kondisi ekonomi
sangat memprihatinkan. Alangkah sulitnya membiayai anak-anak sekolah pada waktu
ini.
Karena itu, secara filosofis, mempunyai anak satu saja juga tidak apa-apa,
asalkan anak itu mampu menjadi anak yang suputra, bukan kuputra. Canakya
Niti Sastra Bab III. 15 menggambarkan anak yang kuputra sebagai
berikut :
”Seluruh hutan terbakar hangus hanya karena satu pohon kering yang terbakar.
Begitulah seorang anak yang kuputra menghancurkan dan memberikan aib bagi
seluruh keluarga.”
Sedangkan untuk anak yang suputra, sloka 16 bab yang sama
menggambarkan sebagai berikut :
”Sebagai bulan menerangi malam hari dengan cahayanya yang terang
menyejukkan, begitulah seorang anak suputra yang berpengetahuan rohani, insaf
akan dirinya dan bijaksana. Anak suputra ini menyebabkan seluruh keluarganya
selalu dalam kebahagiaan”.
Jadi dari uraian di atas, jelaslah bahwa banyak / sedikitnya jumlah putra
itu tidak menjadi masalah asalkan anak / putra itu mampu menjadi anak / putra
yang suputra. Korawa putranya ada 100 orang, sedangkan Pandawa ada lima orang.
Ternyata putra yang lima ini merupakan cerminan putra yang suputra yaitu mampu
memberikan kesejukan, kesejahteraan, kebahagiaan, baik keluarga besarnya maupun
seluruh rakyatnya. Karena itu kita akan memilih yang ”suputra, bukan yang
kuputra”.
Dari renungan ini, kita patut mendidik putra-putri kita menjadi putra-putri
yang ”suputra” (anak-anak yang berbudi luhur, cerdas, sehat, selamat dan
sejahtera).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar