Guru, dalam beberapa hal, jika memberikan perintah langsung, belum tentu sang murid dapat menerimanya langsung, sebab secara umum seorang siswa/murid yang belum maju, merasa kesulitan untuk meminggirkan egonya. Sang murid akan mengalami kesulitan menerima perintah langsung tersebut. Sering terjadi bahwa siswa diberikan pelajaran atau arahan oleh sang guru tetapi berbalik murid itu memberikan pelajaran kepada sang Guru. Demikianlah sang guru secara sembunyi – sembunyi berusaha mengangkat muridnya menuju jalan keinsyafan diri.
Seorang guru akan memberikan berkah apa pun kepada muridnya dalam berbagai bentuk; kadang memberikan berkah lewat pemberian inspirasi, tanda – tanda, isyarat – isyarat, contoh – contoh, dan terhadap murid tertentu kadang – kadang beliau memberikan pelajaran dengan cara disiplin yang keras, yang kadang – kadang disiplin tampak seperti kemarahan besar, seperti kekejaman besar. Namun, dengan cara tersebut, sang Guru ingin membuat muridnya kaget dan sadar akan diri, menyadari bahwa dia berada di jalan yang tidak diinginkan oleh sang guru, demi mengangkat kesadaran sang siswa ke tingkat spiritual.
Sang murid yang beruntung dapat melaksanakan perintah-perintah, anjuran – anjuran, petunjuk – petunjuk dan contoh – contoh yang diberikan sang Guru dengan penuh keyakinan serta penuh bhakti, akan mendapatkan berkah khusus sang guru, yang merupakan jaminan baginya untuk memperoleh kemajuan spiritual dengan mudah, tanpa ia harus melakukan pertapaan keras pergi ke hutan sambil melakukan puasa atau menyiksa diri dengan cara-cara yang sangat mengerikan. Sebab, berkah seorang Guru adalah berkah yang jauh dari “tangkapan” kecerdasan seorang murid, berkah yang tidak dapat diberikan “nilai” dn tidak bisa “ditimbang-timbang” dengan pelayanan yang dilakukan seorang murid.
Seringkali, dalam usaha mematuhi perintah sang Guru, seorang siswa spiritual harus melupakan kepentingan-kepentingan pribadi, meninggalkan berbagai hal yang ia senangi, atau ia harus menghadapi tantangan – tantangan dan cobaan-cobaan berat. Tetapi, seorang siswa spiritual yang patuh akan tetap melaksanakan amanat atau ajaran – ajaran sang Guru dengan penuh keyakinan dan tanpa pertimbangan untung-rugi, demi kemajuan spiritualnya, dan hanya demi kelelapannya didalam kemajuan spiritualnya.
Tokoh nomor dua Pandava, Sang Vrekodara atau Bhima, walaupun mengetahui perintah Gurunya (pendeta Drona) adalah perintah yang “impossible”, suatu perintah yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh insan manusia, atau kalau tokh mungkin dapat dilakukan, ia tidak mungkin akan memberikan hasil. Tetapi Bhima, tanpa terganggu sedikitpun oleh bayangan perintah “impossible” tersebut, ia tetap mantap melakukan perintah Gurunya tanpa goyah sama sekali. Bagi seorang Bhima, perintah Guru adalah perintah Guru, dan adalah perintah Tuhan. Bhima melaksanakan perintah tersebut tanpa tanda tanya sedikit pun.
Ceritanya adalah Guru Drona memberikan perintah kepada Bhima untuk mencari Tirtha Amerta di dasar laut (walaupun di balik perintah tersebut Drona Acarya bermaksud membunuh Bhima demi memenangkan Kaurava). Bhima melaksanakan perintah tersebut dengan patuh dan penuh rasa bhakti pada Guru. Bhima masuk ke laut, masuk semakin jauh ke dalam laut. Bhima menemukan halangan – halangan berat selama pencarian tersebut, namun pada akhirnya ia berbahagia mendapatkan Tirtha Amerta dimaksud.
Peristiwa atau cerita Bhima mencari Tirtha Amerta itu sangat dikenal oleh leluhur-leluhur Bali dan Jawa khususnya serta mendapat perhatian penting didalam praktek-praktek spiritual masyarakat Jawa maupun Bali. Cerita ini di Jawa disebarluaskan oleh para Dalang lewat cerita-cerita pewayangan dan dikenal sebagai adegan Dewa Ruci.
Pendeta Drona dalam cerita pewayangan India mendapat gelar Acarya. Seorang Guru biasanya mendapat sebutan atau julukan “Acarya”.
Seorang Acarya didalam berbagai literatur kuno Sanskerta disebutkan sebagai beliau yang patut diikuti oleh siswa-siswa di didalam usaha mengembangkan spiritualnya. Acarya berarti beliau yang memberikan ajaran-ajaran spiritual kepada muridnya lewat contoh-contoh tingkah laku yang beliau lakukan sendiri, dalam arti apa yang beliau ajarkan, beliau telah melakukannya atau melaksanakannya matang-matang. Beliau tidak lagi hanya berteori sedangkan dirinya sendiri tidak melakukan apa –apa.
Kitab suci “Wahyu Purana” menjelaskan perihal kata Acarya sebagai beliau yang telah menguasai sari-sari kitab suci, mengajarkan tujuan utama kitab-kitab suci tersebut, mengajarkan siswa-siswa untuk mematuhi aturan-aturan yang disebutkan didalam kitab suci dan mengajarkan kepada siswa-siswa spiritualnya untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan sesuai dengan petunjuk-petunjuk kitab suci.
Yang sudah menyandang gelar Acarya tidak akan lagi menjadi buah bibir masyarakat didalam tingkah laku yang menyimpang dari ajaran-ajaran kitab suci. Memang sekarang ada kecendrungan kata acarya menjadi begitu murah. Gelar acarya tidak lagi memberikan getaran kewibawaan seperti zaman dahulu lagi. Sebab, ia bisa didapatkan dengan begitu mudah, tanpa memperhatikan kemampuan spiritual dan karakter. Yang diutamakan hanyalah suatu masa tertentu dan kecerdasan. Di beberapa tempat di India, gelar acarya juga “diberikan” oleh diri sendiri. Hal ini memang “mengaburkan” keberadaan para acarya yang memang benar-benar memenuhi syarat dan bonafid. Kadang, para acarya yang mengutamakan kecerdasan otak, mempunyai kecendrungan mencari “kepuasan” didalam mengkritik yang lain atau mendebat yang lain. Tentu saja ia adalah sebuah kecendrungan yang memperbesar keakuan palsunya tetapi tanpa disadari “mengikis” gelar acaryanya.
Seorang siswa spiritual yang baik hendaknya menerima seorang Guru sebagai utusan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa mewujudkan diriNya sebagai seorang Guru demi memberikan bimbingan spiritual kepada sang murid. Bimbingan seorang Guru yang bonafid dan suci akan segera dapat meningkatkan kemajuan spiritual sang murid. Tuhan berkenan mewujudkan Diri Beliau untuk memberikan bimbingan secara langsung kepada manusia. Hal itu dilakukan kapan sang siswa masih bisa dijangkau oleh pergaulan masyarakat biasa. Tetapi, kapan sang siswa berada diluar lingkungan pergaulan masyarakat umum, kapan ia berada di tempat yang sepi tamnpa penghuni, maka disaat itu Tuhan datang langsung dalam wujudNYA.
Bagi orang-orang biasa, bimbingan dari orang yang bisa dilihat langsung akan lebih meyakinkan. Oleh karena itulah Tuhan memilih roh-roh agung dan suci tertentu untuk melakukan pelayanan pada Tuhan dengan cara memberikan bimbingan jalan spiritual kepada umat manusia.
Suatu hari, saya berkunjung ke rumah Ketua World Ramayana Conference, Pandit Lallan Prasad Vyas di New Delhi, India. (belakangan beliau terkenal sebagai seorang Pandit atau pendeta terpelajar, dan gelar itu saya yang memberikannya…dalam arti sayalah yang pertama menyebutnya sebagai Pandit). Kami biasanya berjam-jam bercerita tentang spiritual. Pada waktu itulah Mr. Vyas memberikan kisah atau kejadian nyata yang terjadi di pegunungan Himalaya.
Seorang pendeta melakukan perjalanan spiritual ke Himalaya. Di suatu tempat beliau mengalami halangan sakit. Kebetulan ada gubug kecil, beliau tinggal di sana untuk mengembalikan kesehatannya. Hari berganti hari, kesehatannya semakin menyedihkan, sampai akhirnya sang pendeta sama sekali tidak bisa bergerak. Tinggal sendirian di tempat yang sunyi senyap, dalam keadaan sakit….
Pada suatu hari datanglah seorang lelaki memperkenalkan diri dan membawakan pendeta makanan dan minuman serta obat-obatan. Pendeta menerima pelayanan tersebut karena memang sangat memerlukan di saat itu.
Pelan-pelan kesehatannya menjadi pulih. Lelaki itu tetap datang teratur setiap hari membawakan makanan untuk pendeta. SEring hari-hari mereka lewatkan berdua sambil bercerita-cerita ringan…
Orang ini datang kepadaku setiap hari, dengan tekun dan patuh melakukan pelayanan tanpa pamrih. Tetapi, naik-turun gunung terjal setiap hari dengan bawaan di atas kepala dan bahu, wajahnya tidak menunjukkan kelelahan sama sekali. Siapakah ia sesungguhnya?
Pendeta tidak mampu menahan diri untuk mendapatkan informasi tentang siapa adanya lelaki tersebut. Timbul keinginan untuk menanyakan tentang siapa lelaki itu. Tiba-tiba, sang pendeta bangkit dan memegang kaki lelaki itu sambil berkata, “Siapa Anda sebenarnya? Saya tidak yakin Anda orang sembarangan… Tidak mungkin orang biasa memiliki kemampuan super ekstra sepesrti ini, naik-turun gunung setiap hari tanpa menunjukkan kelelahan sedikitpun. Beritahukan saya, siapakah Anda sesungguhnya??”
Lelaki tersebut menjawab, “Saya orang biasa, penduduk desa di bawah sana…” Sang pendeta berpikir, kalau benar, desa di bawah sana terlalu jauh. Untuk mencapainya orang memerlukan waktu dua hari. Belum selesai berpikir sang pendeta mempererat pelukannya pada kaki lelaki itu sambil berkata, “Tidak.., Anda bukan orang biasa…Anda harus tunjukkan diri Anda. Saya tidak akan melepaskan kaki Anda sebelum menjelaskan siapakah Anda sebenarnya….”
Tanpa disadari…, pendeta hanya memeluk angin…karena lelaki tersebut telah menghilang dan tiba-tiba di hadapan pendeta berdiri Tuhan Yang Maha Pengasih Shri Visnu bertangan empat.
Ternyata lelaki tersebut adalah Shri Vishnu SEndiri. Setelah mengetahui yang melayaninya sekian hari adalah Tuhan sendiri, pendeta segera menjatuhkan dirinya di atas tanah dan menyembah sambil menangis ememohon ampun. Pendeta merasa berdosa besar karena membiarkan Shri Vishnu memberikan makan, memijit dan pelayanan lain selama berhari-hari.
Pendeta bertanya, apa alasan Shri Vishnu menyiksa diri melayaninya selama sekian hari? Shri Vshnu menjawab bahwa Beliau selalu menjaga dan melindungi bhakta atau penyembahNYA. Dimana ada orang lain di sekitarnya, Beliau akan menjaga dan melindungi BhaktaNYA lewat orang. Tetapi, dimana tidak ada manusia, saat itu Beliau SEndiri yang langsung datang menolong BhaktaNYA. Demikian, di Kali Yuga ini pun Tuhan masih berkenan datang ke bumi ini, hanya untuk menoplong BhaktaNYA.
Sang murid jika kesadarannya sudah mantap untuk bermeditasi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang berada didalam hatinya, maka Tuhan yang berada didalam dirinya (Parama Atma) akan mewujudkan dirinya keluar dalam bentuk seorang Guru yang nyata-nyata dapat dilihat, diikuti tingkah lakunya oleh sang murid, yang nyata-nyata dapat memberikan bimbingan spiritual kepada sang murid. Dengan demikian seorang Guru spiritual merupakan utusan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Didalam kitab suci Veda, hubungan antara siswa dengan Guru dihubung-hubungkan dengan hubungan Atma dengan Parama Atma, dan ditunjukkan lewat contoh “dva suparna” (dua ekor burung), “sayuja sakhaya” (hinggap di atas sebuah pohon, di cabang yang sama…).
Burung yang satu asyik menikmati buah dari pohon tersebut, tanpa menoleh kanan-kiri. Rasa buah pohon tersebut ada yang manis dan ada yang pahit. Burung tersebut menikmati dengan baik kedua rasa itu. SEdangkan burung satunya…, hanya melihati burung tersebut, mengawasi dan menunggu-nunggu kapan ia berpaling ke arahnya untuk ditolong…, untuk disadarkan bahwa menikmati buah yang rasa manis dan pahit tersebut bukanlah tujuan ia hinggap di pohon tersebut.
Begitulah, Atma yang berda di dalam hati setiap makhluk, asyik menikmati karma baik dan buruk, menganggap itulah tujuan hidup dan hanya itulah isi dunia ini. Tetapi, Parama Atma yang juga berada di dalam badan kita selalu menunggu dengan sabar, kapan Si Atma akan menoleh dan memerlukan pertolongan Parama Atma untuk mengangkat dan mengeluarkannya dari lautan kesengsaraan. Paramatma tidak akan memaksa Atma terperbaiki melainkan menunggu kesadaran yang tumbuh dari Atma itu sendiri, bahwa “athato brahma jijnasa” sekarang inilah dalam kesempatan menjadi manusia, merupakan kesempatan emas untuk mencari kesejatian Brahman, Kebenaran Sejati…, yang berada diluar dari kungkungan rasa “buah manis dan pahit”. Banyak siswa – siswa yang merasa kewalahan atau kesulitan memilih jalan-jalan spiritual atau memilih Guru yang akan memberikan bimbingan kepada dirinya. Diantaranya ada yang menerima dan ada pula yang tidak bisa menerima Guru Spiritual dalam bentuk manusia akhirnya menerima Tuhan sebagai Guru Spiritualnya. Keduanya sebenarnya tidak ada perbedaan secara prinsip sebab memang Guru Sejati adalah Tuhan sendiri, dan HANYA TUHAN, sedangkan Guru-Guru dalam badan manusia dinamakan Guru Simbol. Disaat orang mengingat Gurunya, ia langsung mengingat Parama Guru yaitu Tuhan YME.
Alasan utama bagi mereka yang termasuk dalam kelompok belakangan, tidak merima Guru spiritual dalam badan manusia adalah status material dan keterpelajaran. Mereka sering menemukan Guru yang secara kecerdasan dan kedudukan ternyata jauh dari kecerdasan dan kedudukannya di masyarakat. Hal tersebut menghalanginya untuk siap menerima tuntunan spiritual dari Guru itu. Kapan sang siswa memahami bahwa Tuhan adalah Gurunya sendiri, kapan Tuhan melihat kesiapan siswa untuk menerima Tuhan yang ada didalam didinya tersebut mewujudkan dirinya keluar menjadi seorang Guru dalam badan manusia dan akan memberikan bimbingan kepada sang murid sehingga ia dapat berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa atau dapat melihat langsung Tuhan Yang Maha Esa atau dapat melayani langsung Tuhan Yang Maha Esa, maka saat itulah Parama Atma akan mewujudkan DiriNYA keluar dalam bentuk seorang Guru Spiritual. Dalam keadaan seperti itu sang murid tidak akan menganggap Gurunya sebagai orang biasa, sebagai insan biasa yang sama dengan dirinya, melainkan ia akan sangat menghormati Gurunya dan mematuhi petunjuk-petunjuknya.
Seorang Guru Bonafid adalam seorang “Vishwasa Patra”, yaitu yang dipercayai oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk menyampaikan pesan-pesanNYA demi kesejahteraan material-spiritual umat manusia. SEorang Guru seperti itu telah melewati “tempaan” khusus baik dalam hidup ini maupun dalam penjelmaan-penjelmaan terdahulunya.
Sebagaimana halnya orang mempelajari ilmu-ilmu duniawi memerlukan seorang Guru, demikian pula dalam pencarian spiritul seorng siswa membutuhkan seorang Guru yang bonafid yang mampu memberikan arahan kepada sang siswa dalam menuju bhakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Guru Spiritual sepserti itu mempunyai kemampuan menyeberangkan siswanya dari lautan kesengsaraan, dari kerlap-kerlipnya duniawi menuju seberang lautan, untuk sampai ke tingkat spiritual dimana di akan lelap didalam bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Guru didalam bahasa sanskerta artinya “Berat”. Dalam hal ini, seorang Guru sejati berat oleh ilmu pengetahuan suci, ilmu pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Esa (Brahma Vidya), Guru yang mantap didalam jalan spiritual (Brahma Nista) dan ia adalah sempurna didalam sang dirinya.
Sempurna didalam sang dirinya berarti ia sempurna didalam keseluruhan sang dirinya, sempurna didalam kata-katanya, sempurna didalam tingkah laku, dan keseluruhan badannya pun berubah menjadi spiritual.
Guru sejati dengan setulus-tulusnya menginginkan kebaikan seorang murid, menginginkan kemajuan spiritual sang murid. Guru menginginkan sang muriid semakin mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, semakin memusatkan kesadarannya kepada kaki Padma Tuhan Yang Maha Esa. Sang Guru bertanggungjawab mengantarkan muridnya semakin tertarik kepada hal-hal yang bersifat spiritual dan lebih berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat material. Sang Guru akan mengarahkan siswanya mampu tegak dan mengatur hal-hal duniawi seara baik. Dalam bahasa Sanskerta terdapat sebuah kata yang sangat tepat untuk hal ini, yaitu “Suvyavasthita”. Artinya kurang lebih adalah sebuah kemampuan untuk menempatkan segala sesuatunya pada proporsi yang benar dan tepat.
Selain itu, Guru Spiritual yang bonafid setiap saat mengawasi dan menebarkan getaran-getaran spiritual serta menginginkan siswanya agar siap menerima getaran-getaran spiritual tersebut setiap saat. Guru akan mengharapkan agar siswanya siap meningkatkan kesadaran spiritualnya dengan penuh keyakinan dan ketabahan.
Guru ingin melihat muridnya menyayangi mahluk lain, menyayangi umat manusia lain, menjadi teman dari mahluk hidup yang lain. Guru juga ingin melihat sang siswa mengabdikan dirinya kepada orang lain, melakukan segala usaha untuk mengangkat kesadaran spiritual orang lain, untuk membuat orang lain tersenyum, untuk semakin memantapkan atau menyempurnakan atau menyeimbangkan (baca: mengatur dengan tepat dan benar) antara keperluan material dan spiritual, walaupun memang spiritual dan material tidak bisa diseimbangkan.
Sang siswa akan dibentuk oleh Gurunya untuk dapat memiliki kemampuan mengatur kebutuhan-kebutuhan duniawinya dengan baik. Mengapa seorang Guru Spiritual menginginkan hal; seperti itu? Hal tersebut disebabkan pertimbangan bahwa sang siswa masih berada di dunia material, oleh karena itulah sang Guru ingin melihat kemajuan-kemajuan siswanya dalam berbagai bidang.
Hal lain yang ingin dilihat oleh sang Guru adalah kemantapan tekad sang murid untuk meninggalkan hal-hal yang buruk, meninggalkan hal-hal yang tidak membantu perkembangan spiritualnya dan menggantikannya dengan hal-hal baik dan kegiatan-kegiatan yang baik serta pelan-pelan akhirnya bahkan meningkatkannya kedalam tindakan-tindakan spiritual.
