Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, Minggu 16 Desember 2007
Judul Buku | : | Fear Management, Mengelola Ketakutan, memacu evolusi diri |
Penulis | : | Anand Krishna |
Penerbit | : | PT Gramedia Pustaka Utama |
Cetakan | : | 1, November 2007 |
Tebal | : | ix + 158 halaman |
Harga | : | Rp 25.000 |
"Berani bukan berarti absennya rasa takut" - Anonim
Psikologi modern mengenal pelbagai phobia. Umumnya terkait dengan trauma masa kecil. Misalnya, Acrophobia alias takut berada di ketinggian, mungkin karena pernah jatuh dari pohon mangga, Agarophobia alias takut berada di keluasan, mungkin karena hampir tersambar petir saat main sepak bola, Claustrophobia alias takut berada di ruang sempit, mungkin karena pernah terjebak dalam lift macet, Hematophobia alias takut melihat darah, mungkin karena pernah menyaksikan korban kecelakaan lalu-lintas, Mysophobia alias takut menjadi kotor, mungkin karena pernah masuk selokan saat belajar naik sepeda, Nyctophobia alias takut berada di ruang gelap, mungkin karena terlalu banyak menonton sinetron mistik dan film horor, Xenophobia alias takut bertemu orang asing, mungkin pernah hampir diculik, Zoophobia alias takut binatang, seperti cecek, kecoa, ular, dst, mungkin karena pernah ketiban cecak waktu mandi (Hal 128).
Ironisnya, saat dewasa rasa takut masa lalu tersebut masih mengendap di gudang bawah sadar sedeminikan rupa sehingga fungsi biologis, psikis, mental, intelegensia, bahkan putaran roda evolusi batinpun tersendat.
Lebih lanjut, otak manusia merespon rasa takut dengan dua pola umum (defend mechanism), yakni "fight or flight" - adu jotos melawan atau ngacir melarikan diri. Nah buku Fear Management ini menawarkan paradigma baru manusia abad-21, yakni menghadapi rasa takut dengan penuh tanggungjawab. Berlandaskan kesadaran bahwasanya, "If we sleep with a whore, we wake up with a whore," eufimismenya, "Kita menuai apa yang kita tanam."
Buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Pada 1991 Anand Krishna pernah mengalami semacam near death experience karena mengidap Leukemia akut (baca juga: Seni Memberdaya Diri 1 dan Soul Quest, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003). Awalnya pria keturunan India kelahiran Surakarta ini juga melarikan diri dari kenyataan tersebut. Hingga akhirnya di Leh, di tepi sungai Shindu, di bawah naungan pegunungan Himalaya, beliau bersua dengan seorang Lama yang menasehati agar tak usah melarikan diri ataupun melawan kematian. Sebab ibarat dua sisi dari sekeping mata uang, kelahiran dan kematian ialah bagian dari Kehidupan yang satu adanya.
Sikap pasrah sumarah tersebut membawa kelegaan batin serta kesembuhan fisik. Bahkan dalam satu dasawarsa terakhir, tokoh humanis lintas agama ini telah menulis tak kurang dari 110 buku. Penulis produktif ini sedikit membuka kartu, sejatinya yang menyebabkan rasa takut bukanlah kematian itu sendiri, melainkan apa yang terjadi "setelah"-nya. Cara untuk mengatasi The Ultimate Fear tersebut ialah dengan memasukinya dan melampauinya (trancend). Dalam tradisi Kejawen, kita mengenal pula teknik "Ngraga Sukma" serta falsafah "Mati Sakjroning Urip."
Ada juga ketakutan pada takaran fisik, yakni takut lapar. Tatkala 9 bulan 10 hari berada dalam rahim Ibunda, janin tak perlu mencari makan. Sang Ibu senantiasa mensuplai saripati makanan lewat tali pusat. Tapi begitu lahir dan ari-ari dipotong, syahdan ia tersadarkan bahwa tiba saatnya untuk mencari makan sendiri. Sejatinya energi dari rasa takut lapar tersebut bisa ditransformasikan menjadi semangat berkarya dan hidup mandiri (hal 27).
Selain itu ada juga ketakutan pada lapisan mental-emosional, yakni takut kesepian. Seorang jomblo mengaku tak pernah merasa kesepian. Tapi kok setiap hari nongkrong di Mal dan mejeng di Kafe? Sejatinya energi "darah muda" tersebut bisa dipakai untuk hal-hal kreatif, konstruktif dan inovatif. Misanya lewat seni lukis, tari, suara, drama, dst (hal 56).
Yang menarik ialah akronim FEAR, yakni False Emotion Appearing Real, artinya Emosi Palsu yang terkesan nyata. Misalnya, saat bermimpi dikejar macan, nafas kita menjadi kacau, jantung berdetak kencang dan sekujur tubuh berkeringat. Walau cuma mimpi tapi terasa riil banget. Cara untuk mengatasinya sederhana, yakni bangun!
Selanjutnya makna tersirat di balik istilah MAN-AGE-MENT, 'man' artinya manusia, 'age' sinonim dengan usia dan 'ment' ialah proses. Jika digabung berarti proses pendewasaan (jiwa) manusia. Fear Management merupakan sarana untuk mengolah phobia dengan penuh kesadaran.
Buku ini juga memberikan solusi praktis untuk mengatasi depresi, misalnya lewat yoga, puasa, dan olah raga ringan. Kenapa birokrat yang berada di ruang ber-AC acapkali terserang stres dan insomnia? sebaliknya pak tani yang bersimbah peluh bekerja seharian di ladang relatif lebih sehat dan nrima ing pandum? Karena tiap bulir keringat yang luruh ke Bumi Pertiwi ialah antioksidan alami yang sehat dan menyehatkan!
-Tarsisius Nugroho Angkasa S.Pdsumber: http://www.akcjoglosemar.org/resensi-buku-guruji/seni-mengolah-phobia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar