Kamis, 09 April 2015

Panca Walikrama dan Panca Dewata


TUHAN MAHAESA pertama-tama dibayangkan memancarkan kekuatan-Nya ke empat penjuru alam semesta. Dari empat penjuru lantas berbiak ke delapan penjuru, akhirnya melingkupi segenap penjuru alam semesta. Kekuasaan Tuhan yang melingkupi empat penjuru alam semesta dinamakan caturcakti atau cadusakti, sedangkan yang kedelapan penjuru disebut astasakti.

Dalam upacara Tawur Agung Panca Walikrama, Tuhan dipuja dalam kekuatan-Nya yang menyerap dan memancar ke empat penjuru alam semesta. Dalam kaitan ini Tuhan Mahaesa (Hyang Widhi disebut Dasasiwa, berstana di padmasana (singgasana tahta teratai), dengan keempat kekuasaan-Nya yang dinamakan cadusakti. Yang dimaksud cadusakti masing-masing adalah wibhu sakti (mahaada, menyusup di mana-mana); prabhu sakti (mahakuasa); jnana sakti (mahatahu); dan kriya sakti (maha pencipta). Dengan cadusakti-Nya ini Tuhan menciptakan (utpati), mengatur/memelihara/melindungi (sthiti), dan melebur/mengembalikan (pralina) tiada terhitung benda, zat, dan makhluk di alam semesta mahaluas yang menjadi tempat hidup manusia ini.

Secara antropomorfis (citra pemanusiaan), kemahaan Tuhan yang mahagaib itu dirupakan sebagai empat dewa yang menempati dan menjadi penguasa di empat penjuru alam semesta. Kitab Wrahaspati-tattwa menyuratkan, di tengah-tengah singgasana tahta bunga padma berstana Tuhan sebagai Hyang Sadasiwa, dengan wujud mantra-atma. Isana sebagai kepala, Tatpurusa sebagai muka, Aghora sebagai hati, Bamadewa sebagai badan halus, dan Sadyojata sebagai wujud-Nya, berupa AUM. Begitulah wujud pembadanan Tuhan Mahakuasa, Hyang Sadasiwa, bening tiada ubahnya kristal (natah pinaka sarira Bhatara, bhaswaspatikawarna).

Termasuk Tuhan sebagai Hyang Sadasiwa di tengah-tengah sebagai pusat, maka aspek kemahaan-Nya itu dinamakan Panca Dewata atau Panca Brahma. Masing-masing menempati penjuru arah utama mata angin alam semesta (padma bhuwana atau padma mandala) dengan aksara suci, warna, maupun kapasitas pangurip-urip-Nya sendiri-sendiri. Rincian-Nya masing-masing adalah sebagai berikut. 1. Di penjuru timur (purwa) adalah Sadyojata yang juga bergelar Iswara, dengan aksara suci SANG, berwarna putih, dengan pengurip-urip 5 (lima).

2. Di penjuru selatan (aksina) adalah Bamadewa yang juga bergelar Brahma, dengan aksara suci BANG, berwarna merah dengan pangurip-urip 9 (sembilan). 3. Di penjuru barat (pascima) adalah Tatpurusa yang juga bergelar Mahadewa, dengan aksara suci TANG, berwarna kuning, dengan pangurip-urip 7 (tujuh).

4. Di penjuru utara (uttara) adalah Aghora, yang juga bergelar Wisnu, dengan aksara suci ANG, berwarna hitam, dengan pangurip-urip 4 (empat).

5. Di tengah-tengah, pusat (madya) adalah Isana yang juga bergelar Siwa (Sadasiwa), dengan aksara suci ING, berwarna pancawarna (campuran keempat warna), dengan pangurip-urip 8 (delapan).

Dalam tradisi India, kelima dewata pewujudan kemahakuasaan Tuhan itu digambarkan bertangan empat (caturbhuja). Namun dalam tradisi di Bali, menurut Ida Padanda Putra Tembau dari Geria Aan, Klungkung, hanya Siwa-lah yang dilukiskan bertangan empat. Tuhan sebagai Panca Dewata dalam tradisi Bali dirupakan bertangan empat (caturhbuja) dalam wujud banten bernama catur, sebagaimana dipersembahkan dalam pemujaan Panca Walikrama.

Dengan demikian, banten (sesajen) yang dipersembahkan sebagai sarana pemujaan oleh umat Hindu itu sesungguhnyalah berdasarkan konsep keagamaan dan ketuhanan yang kuat, sesuai dengan tuntunan kitab suci Veda. Sarana sesajen (banten) yang dipersembahkan untuk upacara Panca Walikrama ini jelas merupakan perwujudan nyata dari pemahaman konsep dan visi ketuhanan dan kesemestaan Hindu tersebut. Dengan begitu secara utuh upacara dengan banten sebagai sarana memutar kesadaran diri manusia sejatinya dapat mewujudkan sekaligus kebenaran logika (satyam), kesucian dan kemuliaan etika (siwam), sekaligus menghadirkan keindahan estetis (sundaram).

Dalam visi Hindu, Tuhan sebagai Panca Dewata atau Panca Brahma yang menempati empat penjuru alam semesta termasuk di titik pusat (madya) juga mahakuasa atas lima unsur dasar (pancamahabhuta) pembentuk alam semesta yang juga mejadi komponen utama pembentuk tubuh manusia. Dengan begitu Tuhan sebagai Panca Dewata sekaligus juga mahakuasa atas lima unsur dasar yang membangun pancamahabhuta, yakni panca-tanmatra. Itu berarti Tuhan sebagai Panca Dewata juga mahakuasa dan pengendali utama lima organ indera manusia (pancajnanendya atau pancakarmendrya) yang menjadikan panca-tanmatra sebagai objeknya.

Sebagaimana telah dipaparkan di depan, pancamahabhuta terdiri atas pertiwi (tanah/serba padat), apah (air/serba cair), teja (sinar/serba terang/bersinar), bayu (angin/ serba berembus), dan akasa (eter). Kelima unsur dasar inilah yang membangun alam semesta maupun tubuh manusia. Masing-masing unsur ini dibangun oleh sifat dasar (tanmatra): pertiwi dibangun aspek bau (ganda-tanmatra), apah dibangun aspek rasa (rasa-tanmatra), teja dibangun aspek cahaya atau warna (rupa-tanmatra), bayu dibangun aspek angin/berembus (sparsa-tanmatra), dan akasa dibangun aspek suara (sabda-tanmatra).

Panca-tanmatra ini selanjutnya dijadikan objek oleh lima indera (pancajnanendrya) atau pancakarmendrya) manusia. Secara terinci masing-masing: bau sebagai objek indera penciuman (hidung/ghranendrya), rasa jadi objek indera pengecap (lidah/jihwendrya), cahaya/warna jadi objek indera penglihatan (mata/caksundrya), angin jadi objek indera penyentuh (kulit/twakindrya), dan sabda/suara menjadi objek indera pendengar (telinga/srotendrya). Sebagai simpul pengendalinya adalah manah, yang secara esensial berarti budi. Selanjutnya budi dikendalikan citta (cipta). (*)
Source :   Balipost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net