Adalah wajar seorang Guru ingin melihat muridnya sebagai kepribadian terbaik. Guru menginginkan muridnya memiliki pengetahuan – pengetahuan, pengalaman – pengalaman yang baik untuk memastikan dia sebagai seorang kandidat yang tepat untuk mrnerima pengetahuan dari sang Guru. Sering kali sang murid mengabaikan harapan-harapan sang Guru untuk dia menyucikan diri, membersihkan batinnya, menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, meningkatkan diri dan kesadaran kedalam kesadaran spiritual. Siswa mengabaikan harapan dan perintah Gurunya tetapi dilain pihak dia ingin sekali maju didalam spiritual secara cepat. Seorang Guru tidak ingin melihat muridnya seperti itu. Murid yng baik akan sabar menuntuk ilmu dari Gurunya, tidak akan menuntut terlalu banyak tuntutan-tuntutan yang dia sendiri belum siap untuk menerimanya. Dia yakin sepenuhnya bahwa kapanpun dirinya siap lahir-batin, Gurunya akan memberikan pengetahuan yang dia perlukan, atau kemajuannya sendiri akan menarik Gurunya untuk memberikan bimbingan-bimbingan dan pengetahuan-pengetahuan yang dia butuhkan didalam usahanya memajukan spiritual. Dalam hal ini tekad mantap sang murid untuk menjadi kandidat yang sempurna lahir-batin adalah kunci penentu kesuksesan spiritual. Bagi seorang Guru, murid seperti itulah yang diakuinya sebagai sisya/siswa. Sisya didalam bahasa Sanskerta berarti dia yang mantap didalam disiplin-disiplin spiritual. Seorng siswa harus memantapkan diri didalam disiplin-disiplin spiritual sesuai dengan arahan dan bimbingan Gurunya. Dia akan merasa sangat senang jika Gurunya memberikan disiplin kepada dirinya, jika Gurunya memberikan batasan-batasan terhadap tingkah lakunya. Bagi seorang sisya, disiplin-disiplin yang diberikan oleh sang Guru akan menyebabkan dia maju baik didalam spiritual, lebih banyak selamat daripada kegagalan.. Jaman sekarang disekolah-sekolah umum sering kali anak-anak atau murid-murid tidak dirangsang atau tidak diajarkan disiplin seperti itu. Atau Gurunya tidak memberikan disiplin tepat waktu dan keadaan. Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai kejadian dimana Guru memberikan pantangan-pantangan, larangan-larangan kecil tetapi si murid membalasnya dengan kemarahan besar, bahkan ada yang membalasnya dengan pisau atau kapak. Siswa itu menganggap bahwa sang Guru tidak senang akan dirinya, bahwa sang Guru marah dengan dirinya, bahwa sang Guru iri hati atas kemajuannya. Hal yang memang semua tidak kita inginkan, oleh karena itulah kata sisya untuk seorang murid spiritual perlu digaris bawahi. Didalam pencarian seorng Guru sejati memang sering diperlukan keawasan, ketelitian dan keberhati-hatian secara spiritual. Sebab, sedikit keseleo dalam memilih Guru, ia bukannya mengantarkan ke jalan terang melainkan kejalan andha-tamisra, yaitu neraka yang paling gelap. (catatan: Saya telah bertemu banyak “guru” seperti itu yang mengatakan bahwa ialah yang menciptakan Dewa ini Dewa itu dst yang saya tidak ingin menyinggungnya di sini). Didalam kitab suci Bhagavag-gita disebutkan bahwa orang yang ingin mencari kebenaran sejati hendaknya mendatangi seorang Guru yang Bonafide, seorang Guru yang dapat dipercaya ke-Guru-annya, untuk membimbing sang siswa kearah pengenalan spiritual. Kepada Guru yang bonafide yang telah diuji ke-Guru-annya seperti itulah seorang siswa hendaknya