Jumat, 10 Juli 2015

Saat Persepsi Panca-visaya Menjadi Sunya Dapat Memasuki Samadhi

Ceramah Sadhana Dzogchen ke 131 oleh Dharmaraja Lian-sheng Sheng-yen Lu pada Upacara Agung Api Homa Amitayus Buddha, Sabtu 28 Maret 2015 di Taiwan Lei Tsang Temple

Terlebih dahulu marilah kita bersembah puja pada Para Guru Leluhur, sembah puja pada Bhiksu Liaoming, sembah puja pada Guru Sakya Dezhung, sembah puja pada Gyalwa Karmapa ke-16, sembah puja pada Guru Thubten Dhargye, sembah puja pada Triratna mandala, sembah puja pada adinata homa hari ini Amitayus Tathagata.

Gurudhara, Thubten Ksiti Rinpoche, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat Sedharma, dan umat Sedharma di internet, tamu agung yang hadir hari ini antara lain Sekretaris Jenderal Coordinating Committee for North American Affairs, Executive Yuan Dubes Daniel T.C. Liao dan istri Sdri. Judy, Secretary-General of the Taiwan Provincial Government Bpk. Zheng Pei-fu dan istri Ibu Han Wu-zhen.
Tim Profesor Doktor Zhenfo Zong – profesor yang direkrut khusus Wang Jin-xian, Prof. Wang Li, Gu Hao-xiang, Prof. Ye Shu-wen, Prof. Lin Xiu-ju, Prof. You Jiang-cheng dan dr. Lin Jun-an.  

Ketua umum Lotus Light Charity Society kawasan Taiwan Bpk. Li Chun-yang, perwakilan anggota parlemen Kota Tainan, Cai Wang-quan, Anggota Parlemen Kota Kaohsiung Sdri Xu Hui-yu, presiden direktur CHING YI BIOTECH CO.,LTD Ibu Zhang Yu-zhen, direktur jenderal Taiwan Film Education Institute Bpk. Cheng Yu-cheng, kepala eksekutif Ibu Jian Jing-wen, My university classmates Bpk. Zhu Jinshui dan istri Ibu Chen Ze-xia.

Pembawa acara Sembilan Tingkat Dzogchen, Diktat Hevajra, dan Ulasan Risalah Agung Tahapan Jalan Tantrayana , Sdri. Pei-jun, produser acara Gei Ni Dian Shang Xin Deng di CTI Sdri. Xu Ya-qi, my sister Ibu Lu Sheng-mei.
Selamat siang semua! Apa kabar semua! (Bahasa Taiwan) Selamat siang semua! Apa kabar semua! (Bahasa Mandarin) Apa kabar! Apa kabar semua! (Bahasa Kanton) Wu-gai ! Wu-gai-shai ( Bahasa Kanton : Terima kasih semua ) Selamat siang and Selamat petang! (Bahasa Indonesia) (Bahasa Jepang: apa kabar) Good afternoon! (Bahasa Inggris) Kam-sam-ni-da! (Bahasa Korea: terima kasih) Sawadika! (Bahasa Thai: apa kabar) Wie geht es Ihnen?( Bahasa Jerman : Apa kabar ) Hola Amigo! (Bahasa Spanyol: apa kabar)
Minggu ini adalah api homa Amitayus Tathagata. Terima kasih atas adhistana adinata api homa minggu lalu, Bhaisajyaguru Tathagata. Sekembalinya dari memimpin api homa, sejak saat itu tangan dan lengan Mahaguru tidak sakit lagi. Selain harus berterima kasih pada api homa Bhaisajyaguruvaiduryaprabharaja Tathagata, juga berterima kasih kepada doktor Zheng Sen-long ( dokter ) yang telah memberi banyak obat-obatan kepada saya, selain itu terima kasih kepada Sdr Yang-zhong yang telah membantu saya dalam melakukan terapi tradisional. Terapi tradisional ini mengangkat lengan kanan saya untuk dikoreksi, Sabtu malam minggu lalu dia mengkoreksi lengan kanan saya. Banyak siswa yang memberikan salonpas ( koyo ) kepada Mahaguru, bahkan ada obat salah urat, obat pereda nyeri dan penyinaran infra merah, sepertinya saya bisa membuka toko obat Barat dan Tiongkok yang menjual obat pereda nyeri dan peradangan. Terima kasih semuanya ! Ada juga umat yang menjapa mantra untuk mengikis karma penyakit Mahaguru, setelah api homa Bhaisajyaguru Tathagata, sejak hari Minggu hingga saat ini tangan saya tidak lagi sakit, di malam hari juga dapat tidur dengan nyenyak. Tentu saja juga ada bantuan dari dokter, Sdr Yang-zhong, adhistana penjapaan mantra dari para umat, serta pemberian banyak obat-obatan seperti pereda nyeri , obat radang seperti mentholatum dan lain sebagainya. Terima kasih semua ! Terima kasih.

Hari ini adalah api homa Amitayus Buddha, kita juga memohon kepada Amitayus Buddha supaya amrta kalasa di kedua tangannya mengadhistana semua orang, semua yang hadir, semua yang menyaksikan lewat internet, segenap umat yang tidak hadir, semoga amrta dari kalasa Amitayus Buddha memancarkan cahaya terang mengadhistana semuanya, supaya karma penyakit dapat tersingkirkan, dapat menjemput banyak arwah terlahir di Buddha-ksetra parisuddhi.

◎ Perlambang utama dari Amitayus Buddha adalah amrta kalasa yang dibawanya, amrta kalasa dapat mengadhistana para insan dan dapat menyeberangkan arwah ; Selain itu juga memiliki fungsi pemurnian, penyembuhan, kesehatan , panjang usia dan berbagai manfaat yang tak terperikan. Oleh karena itu Amitayus Buddha disebut juga Amrta-raja Tathagata, Amitabha Tathagata, Buddha Usia Tanpa Batas, Buddha Cahaya Tanpa Batas, Buddha Cahaya Agung, semua merupakan nama adinata ini. Dharmabalanya sangat besar, semua yang hadir dapat memperoleh abhiseka amrta dari Amitayus Tathagata dan abhiseka panjang usia, dapat dikatakan juga merupakan abhiseka kesehatan, health and long life ( sehat dan panjang usia ), semoga tiap orang memperoleh kesehatan dan panjang usia.
Teringat dulu di Tibet banyak Rinpoche yang saat berjumpa dengan saya akan mengatakan ‘Tashi delek’ ( manggala dan sesuai harapan ), selain itu juga mengatakan : ‘health and long life, sehat dan panjang usia’, pada umunya mengucapkan dua kalimat doa ini. Sesungguhnya meski panjang usia namun akan sangat sukar untuk sehat. Hari ini saat tiba di lantai enam dan sedang naik menuju lantai tujuh, saya mengatakan kepada Gurudara Acarya Lian-xiang : “Kelak suatu hari nanti, kita hanya sanggup naik sampai di lantai enam, sebab tidak kuat lagi untuk naik ke lantai tujuh.” Hari ini saya terlebih dahulu tiba di tempat tanda tangan buku dan para donatur utama mempersembahkan hata, saya melihat istri dari Zhang Wen-rui duduk di kursi roda, usianya sudah mendekati 84 tahun, Wen-rui adalah ayah dari Zhang Yao-ren. Ayah dan ibunya sudah jatuh sakit, saat berjumpa dengan mereka saya terkenang masa lalu. Bukankah Acarya Liu Wen-qin ( Acarya Lian-xin ) telah berusia 90 tahun ? Wah ! 90. Dulu dia juga sering naik tangga, sekarang sudah tidak sanggup lagi. Oleh karena itulah dia sekarang juga tinggal di lantai yang tidak begitu tinggi, ia juga naik lift. Kebanyakan orang yang telah menginjak usia tersebut akan demikian. Acarya Lian-xin juga mengingatkan saya akan Acarya You Yin-shou ( Acarya Lian-shi ), Acarya Lian-liang, Acarya Lian-zhen ( Acarya Ding Zhi-fang dari Indonesia ), mereka semua telah terlahir di Buddha-ksetra. Kala itu, saat saya bersama beberapa Acarya tersebut, semuanya masih sangat sehat. 

Saya juga melihat banyak orang lanjut usia yang sudah tidak sanggup lagi naik tangga. Saya mengatakan kepada Gurudara : “Kelak suatu hari nanti kita juga tidak akan sanggup naik sampai ke lantai tujuh, hanya dapat sampai di lantai enam saja.” Adakalanya lebih baik tidak melihat orang yang sangat panjang umur, yang usianya sudah sangat tua. Mungkin saat saya sudah berusia 80 tahun juga tidak dapat dipandang lagi, lebih baik juga tidak usah dilihat. 
Manusia makin menua maka tubuh makin melemah, tubuh mulai mengalami berbagai masalah kesehatan, saat itu sudah tidak dapat dilihat. Orang-orang yang dulu bersama, ada satu yang berada di Zhang-hua, namanya Xu Shui-wang, dia juga telah meninggal dunia. Banyak siswa senior yang telah berpulang. “Menyaksikan kematian orang lain, hati menjadi panas bagai api, bukan memanas karena orang lain, melainkan teringat akan segera tiba giliran saya.” Melihat alumni saya Zhu Jin-shui, teman-teman sekelas kami juga ada beberapa yang telah meninggal dunia, sepertinya yang meninggal dunia paling awal adalah yang bermarga Hong ? Masih ada lagi, yang bermarga Zheng dan bermarga Shen, sahabat masa SD saya ada dua, yang satu bermarga Huang, dia juga merupakan teman terbaik saya, dia banyak membantu saya, dia meninggal dunia karena penyakit jantung. Selain itu ada yang bermarga Zhuang, semuanya merupakan sahabat-sahabat saya, dia adalah sekretariat jenderal asosiasi pendaki gunung, dia meninggal dunia saat mendaki Gunung Ali. Ada lagi yang bermarga Chen, dia meninggal karena sakit jantung, tangannya sangat kuat, dia adalah pemain gelandang bertahan dalam regu sepak bola, yang paling kuat, akhirnya meninggal dunia karena sakit jantung. Banyak alumni yang telah meninggal dunia. Masih ada lagi yang bermarga Chen yang memiliki prestasi akademis terbaik di sekolah survei, setelah dia memperoleh gelar doktor dari Jerman dan kembali ke Taiwan, menjabat di Institut Teknologi Chung Cheng, kini dia juga telah meninggal dunia. Banyak orang telah meninggal dunia. 

Sungguh, melihat kondisi lingkungan yang demikian, Lu Sheng-yen Anda telah berusia 71 tahun, tunggu hingga 80 tahun nanti tidak akan sanggup lagi untuk naik tangga. Saat berusia 60 tahun saya menyepi di Taiwan,  saya pergi mengurus paspor Taiwan, dia memberi saya jangka waktu 10 tahun, kini saya telah berusia 70 tahun. Sekarang telah habis masanya, mengurus paspor yang baru lagi. Kelak saat paspor ini telah habis masa berlakunya berarti saya telah berusia 80 tahun. Saya beritahu Anda, bisakah hidup hingga usia 80 tahun ? Amitabha ! Saya tidak berani membayangkan, tidak berani mengungkapkan, meskipun hidup sampai 80 tahun, apakah masih sanggup naik tangga ? Ini sebuah tanda tanya. Panjang usia membuat saya teringat akan hilangnya kesehatan, ingin panjang usia sekaligus sehat seakan-akan tidaklah mungkin. Amitayus Tathagata, semoga amrta-Mu, mengadhistana para umat yang lanjut usia, selain memperoleh panjang usia, juga memperoleh kesehatan health, health and long life. Sekarang saya doakan semuanya, health and long life. I wish everybody a healthy and a long life. Hari ini pelaksanaan upacara api homa tepat waktu . Terima kasih Amitayus Buddha telah menganugerahi kita hari ini sangat tepat waktu, ini merupakan pertama kalinya dan patut untuk dikenang.
◎ Kita ulas Sadhana Dzogchen Tantrayana : “Yang kelima adalah Abhiseka Sparsah ( sentuhan ) Acarya memegang dua benda yang halus dan kasar, menyentuh titik akupuntur sekujur tubuh sambil mengadhistana dengan mantra sansekerta, inilah Abhiseka Sparsah.” Sentuhan benda halus dan kasar menghasilkan persepsi, ini disebut sebagai Abhiseka Sparsah. Namun kita harus mentransformasikan persepsi ini menjadi sunya, Abhiseka Panca-visaya : rupa, sabda, gandha, rasa dan sparsah telah menutup panca-ripu, ripu berarti adalah pencuri. Sentuhan merupakan salah satu dari lima pencuri. Satu contoh sederhana, saya ingat dulu ada seorang bhiksu yang punya satu kebiasaan, saat dia berjalan suka menyenggol tubuh orang lain, sengaja menabrak orang. Dia tidak menyenggol Mahaguru, dia juga tidak menyenggol laki-laki, bhiksu ini laki-laki, dia suka menyenggol yang wanita. Setelah disenggol, umat wanita menoleh, ternyata adalah bhiksu ! Dia mengatakan : “Bhiksu ! Anda cukup menyapa saya, buat apa menyenggol saya ?” Sebab ada beberapa wanita yang tidak suka disenggol, persepsi yang timbul tidaklah baik. Tapi laki-laki tidak sama, laki-laki akan memiliki persepsi baik.

Mahaguru ceritakan sebuah peristiwa nyata, pada suatu ketika Mahaguru pergi ke Malaysia, saat itu banyak orang, semua saling berdesakan, mereka seperti regu keamanan di sini, semua adalah wanita, saling bergandengan tangan membuat jalan bagi Mahaguru, para umat di samping menerjang ke depan, kemudian terus berdesakan hingga regu keamanan juga ikut terhimpit. Saat itu dengan refleks saya merespon, tangan saya sedikit terangkat dan menahan, rasanya telah mendorong sesuatu seperti spon, begitu saya menoleh, Aduh ! Celaka ! mendorong ‘pepaya’ dari regu keamanan wanita, saya mengatakan : “Maaf.” Tapi keamanan itu terlihat gembira, dia terus tersenyum kepada saya, saya tidak melihat dia marah. Saya mengatakan maaf kepadanya, tapi inilah perbedaan persepsi yang dihasilkan oleh sentuhan. Sebab begitu menyentuh langsung tahu, tentu saja Mahaguru bukan Chen Wei-ting, tangan Mahaguru bisa dikendalikan, dapat mengendalikan perbuatan, saya mampu mengendalikan batin sendiri, juga dapat mengendalikan tubuh sendiri, mengendalikan tangan dan kaki sendiri. Ada orang yang tidak mampu mengendalikannya, berarti dia sick, dia sakit. Kita sebagai seorang sadhaka tentu saja harus dapat mengendalikan batin dan tubuh sendiri, mengendalikan tangan dan kaki sendiri.

Suatu ketika ada seorang ibu tua datang berkonsultasi, dia berlutut di samping meja konsultasi, saat saya menjawab, saya merasakan ada yang menyentuh kaki saya, kemudian terus merambat ke atas, begitu saya lihat, ternyata adalah seorang ibu, saya mengatakan kepadanya : “Tolong jangan menyentuh kaki Mahaguru.” Dia mengatakan : “Saya sedang menghormati Mahaguru.” Saya mengatakan : “Anda menghormati Mahaguru, cukup sentuh sejenak, tidak perlu sampai meraba ke atas.” Sebab persepsi yang ditimbulkan tidaklah baik. Ada beberapa siswa yang saat menghormat kepada Mahaguru akan menyentuh kaki Mahaguru, sebab di India terdapat tradisi ini, menyentuh kaki Guru atau senior, kedua tangan menyentuh kakinya berarti menghormatinya, bahkan ada yang menggunakan kepala untuk menyentuh kakinya, semua bermakna memberi hormat, bagaikan kaki Tathagata berada di atas kepala Anda. Tapi tangan nenek itu tidaklah baik, terus naik ke atas, yang namanya penghormatan tidak ada yang demikian, bahkan penghormatan  antar negara juga tidak demikian. Di malam hari saat Mahaguru keluar untuk menganugerahkan adhistana jamahan kepala kepada para umat, umat wanita dengan tenang berlutut atau berdiri menunggu giliran adhistana, seorang umat pria berjalan hingga ke belakang seorang wanita cantik, menunggu giliran Mahaguru menjamah kepalanya, ia langsung menjulurkan kepala hingga menempel ke telinga dan pipi umat wanita tersebut. Begitu Mahaguru melihat suasana demikian, mengetahui umat wanita merasa tidak senang, maka saya menepuk kepalanya dengan keras, itu berarti memperingatkan Anda : “Jangan menempel pada pipi umat wanita.” Saat adhistana jamahan kepala, umat yang menunggu sangat banyak, mereka berdesakan, yang berada di barisan ketiga mendadak menerobos ke barisan kedua, kemudian dari barisan kedua menerobos ke barisan pertama, laki-laki di belakang melihat ada wanita yang disukainya, langsung mengambil kesempatan untuk meraba rambutnya, meraba pipinya, hal ini sangat tidak baik.

◎ Saya telah mengatakan, saat adhistana jamahan kepala jangan berdesakan, juga jangan dari tempat yang jauh menerobos kemari hingga menempel ke wajah umat wanita, ini sangat tidak baik. Itu adalah pencerapan sentuhan. Memang ada salam saling menyentuhkan pipi, namun itu adalah penghormatan kenegaraan dan dilakukan karena saling mengenal dan saling akrab. Selain itu tidak boleh.

Gurudara menetapkan, Mahaguru hanya dapat mencium anak perempuan dan laki-laki balita, namun bagi anak perempuan yang telah saling mengenal dan saling akrab, Mahaguru mencium kepalanya, sebab Mahaguru menyukai anak-anak, melihat kelucuan anak-anak, bagaikan kakek menyayangi cucunya, memandangnya sebagai cucu kesayangan. Di Amerika saat saya mengendarai mobil, melihat bagian belakang mobil orang terdapat kalimat dalam Bahasa Inggris, yang artinya: “Sesuatu yang tidak dapat Anda peroleh dari orangtua, mintalah kepada kakek dan nenek, pasti Anda akan memperolehnya.” Gurudara juga membacanya, kebetulan kami duduk dalam satu mobil yang sama dan melihat tulisan Bahasa Inggris tersebut. Kakek dan nenek sangat menyayangi cucunya, Mahaguru sudah tergolong sebagai kakek, melihat ada anak-anak datang merasa mereka sangat menggemaskan, semua anak-anak sangat lucu. Ada kalanya berjumpa dengan bayi yang penuh dengan ingus, menggendongnya dan saya menciumnya, wah ! Muka saya penuh dengan ingus. Mengapa yang berusia di atas 5 tahun tidak boleh ? Lebih baik ( batasnya ) yang berusia di bawah 10 tahun. Berapa usia Yi-ting ? Yi-ting 8 tahun, masih boleh ! Ping-er 3 tahun, Yi-ting 8 tahun, saya merasa mereka sangat lucu, ada anak perempuan yang sangat cantik, anak laki-laki juga sangat tampan. Mahaguru sangat menyukai anak-anak, persepsi yang timbul sungguh berbeda, ini merupakan perasaan yang sangat akrab. Saat Mahaguru memberikan adhistana jamahan kepala, tiap orang merasakan sensasi yang berbeda, itu merupakan persepsi sentuhan. Adakalanya bisa lupa, setelah mencium anak-anak, kemudian melihat seorang gadis di sampingnya, adakalanya bisa lupa dan mendadak teringat, Ah tidak benar ! Dia bukan anak-anak lagi, tidak boleh, Mahaguru mampu mengendalikan tubuh, batin, bibir dan kaki. Bagi yang dapat mengendalikan berarti telah memperoleh Abhiseka Sparsah. Namun masih perlu lebih maju lagi, harus sampai pada tanpa persepsi.

Hari ini saat tanda tangan buku, ada umat wanita muda yang mengatakan : “Mahaguru, seumur hidup saya ini kalimat ‘Aku Cinta Kamu’ paling banyak saya ucapkan kepada Mahaguru.” Acarya Lian-ying mendengarnya, karena saya kurang jelas mendengarnya, maka saya meminta : “Coba Anda katakan lagi.” Kemudian dia mengatakan : “Mahaguru, seumur hidup saya ini kalimat ‘Aku Cinta Kamu’ paling banyak saya ucapkan untuk Mahaguru.”  Mereka semua mendengarnya, mereka dapat bersaksi, saya tidak sembarangan bicara. Saat itu saya mengatakan : “Terima kasih !” Dalam hati bertanya : “Maksud dia adalah cinta pada Guru ? Atau cinta antara pria dan wanita ?” Entah cinta pria wanita maupun cinta pada Guru, Mahaguru menerima semuanya. Orang yang punya keberanian barulah berani mengucapkan hal ini. Tahukah Anda ? Seorang guru yang sangat kaku tidak akan mengucapkan hal ini. Singkat kata, saya mengungkapkan isi hati, benar tidak ? Tidak ada persoalan. Ini hanya saling menghargai. Merupakan penghargaan kakek kepada cucunya. Cinta dapat dibedakan menjadi banyak macam, penghormatan pada Guru, mengatakan Sarang handa ( Bahasa Korea dari pihak pria, sedangkan dari pihak wanita adalah Sarang haeyo ), I love you, saya cinta kamu ( Bahasa Mandarin ), saya cinta kamu ( Bahasa Taiwan ), semuanya boleh. Di Amerika saat menulis surat, semuanya akan menuliskan ‘Dear’, yang tercinta, menulis kepada siapapun akan ditulis ‘dear’ yang tercinta, ini merupakan cara pengungkapkan yang umum. Mengatakan ‘Aku cinta kamu.’ Sebagai ungkapan penghormatan, saling mengenal dan saling menghargai, sebagai rasa tak ingin terpisahkan, kedua belah pihak saling menghargai, ini boleh saja.

◎ Jika keduanya tidak saling mengenal dan tidak saling menghargai, ini tidak boleh. Oleh karena itu harus dibedakan dengan sangat jelas, seperti ‘sentuhan’, ada juga Acarya yang tangannya suka menyentuh, menyentuh pundak orang lain, menyentuh pundak pria tidak masalah, namun menyentuh pundak wanita, apalagi kepada beberapa wanita yang tidak saling kenal. Apabila saling mengenal, saling menghargai dan saling mengasihi, ‘its okay’, namun apabila tidak saling mengenal, tidak saling menghargai dan tidak saling mengasihi, ‘no touch’, jangan disentuh, ini ada aturannya. Menjadi manusia ada aturannya, oleh karena itu semua harus mentaati aturan tersebut. Acarya tidak boleh sembarangan menyentuh orang, bhiksu juga tidak boleh sembarangan menyentuh orang, sebab akan menimbulkan rasa muak. Namun seorang praktisi Buddhisme harus mampu meleburkan perasaan senang dengan perasaan muak, menjadi tiada persepsi, yang demikian barulah kondisi bhavana.

Saya ceritakan sebuah lelucon, saat anak sudah hampir lahir, suami mengatakan : “Saya ingin menamai anak kita dengan nama ‘Dian-feng’ ( puncak ), makna kehidupan berjalan di puncak.” Si istri : “Dian-feng kepalamu ! Tahukan kamu, kamu bermarga Yang !” Banyak nama yang sangat unik, jangan sampai keliru, seperti yang barusan Mahaguru katakan, bila saling mengenal saling mengasihi dan saling menghargai, sentuhan akan menghasilkan rasa bahagia, namun apabila tidak, maka yang timbul adalah rasa muak. Sepasang suami istri sedang bertengkar, pihak pria tidak bisa menang melawan pihak wanita, hingga di atas kasur semua terdiam, si istri bertanya : “Buat apa kamu berbaring di kasur ?” suaminya menjawab : “Mati !” Istrinya bertanya lagi : “Mati kok matanya masih terbuka ?” Si suami menjawab : “Mati dengan mata terbelalak !” Si istri bertanya lagi : “Tapi kenapa masih bernafas ?” Si suami menjawab : “Tidak sanggup menelan nafas ini ( tidak sanggup menanggung hinaan ).” Sesungguhnya perasaan antara suami istri, di kala muda akan timbul perasaan senang, ketika lanjut usia, saat bersentuhan, adakalanya masih ada rasa bahagia. Namun adakalanya saat bersentuhan bisa timbul rasa muak. Rasa yang ditimbulkan oleh sentuhan juga tergantung pada masa. Sebuah lelucon lagi, di dunia ini yang paling tidak setia adalah uang, pergi keluar bersama-sama, tapi dia tidak kembali bersama saya, sia-sia sudah kesetiaanku padanya ! Yang paling setia adalah lemak di tubuh, sekeras apapun berusaha tetap tidak dapat dibuang. Abhiseka Rupa, saat Anda melihat seorang gadis yang langsing mengenakan rok mini, Anda mulai timbul perasaan, saat Anda melihat seorang ibu gemuk, mengenakan baju hitam, sudah tiada rasa apapun. Inilah abhiseka mata, Abhiseka Rupa, timbul persepsi yang berbeda. 

“Kekurangan dari rumah ini adalah di sisi Timur ada tempat pembuangan sampah, di sisi Barat ada pabrik pupuk, di sisi Selatan ada septictank, di sisi Utara ada kandang babi.” , “Apa kelebihannya ?” Si penjual mengatakan : “Setiap saat Anda dapat mengetahui angin bertiup dari arah mana.” Ini adalah persepsi penciuman, persepsi bau, saat menciumnya Anda dapat merasakan muak, namun Anda juga dapat mencium sesuatu yang membuat Anda sangat gembira. Persepsi ini harus sirna, persepsi pengelihatan dan penciuman, semuanya sama, semua harus disingkirkan. 

Satu lagi, pagi hari ini ingin makan mangga di kantor, mangga sangat matang dan sangat wangi, maka saat hendak berangkat mengambil satu biji untuk di bawa, begitu naik kendaraan umum terus mengutak-atik telepon genggam, mangga dimasukkan ke dalam kantung belakang celana, mendadak muncul suara benda tergencet, cairan mangga mengalir keluar dari arah pantat, semua orang di samping yang melihatnya langsung menutup hidung, demi menjelaskannya, dia meraup satu genggam dan memakannya, maksud hati ingin membuktikan pada semua bahwa benda itu bukanlah kotoran. Namun setelah melihatnya, semua penumpang justru muntah. Saya beritahu Anda, lelucon ini paling tepat dalam menjelaskan persepsi, perasaan jijik juga merupakan sebuah persepsi, padahal itu hanyalah cairan mangga, tapi bisa membuat orang menjadi salah persepsi. Saya beritahu Anda, dari manakah datangnya persepsi itu ? Apabila Anda diminta untuk menutup mata dan meraba benda di depan, “Wah ! Sangat halus dan lembut.” Timbul perasaan senang, Anda mengira sedang meraba apa ? Kemudian membuka mata, ternyata seekor babi. Pada awalnya timbul rasa senang karena meraba sesuatu yang halus dan lembut, namun begitu membuka mata, ternyata seekor babi, langsung hilang rasa. Persepsi semacam itu juga bisa keliru. Semua dihasilkan oleh batin Anda, Anda dapat membuat batin sepenuhnya kokoh, dengan demikian barulah dapat memasuki samadhi. Dengan adanya persepsi, maka Anda tidak akan dapat memasuki samadhi, saat Anda tiba pada kondisi tiada persepsi barulah dapat memasuki samadhi, inilah Buddha Dharma. 

Ini juga sebuah lelucon, Bhiksu Tong membawa murid-muridnya ke India untuk berjumpa dengan Tathagata di Barat, Tathagata mengatakan : “Untuk apa kalian menempuh perjalanan demikian jauh sampai ke Tathagata Sebelah Barat sini ? Sekarang semua sutra Buddha, pitaka semuanya telah diunggah di internet ( Dalam Bahasa Mandarin sama dengan jaring ), jadi buat apa kalian kemari ? Seharusnya cukup menjelajah ( dalam Bahasa Mandarin sama dengan ‘naik’ ) di internet saja.” Bhiksu Tong menoleh dan berkata kepada Sun Go Kong : “Saat itu kenapa kamu membunuh siluman laba-laba, hasilnya sekarang kita tidak bisa naik ke jaring.” Ini adalah persepsi. Jaman dahulu harus ke India untuk mengambil sutra, perasaan yang timbul saat itu dengan perasaan yang timbul saat membaca sutra Buddha di internet sepenuhnya berbeda, ini juga semacam persepsi.

Seorang bhiksu agung bertanya kepada danapati : “Sebatang pancingan dengan sekeranjang ikan, Anda memilih yang mana ?” setelah berpikir keras, danapati menjawab : “Saya ingin sekeranjang ikan.” Bhiksu agung menggelengkan kepala tertawa dan berkata : “Danapati Anda terlampau dangkal, daripada menerima ikan dari orang lebih baik menerima alat pancing, apakah Anda memahami hal ini ? Setelah ikan dimakan habis sudah, namun asalkan mempunyai pancingan, maka Anda dapat terus memancing ikan, dapat menikmatinya seumur hidup.” Danapati menjawab : “Setelah saya mendapatkan sekeranjang ikan, saya akan menjualnya, maka hasilnya dapat dibelikan banyak alat pancing. Kemudian menyewakan alat pancing kepada orang lain, saya dapat memperoleh uang sewa, setelah memperoleh uang, saya dapat membeli lebih banyak lagi alat pancing untuk disewakan.” 

Anda harus menarik semua persepsi, setelah memasuki kondisi tanpa persepsi, barulah Anda dapat memasuki samadhi. Hari ini mengajarkan metode untuk memasuki samadhi, mata jangan melihat, telinga jangan mendengar, hidung jangan mencium, lidah jangan mengecap, persepsi sentuhan juga tiada, saat ini barulah memasuki samadhi yang sejati. Saat persepsi apapun muncul, maka Anda tidak akan dapat memasuki samadhi. Oleh karena itu Anda harus benar-benar tenang, menghasilkan kondisi seperti Buddha Tathagata, dengan demikian barulah secara spiritual Anda naik satu tingkat lebih tinggi. 

Om Mani Padme Hum.

sumber : http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=29&csid=50&id=17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net