datang, bertanya dan meminta tuntunan. Jika ia telah menemukan Guru seperti itu, jika ia telah mengetahui Guru spiritual seperti itu, seorang siswa hendaknya banya menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada Guru hanya untuk mengusir keraguan-raguannya terhadap rahasia-rahasia hidup, rahasia-rahasia Brahman. Ia tidak akan mengganggu Gurunya dengan pertanyaan-pertanyaan remeh atau untuk membuat Gurunya pusing tanpa alasan. Kadang, siswa yang cerdas akan menyampaikan pertanyaa-pertanyaannya lewat pelaksanaan pelayanan. Guru akan mengoreksi Sang siswa atau akhirnya memberkahi sang siswa lewat pelayanan yang dilakukan sang siswa. Seorang siswa spiritual yang awas, akan memperoleh berbagai jawaban dari kedekatannya dengan Guru spiritual. Dari berbagai problem yang dihadapi, dari berbagai keraguan yang dihadapi, dari pertanyaan-pertanyaan yang dia sampaikan yang dijawab oleh sang Guru dia akan dapat mengetahui bahwa Guru tersebut adalah Guru yang sejati ataukah seorang Guru yang palsu. Nah jika dia telah dapat mengetahui bahwa Guru yang memberikan jawaban-jawaban terhadap segala pertanyaan dan keraguannya, Guru yang memberikan jalan keluar yang tepat terhadap problem spiritualnya, Guru yang memberikan jalan terang terhadap kegelapan-kegelapan spiritual yang sedang menutupinya, maka langkah berikutnya dari sang siswa adalah langkah spiritual yang sangat menentukan langkah berikutnya. Menurut Kitab Bhagavad-gita, jika siswa telah meyakini bahwa sang Guru yang dihadapi adalah Guru sejati maka dia akan minta diinisiasi oleh sang Guru. Inisiasi yang istilah “paguron-guron” atau dalam bahasa Sanskertanya Diksa, menunjukkan bahwa ia telah secara resmi diterima sebagai murid oleh Gurunya. Jadi, penerimaan murid secara resmi oleh sang Guru dinamakan “Diksa”. Lebih jauh Diksa berarti Guru mengambil dosa-dosa muridnya dan Guru memberikan spiritual power kepada muridnya sehingga siswa bisa maju didalam spiritualnya lebih baik dan lebih mulus. Jika seorang murid tetap tulus menjalankan anjuran-anjuran Gurunya maka dia akan memperoleh kemajuan pesat dan pada akhirnya akan mencapai pembebasan dari kesengsaraan material yang dinamakan “Moksa”. Didalam pencarian Guru sejati pada akhirnya memang terdapat kendala yaitu banyak orang mengalami kekecewaan karena mereka jumpai banyak Guru mengumbar kesaktian, menantang “LEAK”, banyak Guru yang mencari pengikut (walaupun ia sendiri sering menceramahkan na dhanam na janam, bahwa seorang Guru hendaknya jangan mencari harta dan jangan mengumpulkan pengikut) yang banyak demi kepentingan-kepentingan pribadinya, banyak Guru yang tidak pas didalam tinggakah lakunya, banyak Guru yang tidak menunjukkan sastra pramana dari segala apa yang diperintahkannya kepada siswa-siswanya. Kekecewaan seperti itu banyak terjadi di jaman Kali (jaman penuh kekalutan). Beberapa kitab suci menyebutkan bahwa didalam jaman edan ini, jaman penuh kekalutan ini akan bermunculan dan bertebaran Guru-Guru spiritual yang sangat banyak yang diumpamakan sebagai “ribuan mulut-mulut buaya” menganga dilautan siap menelan mangsanya. Dalam hal itu, seorang siswa spiritual tidak perlu harus berputus asa atau justru berbalik menempuh jalan yang tidak dianjurkan oleh sastra-sastra suci. Dia hendaknya tetap melnjutkan pencariannya sebab bertemu dengan guru-guru palsu juga merupakan cobaan-cobaan dan ujian-ujian yang ditunjukkan oleh Tuhn Yang Maha Esa untuk menguji sang murid. Jika sang murid kecewa dan berbalik meninggalkan tujuan spiritualnya maka gagallah dia. Sebaliknaya, jika dia tetap dengan gigih tahan banting mengadakan pencarian spiritualnya, pada akhirnya Tuhan Yang Maha Berkarunia akan mengkaruniai jalan yang pas. Tuhan Yang Maha Kuasa akan berkenan memberikan Guru yang tepat, Guru sejati, Guru yang akan benar-benar bertujuan hanya mengantarkan muridnya kepada kaki Padma Tuhan Yang Maha Esa. Guru yang benar tidak akan memusatkan hubungan dengan muridnya lewat hal-hal duniawi, dalam arti tidak akan selalu menghubungkan hal-hal duniawi seperti uang, kesaktian dan lainlain dalam “peguron-guron”. Guru sejati memang sering menyembunyikan kesaktiannya atau menjauhkan muridnya dari iming-iming kesaktian demi sang murid tidak terpukau oleh harta, pengikut, kesaktian dan lain-lain yang pada akhirnya akan membawanya kepada kesadaran untuk melupakan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Murid yang siap akan disediakan Guru yang tepat. Kapan murid siap untuk menerima berkah Guru, kapan seorang murid berada dalam kesadaran spiritual yang sempurna, didalam kesadaran yng betul-betul jauh dari keakuan palsu maka pada saat itulah seorang Guru akan muncul untuk mengantarkan dia ke kaki Padma Tuhan Yang Maha Kuasa. Hubungan antara Guru dan murid hanyalah hubungan cinta kasih dan ia terlepas dari hubungan-hubungan yang bersifat ikatan-ikatan material. Seorang Guru sejati menginginkan muridnya meningkat kedalam kesadaran spiritual yang lebih tinggi dan tidak begitu menginginkan untuk melihat muridnya maju atau dikenal oleh orang banyak sebagai memiliki kegaiban-kegaiban atau kesaktian-kesaktian. Keberhasiln-keberhasilan kecil bagi seorang Guru justru menghalangi keberhasilan-keberhasilan besar sang murid. Keberhasilan-keberhasilan besar yang dimaksud adalah keinsyafan spiritual sempurna, sedangkan keberhasilan kecil adalah keberhasilan seorang murid untuk memecahkan botol, untuk memakan beling atau untuk kebal dari tusukan pisau, untuk melakukan ‘trik-trik” agar ia dianggap sebagai orang hebat, misalnya mengajak siswanya kesuatu tempat yang sunyi, ketika sang siswa memejamkan mata, dengan tipuan tertentu “sang guru” melemparkan keris, batu permata dari kaca, arca-arca kecil” dan lain-lain seperti itu. Semoga disadari bahwa hal itu bukanlah keberhasilan. Anehnya, sang siswa yang ditipu pun menganggap dirinya sedang memasuki tingkat keberhasilan. Walaupun materi tentang keagungan Guru SEjati yang masih ada pada saya kurang lebih 40-50 halaman, akhirnya, saya harus tutup dengan ucapan SELAMAT MELAKSANAKAN KEWAJIBAN SUCI MEMUJA GURU PADA HARI SUCI GURU PURNIMA. Semoga Guru-Guru Suci memberkahi kita semua agar kita diijinkan memiliki hati yang bersih, jauh dari tipu menipu, jauh dari rasa iri hati satu sama lain. Om Shantih, Shantih, Shantih, Om. Selain melakukan puja Tri SAndhya dll dan menyebut Om Gurave Namah, Om Parama Gurave Namah (HORMAT KEPADA Guru, hormat kepada Guru Maha Utama), doa di bawah dapat diucapkan pada pemujaan Guru: NAMOSTU TE VYASA VISHALA-BUDDHER PHULARAVINDAYATA PATRA-NETRAM YENA-TVAYA BHARATA-TAILA PURNAH PRAJVALITO JNANA-MAYAH PRADIPAH New Delhi, 1 Juli 2004 Darmayasa |
Source : HDNet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar